Tampilkan postingan dengan label Ustadz TGH Busyaeri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ustadz TGH Busyaeri. Tampilkan semua postingan

Minggu, 23 Februari 2025

Kisah Kesabaran Nabi Ayyub Alaihissalam


Sekarang kita masih dalam bab kesabaran dalam menghadapi musibah, yang secara khusus kesabaran dalam menghadapi sakit. 

Rasulullah bersabda dalam hadits Hasan yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban:"Sesungguhnya seseorang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah, namun ia tidak mampu mencapainya dengan amal (kebajikannya), maka Allah terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya hingga Dia menyampaikannya kepada kedudukan tersebut." 

Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: 

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ 

“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani). 

Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ 

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani). 

Marilah kita belajar kesabaran dari seorang hamba Allah yang diuji sakit 18 tahun. Hamba tersebut sabar dan menghadapkan pahala dari Allah Ta'ala. Dan Allah menurunkan ayatnya dalam Al Qur'an yang dibaca ayat tersebut sampai hari kiamat. 

اِنَّا وَجَدْنٰهُ صَابِرًاۗ نِعْمَ الْعَبْدُۗ اِنَّهٗٓ اَوَّابٌ ۝٤٤ 

Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya). 

Dialah Nabi Ayyub Alaihissalam. Berkata ulama ahli tafsir. Ayyub Alaihissalam adalah seorang yang kaya raya, ia juga memiliki banyak anak. Namun ia ditinggal mati oleh semua anaknya. Kemudian ia diuji sakit oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Terus menerus sakit itu menyebar ke anggota tubuhnya, kecuali lisan dan hatinya. Ayyub Alaihissalam sabar dalam menerima ujian tersebut, ia berharap pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan ia selalu berdzikir dengan lisan dan hatinya. Dzikir yang tidak pernah terputus. 

Sakitnya Nabi Ayyub berkepanjangan. Sampai orang-orang yang dulu dekat meninggalkannya, kecuali istrinya yang selalu setia. Karena istrinya tahu, ia pernah merasakan bahagia ketika suaminya berada di puncak kejayaannya. Sampai keadaan istrinya pun lemah. Hartanya juga habis. Sampai ia menjadi pembantu rumah tangga untuk memenuhi kehidupan rumah tangga. Setelah sebelumnya ia hidup bahagia dan penuh kenikmatan. 

Ujian Nabi Ayyub Alaihissalam mengingatkan kepada hadits Rasulullah yang mengatakan kalau ujian yang paling berat adalah ujian yang dialami oleh para Nabi.  Sa'ad ibn Abi Waqqash, ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'Alahi Wassalam, 'Wahai Rasulullah, orang yang bagaimana yang paling berat ujiannya?' Rasulullah pun menjawab, 'Para nabi, lalu orang yang mendekati sifat nabi dan seterusnya. Seseorang diuji sesuai dengan kekuatan agamanya. Jika agamanya kuat, cobaannya pun semakin berat. Jika agamanya lemah, ia diuji sesuai dengan kadar agamanya. Ujian tidak akan pernah lepas dari seseorang hingga dia meninggalkannya berjalan di muka bumi tanpa menanggung suatu kesalahan'." 

Sakit Nabi Ayyub dari hari ke hari semakin parah. Tidaklah berlalu hari demi hari melainkan tambah parah tapi beliau terus bersabar sambil berharap pahala dari Allah Ta'ala. 

Allah puji Ayyub dalam kitabnya. Yang bisa dilihatnya dalam surat Shad ayat 44 diatas. Dan Ayyub Alaihissalam tahu tidak ada yang bisa menghilangkan penyakit kecuali Allah. Dan ia juga tahu kalau tidak ada yang bisa mengabulkan doa kecuali Allah. 

Adab dalam berdoa adalah langsung dan tidak melalui perantara. 

 ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ 

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS. Ghafir: 60). 

Jangan meminta doa kepada orang yang sudah meninggal, tapi boleh mendoakan orang yang sudah meninggal. Diantaranya adalah: 

رَبَّنَا ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ ٱلْحِسَابُ 

Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat). 

Bisa didoakan ketika sujud atau tahiyatul akhir setelah doa berlindung dari 4 perkara. 

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ 

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal" 

Nabi Ayyub paham kalau tidak ada yang bisa mengabulkan doa kecuali Allah. 

وَاِنْ يَّمْسَسْكَ اللّٰهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهٗٓ اِلَّا هُوَۗ 

Jika Allah menimpakan kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; (QS Al An'am: 17) 

اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ ۝٦٢ 

Apakah (yang kamu sekutukan itu lebih baik ataukah) Zat yang mengabulkan (doa) orang yang berada dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, menghilangkan kesusahan, dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah ada tuhan (lain) bersama Allah? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat. (QS An Naml : 62) 

Nabi Ayyub tidak pergi ke dukun atau pun tukang sihir. Akan tetapi Nabi Ayyub bermohon kepada Allah, sebagaimana diabadikan dalam surat Al Anbiya ayat 83: 

۞ وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَۚ ۝٨٣ 

(Ingatlah) Ayyub ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku,) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” 

Nabi Ayyub berdoa dengan setinggi-tingginya adab seorang hamba kepada Allah karena Nabi Ayyub tidak berkata kepada Allah apa salah saya sehingga saya ditimpa musibah. Bahkan Nabi Ayyub berkata kalau memang ujian terhadap harta dan anak beliau membuat Allah ridho, maka beliau juga ridho. Lebih lanjut Nabi Ayyub Alaihissalam berkata:

"Apabila kemuliaan-Mu, rahmat-Mu menghilangkan penyakit pada diriku, maka perkaranya semua aku kembalikan kepada-Mu ya Allah." 

Ingat wahai hamba Allah hendaklah engkau melakukan perbuatan ketika sakit, seperti yang dilakukan nabi Ayyub Alaihissalam. 

Menjelang Ramadhan, ada 3 hadits untuk direnungkan. 

Dari hadits Abu Hurairah di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 

”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim) 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: – مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2009 dan Muslim no. 759). 

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda, 

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

 “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 *Disampaikan pada kajian subuh di Masjid Asy Syuhada Harapan Indah oleh Ustadz Ahmad Busyaeri pada hari dan tanggal Ahad, 23 Februari 2025 / 24 Syaban 1446H

Minggu, 16 Februari 2025

Bab Tentang Kesabaran Ketika Ditimpa Penyakit


Bab Tentang Kesabaran Ketika Ditimpa Penyakit

Ust TGH Busyaeri

Masjid Asy Syuhada

Sabtu, 15 Februari 2025 / 16 Syaban 1446H

 

Manusia dalam kehidupan di dunia ini senantiasa ditimpa cobaan. Cobaan akan datang silih berganti. Terkadang seseorang akan diuji dengan kesenangan, terkadang akan diuji sebaliknya. Terkadang diuji dengan kebaikan, terkadang dengan keburukan. Terkadang diuji dengan kesehatan, terkadang dengan sakit. Karena manusia hidup di dunia akan selalu diuji.

Terkadang diuji dengan kefakiran, kemudian diuji dengan kekayaan untuk dilihat apakah ia dapat bersyukur atau malah lalai.

وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (QS Al Anbiya : 35)

Ujian dan cobaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang beriman adalah sebagai penggugur dosa sekaligus sebagai ladang pahala baginya dengan syarat diterima dengan sabar. Dan mukmin yang beriman adalah yang percaya kepada takdir. Tidak beriman seorang jika ia tidak beriman dengan takdir.

Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya. (HR. Muslim, no. 2999)

Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir, “Keadaan seorang mukmin semuanya itu baik. Hanya didapati hal ini pada seorang mukmin. Seperti itu tidak ditemukan pada orang kafir maupun munafik. Keajaibannya adalah ketika ia diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta dan kedudukan, maka ia bersyukur pada Allah atas karunia tersebut. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, ia bersabar. Ia akan dicatat termasuk orang yang bersabar".

لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ۝٧

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras. (QS Ibrahim : 7)

Allah menguji hambanya dengan penyakit agar kita dapat mengambil hikmah darinya. Diantara hikmah yang dapat diambil adalah Allah jadikan sebagai penghapus dosa dan kesalahannya.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ » [ أخرجه البخاري و مسلم]

“Tidaklah seorang muslim tertimpa cobaan, penyakit, kesulitan, kesedihan, gangguan, tidak pula gundah kelana, sampai kiranya duri yang menusuknya, melainkan Allah akan jadi sebagai penghapus dari kesalahannya“. [HR Bukhari no: 5642. Muslim no: 2573].

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَا يَمْرَضُ مُؤْمِنٌ وَلاَ مُؤْمِنَةٌ وَلاَ مُسْلِمٌ وَلاَمُسْلِمَةٌ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِذلِكَ خَطَايَاهُ كَمَا تَنْحَطُّ الْوَرَقَةُ مِنَ الشَّجَرِ

“Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah Subhnahu wa Ta’ala menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon.” [HR. Ahmad 3/346].

Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلمإِنَّّ الرَّجُلَ تَكُونُ لَهُ المَنزِلَةُ عِندَ اللهِ فَمَا يَبلُغُهَا بِعَمَلٍ، فَلَا يَزَالُ يَبتَلِيهِ بِمَا يَكرَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ ذَلِكَ

“Sesungguhnya seorang hamba akan memperoleh kedudukan disisi Allah bukan karena faktor amal semata, namun, senantiasa dirinya memperoleh ujian dengan perkara yang tidak disenanginya hingga sampai pada derajat yang tinggi“. [HR Ibnu Hibban no: 2897. al-Hakim 1/664 no: 1314. Dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no: 1599].

Sesungguhnya ujian itu banyak jenisnya dan bertingkat-tingkat sesuai kadar imannya. Jika kita ditimpa ujian, bukan berarti Allah murka kepada kita. Tetaplah berhusnudzan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dan insyaallah ujian itu karena Allah sayang dengan kita.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: "إن عِظَمَ الجزاءِ مع عِظَمِ البلاءِ، وإن الله تعالى إذا أحب قوما ابتلاهم، فمن رَضِيَ فله الرِضا، ومن سَخِطَ فله السُّخْطُ"

Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian, dan jika Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti menguji mereka; siapa yang rida maka baginya keridaan (Allah) dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah)."  (HR Ibnu Majah & Tirmidzi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ

“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من يرد الله به خيرا يصب منه

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan, Allah akan memberinya musibah.” (HR. Al-Bukhari).

Cobaan pasti akan menerpa kehidupan mukmin, karena itu merupakan janji Allah. Allah berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ

“Sungguh, Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar” (QS. Al Baqarah: 155).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة في الدنيا و إذا أراد بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة

“Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya, Allah akan segerakan hukuman untuknya di dunia. Dan apabila Allah menginginkan keburukan kepada hamba-Nya, Allah akan menahan adzab baginya akibat dosanya (di dunia), sampai Allah membalasnya (dengan sempurna) pada hari Kiamat.” (HR. At-Tirmidzi dan Al Hakim dari Anas bin Malik)

Wahai hamba Allah, ketika ditimpa penyakit maka bersabarlah dan berharap lah kepada Allah agar mendapatkan pahala dari sakit yang kita derita dan janganlah berkeluh kesah kepada selain Allah. Karena itu sama saja dengan berkeluh kesah tentang Allah.

Dulu para sahabat, tali sendal putus saja mengadunya ke Allah. Mereka mengikuti haditsbyang disampakan oleh Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha:

سَلُوا اللَّهَ كُلَّ شَيءٍ حَتَّى الشِّسعَ

“Mintalah kepada Allah bahkan meminta tali sendal sekalipun” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/42, Al Albani berkata: “mauquf jayyid” dalam Silsilah Adh Dha’ifah no. 1363).

Apabila ada masalah kita tidak mengeluh kepada makhluk, tetapi boleh kita konsultasikan dan cari jalan keluarnya. Jika kita sakit, kita tetap berikhtiar berobat ke dokter dan tetap berdoa kepada Allah agar Allah berikan jalan keluar.

Disebutkan dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

Dalam hal sakit, kita bisa belajar dari hamba Allah yang diuji sakit selama 18 tahun.

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:

وَٱذۡكُرۡ عَبۡدَنَآ أَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلشَّيۡطَٰنُ بِنُصۡبٖ وَعَذَابٍ ٱرۡكُضۡ بِرِجۡلِكَۖ هَٰذَا مُغۡتَسَلُۢ بَارِدٞ وَشَرَابٞ وَوَهَبۡنَا لَهُۥٓ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنَّا وَذِكۡرَىٰ لِأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ وَخُذۡ بِيَدِكَ ضِغۡثٗا فَٱضۡرِب بِّهِۦ وَلَا تَحۡنَثۡۗ إِنَّا وَجَدۡنَٰهُ صَابِرٗاۚ نِّعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ  [ ص : 41-44]

“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabbnya: “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”. (Allah berfirman): “Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum”. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Rabbnya)”.  [QS Shad : 41-44].

 

Pertanyaan:

Apakah kemaksiatan yang kita lakukan termasuk ujian dari Allah

Jawab:

Kita harus membedakan antara keburukan dalam hal ujian dengan kemaksiatan yang kita lakukan. Allah Ta'ala berfirman:

مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ...

Kebaikan (nikmat) apa pun yang kamu peroleh (berasal) dari Allah, sedangkan keburukan (bencana) apa pun yang menimpamu itu disebabkan oleh (kesalahan) dirimu sendiri... (QS An Nisa : 79)

Jika kita selama ini berbuat dosa, semoga ujian yang kita hadapi menjadi pelebur dosa. Bersabarlah terhadap ujian. Karena ujian kita tidak seberat ujian para nabi.

Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً

“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ

“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad 1: 185. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih).