Senin, 10 Februari 2025

Manusia Bisa Jadi Orang Munafik Dan Bisa Jadi Orang Yang Ikhlas

Manusia Bisa Jadi Orang Munafik Dan Bisa Jadi Orang Yang Ikhlas

Ust Ahmad Salimin Dhani

Masjid Asy Syuhada

Sabtu, 1 Februari 2025 / 2 Syaban 1446H

 

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُهٗ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّٰهَ عَلٰى مَا فِيْ قَلْبِهٖۙ وَهُوَ اَلَدُّ الْخِصَامِ ۝٢٠٤

Di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Nabi Muhammad) dan dia menjadikan Allah sebagai saksi atas (kebenaran) isi hatinya. Padahal, dia adalah penentang yang paling keras. (QS Al Baqarah : 204)

Riwayat Atha’, Al-Kalabi dan Muqatil: ayat di atas turun perihal Al-Akhnas bin Syuraiq. Ia adalah seorang munafik yang memiliki lisan serta rupa yang manis. Ia mendatangi Rasulullah, menampakkan cinta dan keislamannya dan bersumpah. Ia mendekati Rasulullah dan tidak diketahui kemunafikan yang disembunyikannya. Ia berasal dari Bani Tsaqif yang merupakan aliansi bagi Bani Zuhrah. Suatu malam, ia membakar ladang dan membunuh hewan-hewan ternak milik Bani Zuhrah.

Riwayat Qatadah dan Ibnu Zaid: ayat di atas turun untuk setiap munafik yang menampakkan dengan lisannya hal-hal yang tidak ada di dalam hatinya. (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith, [Beirut, Darul Fikr], juz II, hal hal 325).

Allah berfirman kalau Allah tidak membebani seseorang kecuali dalam batas kemampuannya. 

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (QS Al Baqarah : 286)

Maka kalau kita tidak mengerjakan ibadah dengan ikhlas maka sia-sialah apa yang kita lakukan. Karena sejatinya ibadah yang ditetapkan Allah sesuai dengan kemampuan kita.

اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ ۝٢٠

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya. (QS Al Hadid : 20)

Setiap manusia memiliki ujiannya masing-masing. Ada yang diuji dengan kesuksesan dan ada yang diuji dengan kesusahan. Semua adalah ujian. Bagi yang mukmin dan Mukhlis, jika ia selalu diuji dengan kesenangan, ia justru akan gelisah karena khawatir akan terlena. Tidak jarang manusia akan lebih khusyuk dalam beribadah ketika sedang diuji.

Ketika hidup yang dicari adalah kesenangan. Maka ia akan stres, gelisah, dan mengalami post power syndrome ketika kesenangannya secara dunia hilang.

Hidup bagi sebagian orang adalah kebanggan. Ada yang bangga dengan hartanya, ada yang bangga dengan anak keturunannya, ada yang bangga dengan jabatannya. Ada yang bangga dengan amalnya. Padahal itu semua adalah fana jika tidak bisa membawa kita menuju ketakwaan.

Jadilah manusia yang bermanfaat bagi manusia jangan terjebak dalam berbangga-bangga:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ 

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR Ahmad)

Hidup bagi sebagian orang adalah mengumpulkan harta. Akan tetapi waspadalah, jangan sampai kita hidup tertipu seperti orang-orang kafir. Karena tidak ada yang abadi. Karena harta yang kita kumpulkan bisa saja diambil sewaktu-waktu dan bisa saja tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat kita.

Jika kita tidak bisa memaknai kehidupan dan kita tidak mempersiapkan kehidupan kita untuk akhirat kelak, maka hidup kita akan berubah menjadi adzab. Tapi kalau kita mempersiapkan, maka harta, anak, jabatan, dan yang lainnya akan menjadi bekal di akhirat.

Orang yang tahu kalau hidup di dunia ini adalah ujian dan tidak ada yang pasti maka ia akan memikirkan apa yang akan dibawa kelak. Orang yang Sholeh tahu kalau ia tidak akan berumur panjang.

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami. (QS Ambiya : 35)

Hanyalah setan yang selalu minta umurnya dipanjangkan seperti yang tertuang dalam surat Al Hijr ayat 36

رَبِّ فَاَنۡظِرۡنِىۡۤ اِلٰى يَوۡمِ يُبۡعَثُوۡنَ

Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka berilah penangguhan kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.

Jika meminta dipanjangkan umur,  maka bisa berdoa dengan doa ini:

اللَّهُمَّ أكْثِرْ مَالِي، وَوَلَدِي، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أعْطَيْتَنِي وَأطِلْ حَيَاتِي عَلَى طَاعَتِكَ، وَأحْسِنْ عَمَلِي وَاغْفِرْ لِي

Ya Allah perbanyaklah harta dan anakku serta berkahilah karunia yang Engkau beri. Panjangkanlah umurku dalam ketaatan pada-Mu dan baguskanlah amalku serta ampunilah dosa-dosaku (dalam buku Ad Du’a minal Kitab was Sunnah, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni)

Hidup adalah ujian. Kaya ujian dan miskin juga ujian. Maka dari itu jadilah hamba yang bersyukur. 

لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ۝٧

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras. (QS Ibrahim : 7)

Insyaallah kalau kita beriman kepada Allah yang mengatur hidup adalah iman kita, atas kehendak Allah.

Kalau hidup tidak memberikan manfaat kepada orang lain, maka hidup menjadi tidak bermakna. Seperti misalnya kita memiliki harta yang banyak akan tetapi dengan harta tersebut tidak senang berbagi dan membantu orang lain. Harta ini justru bisa membawa kita ke neraka.

Orang yang membanggakan hartanya, keturunan, jabatan seperti orang munafik. Orang munafik menganggap harta yang diberikan oleh Allah adalah alat untuk berkuasa dan berbuat sesukanya. Padahal semua harta adalah titipan. Allah memberikan harta kepada kita agar kita bisa berzakat, banyak bersedekah, dan membantu orang lain. Orang yang berbangga terhadap harta bisa terjebak dalam bermegah-megahan yang melalaikan.

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (2) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (4) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (5) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (6) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. (7) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (8).” (QS. At Takatsur: 1-8)

Mengapa kita mesti berbangga-bangga, sedangkan harta hanyalah titipan. Mengapa kita mesti berbangga-bangga, sedangkan harta yang bermanfaat jika digunakan dalam kebaikan.

Semua yang digunakan selain untuk jalan kebaikan, tentu akan sirna dan sia-sia.

Seharusnya yang kita banggakan adalah bagaimana keimanan kita, bagaimana ketakwaan kita di sisi Allah, bagaimana kita bisa amanat dalam menggunakan harta titipan ilahi.

آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid : 7)

Pertanyaan:Bolehkah berdoa umur panjang? Karena saya suka berdoa, Ya Allah matikan lah aku jika hidupku sudah tidak bermanfaat dan panjangkanlah jika bermanfaat.

Jawab:Berkaitan dengan hal ini renungkanlah hadits berikut. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمُ المَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ مُتَمَنِّيًا لِلْمَوْتِ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي

“Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena musibah yang menimpanya. Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku.” (HR. Bukhari no. 6351, 5671 dan Muslim no. 2680)

Pertanyaan:Apakah sifat munafik diciptakan Allah

Jawab:Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Menjadi Yahudi, Nasrani, Majusi, ataupun Munafik bisa disebabkan beberapa faktor.

وَ عَنْهُ اَيْضًا اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ مَا مِنْ مَوْلِدٍ اِلَّا يُوْلَدُ عَلَى الْفِتْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa sesungguhnya Rasulullah bersabda: tidak ada seorang manusia yang terlahir kecuali dia terlahir atas fitrah (kesucian seperti tabula rasa, kertas yang belum ditulis apapun, masih putih). Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.

Selain faktor orang tua, orang bisa terkontaminasi karena lingkungan dan sekolah.

Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)

Renungkanlah firman Allah berikut :

وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولاً

“ Dan ingatlah ketika orang-orang zalim menggigit kedua tanganya seraya berkata : “Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (Al Furqan:27-29)

Tidak ada komentar: