Minggu, 25 Juli 2010

Muara Bungo, Kota Kecil Yang Mengajarkan Etos Kerja

First They Ignore You, Then They Laught At You, Then They Fight You, Then You Win. –Mahatma Gandhi


Muara Bungo… Saya yakin sebagian besar dari anda tidak tahu dimana letaknya Muara Bungo, bahkan mungkin jika ditanyakan kepada 100 orang, 50% lebih belum pernah mendengar Muara Bungo. Tapi itu cukup wajar, karena Muara Bungo bukanlah daerah yang populer dan sangat jarang dikunjungi oleh wisatawan. Saya sendiri sebelumnya juga tidak mengetahui apa, bagaimana, dan dimana Muara Bungo sebelum ditugaskan oleh perusahaan Sembilan bulan yang lalu. Jujur, saya tidak memiliki gambaran mengenai kota ini sebelum saya menginjakkan kaki disini.

Muara Bungo sendiri adalah bagian dari Propinsi Jambi. Ada 2 alternatif untuk mencapai Muara Bungo dari Jakarta, yang pertama dan paling banyak dilakukan adalah dengan menggunakan pesawat ke Jambi dengan waktu kira-kira satu jam 15 menit untuk kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat melewati Muara Bulian, Batang Hari, dan Muara Tebo yang memakan waktu 4-5 jam jika kondisi jalan sedang bagus. Sedangkan alternative kedua adalah menggunakan pesawat ke Padang dengan waktu kira-kira satu setengah jam untuk kemudian dilanjutakan perjalanan darat melewati Solok dan Dharmas Raya yang memakan waktu 5-6 jam jika kondisi jalan sedang bagus.

Sebagian besar dari wilayah Muara Bungo dan sekitarnya masih berbentuk hutan, baik itu wilayah luar kota dan dalam kota. Dari pusat kota, dengan hanya 5 menit saja menggunakan kendaraan maka kita sudah dapat menemui hutan. Dengan latar belakang wilayahnya yang sebagian besar masih berbentuk hutan, sehingga tidaklah mengherankan kalau kita sering menjumpai banyak hewan hutan dalam perjalanan dari, ke dan di Muara Bungo. Saya sendiri dalam tiga kwartal disini pernah menemui banyak hewan liar, mulai dari sapi, kerbau, anjing, babi hutan, kera hutan, beruang, biawak, ular, kalajengking, hingga buaya. Tidak jauh dari Muara Bungo, jika kita berkendara ke arah Bangko, Muara Tebo, atau Sarolangun, jika kita beruntung maka kita akan dapat menjumpai sekumpulan atau satu-dua dari Suku Anak Dalam di jalan. Terlebih apabila kita berkendara ke pelosok atau melewati hutan.

Dari segi pekerjaan, di kantor saya, banyak orang yang memandang Muara Bungo adalah lokasi penempatan yang harus dihindari karena lokasinya yang katanya terisolir dan sering menjadi bahan olok-olok. Dan hal tersebut juga saya alami ketika menerima penempatan dikota ini. Mulai dari pertanyaan ‘kok mau sih?’, ‘yakin lo??’, ‘nggak gampang lo disana’ dan berbagai pertanyaan dan pernyataan lain. Saya memandang hal itu sangatlah wajar, karena selain letaknya yang terisolir, kinerja cabang Muara Bungo saat itu juga sedang dalam kondisi luluh lantak karena buruknya performance cabang.

Akan tetapi setelah saya sampai disini dan menyelami pekerjaan saya disini, semua keraguan tersebut perlahan-lahan mulai sirna, apalagi setelah melihat etos kerja dan semangat rekan kerja saya di kota ini. Didalam kota kecil ini ternyata masih banyak orang-orang yang memiliki semangat kerja yang luar biasa, mereka benar-benar menunjukkan bagaimana bekerja dengan hati dalam arti sesungguhnya. Dengan rekan kerja yang memiliki mental bekerja yang luar biasa, kamipun dapat bekerja dengan sepenuh hati dan hasil baikpun perlahan-lahan mulai dapat kami raih.

Muara Bungo, cabang pembantu yang sampai sekarang masih suka menjadi olok-olok karena lokasinya yang katanya ‘jauh dari peradaban’, sekarang mampu menjelma menjadi cabang pembantu yang memiliki performance paling konsisten dalam menunjukkan tren positif di area Sumatera Bagian Selatan. Bahkan berkat konsistensi yang positif tersebut, bulan Juni yang lalu akhirnya diadakan Area Review di kota ini, dan ini adalah yang pertama kali diakan area review di kantor cabang pembantu secara nasional. Hal ini tidak berhenti sampai disana, bulan Juni lalu performance Muara Bungo dapat mengkatrol performance cabang induknya yang sedang menurun. Dan yang paling anyar, sampai minggu ketiga bulan Juli, cabang ini bahkan dapat melangkahi performance cabang induknya dengan gagah berani. Hal ini tentu saja tidak akan dapat dicapai jika rekan-rekan kerja saya mudah menyerah dan tidak bekerja dengan hati. Dan jika hal ini dapat dipertahankan, maka kemandirian untuk menjadi Cabang penuh tinggal menghitung waktu saja.

Dan ternyata saya mampu mendapatkan banyak pelajaran yang luar biasa mengenai etos dan semangat bekerja dari cabang yang katanya jauh dari peradaban ini.

Muara Bungo Yess, Muara Bungo Wush, Muara Bungo Luarrr Biasa, Muara Bungo Nggak Ada Matinyeee