Kamis, 06 Desember 2007

Berenang di Samudra Merah Bisnis Pembiayaan

"Ko, lo tau gak kalo perusahaan pembiayaan 'X' bangkrut??" kata teman kantor saya waktu saya telp..


Dan kemudian saya pun bertanya ke dia,"Lo kata siapa ko??"


"Kata dealer, kemarin gw ngobrol sama dealer dan dia bilang begitu, katanya sih 3 bulan lagi mau ngediriin perusahaan pembiayaan baru.. Gila ya ko padahal masih baru.."


"Iya sih, tapi... kalo dipikir-pikir make sense sih kalo dia bangkrut. Bayangin aja ko, unit yang ditarik dari dia itu kebanyakan yang low risk. Sekarang kalo yang low risk aja ditarik berarti kan proses analisa kreditnya disana ngawur!!!"


"Iya juga ya ko, wah pada pusing neyy yang kerja disana"


"Oia ko, padahal dulu gw pikir perusahaan itu bisa jadi kompetitor potensial ya ko, ternyata.. gagal take off."


Bagitu kira-kira percakapan saya dengan teman kantor saya. Ya kalo dipikir-pikir memang bisnis tempat saya bekerja merupakan bisnis yang berdarah-darah. Bisnis yang bermain di existing market yang dipenuhi segudang pemain tangguh yang saling bunuh. Pemain di bisnis ini bukan hanya perusahaan pembiayaan akan tetapi juga perbankan yang disebabkan overlikuidnya dana perbankan dan kecenderungan perbankan yang lebih senang mengalokasikan penyaluran kreditnya ke kredit konsumtif dibandingkan kredit produksi dan investasi.


Merahnya bisnis ini semakin diperparah dengan kondisi pasar kredit mobil di Indonesia sudah sangat generik dan dimengerti oleh ketiga pihak pelakunya, yaitu kreditur, dealer/showroom yang semakin teredukasi kemampuan hitungannya dan customernya yang semakin pintar akibat beragamnya penawaran produk. Dimana knowledge dalam industri kredit mobil ini tidak berkembang sepesat daya tangkap ketiga pelaku kegiatan ini. Sehingga hampir semua produk yang ditawarkan dalam bentuk paket pembiayaan, teknik hitungan dan benefitnya bagi customer dan dealernya, tidak mengalami perubahan yang signifikan. Yang mengakibatkan kompetisi bisnis ini semakin mengarah kepada produk generik melalui pricing war dan ekploitasi benefit bagi dealer, sementara comparative disadvantage krediturnya semakin besar akibat profitnya tersalurkan pada kompetisi tadi. Pasar saat ini telah dijejali pemain-pemain tangguh, intensitas persaingan sudah sampai pada tahap hypercompetition, dan, pada gilirannya, profitabilitas dan pertumbuhan makin sulit dipacu lagi dan hanya pemain yang paling kuat dan siaplah yang akan keluar menjadi pemenang dibisnis ini...


Untuk itu agar menjadi pemenang, maka menurut saya pemain harus lebih innovatif lagi terutama dalam hal service qualitynya. Sehingga kedepannya si-pemain ini bisa menggerakkan pasar dan bukan digerakkan pasar. Dan begitupun sebaliknya, jika pemain alergi innovasi, maka pemain tersebut harus bersiap-siap bernasip seperti perusahaan pembiayaan diatas....


*gambar diambil dari website APPI


Selasa, 04 Desember 2007

Love Your Job But Never Fall In Love With Your Company

Sebuah email masuk ke inbox saya... Inti dari email tersebut adalah :

Cintailah pekerjaanmu, tapi jangan pernah jatuh cinta kepada perusahaanmu, karena kamu tidak akan pernah tahu kapan perusahaanmu berhenti mencintaimu...

Setelah membaca email tersebut,saya jadi teringat perkataan Kucrit (sebut saja begitu) dan Brutus (sebut juga begitu). Kucrit pernah ngomong kalo dia bingung. "kayanya hidup gw kok cuma untuk company tempat kita kerja doang dan gw nggak pernah punya waktu untuk istirahat. Pagi jam 8 udah kerja, pulang gak tentu... kadang jam 7 malam, kadang 9 malang, dan gak jarang jam 10-11 malang. Minggu kadang kerja... Terus kapan istirahatnya??", begitu kira-kira katanya.

Sedangkan Brutus pernah memberi masukkan sebelum saya ke Malang. Dia ngemeng, "kalo lo kerja harus profesional, apapun yang lo kerjakan harus lo kerjakan dengan seprofesional mungkin. Tapi janganlah lo jadi pasukan berani mati untuk perusahaan. Kalo misalnya lo kecelakaan dalam pekerjaan, perusahaan belum tentu sepeduli yang lo kira!!!".

Saya sendiri setuju dengan pernyataan Brutus, dan kurang sepakat dengan apa yang Kacrut kerjakan. Karena saya pernah membaca kalo orang-orang yang bekerja 10-12 jam sehari sering membuat kesalahan karena faktor kelelahan. Padahal untuk memperbaiki kesalahan tersebut juga membutuhkan waktu. Akibatnya kita tidak dapat mempergunakan waktu kita secara efektif dan efisien...

Berangkat dari hal diatas, yang perlu saya kerjakan sekarang adalah bekerja secara normal, profesional dan mempertahankan hidup yang seimbang. Dan yang pasti...

Love my job but never fall in love with my company...

Rabu, 21 November 2007

Aktor Sesungguhnya

Akhir-akhir ini saya sering mendapati beberapa politisi yang menyibukkan diri dengan aktivitas seni. Mulai dari mantan menteri yang memerankan laksamana cheng ho dalam sebuah film, mantan gubernur yang mencoba bermain ketoprak, hingga sekjen sebuah partai yang memeriahkan pementasan sandiwara. Dalam berkesenian politisi tersebut seringkali beradu akting dengan aktor atau aktris terkenal seperti yang terdapat pada gambar dibawah ini:


Jujur saja saya tertarik untuk membandingkan antara para politisi dengan aktor/aktris karena seringnya mereka beradu peran dalam pementasan. Karena kalau diperhatikan keduanya memiliki persamaan. Dua-duanya sama-sama pandai berakting. Jika aktor/aktris berakting untuk menghibur penonton, maka politisi 'berakting' untuk mendapatkan simpati rakyat dan untuk mendapatkan kursi yang lebih empuk....

Pertanyaannya... siapa diantara keduanya lebih hebat dalam berakting. Apakah politisi ataukah aktor/aktris??

*gambar diambil dari koran Kompas

Senin, 19 November 2007

Sains Hanya Milik Negara Maju??

Saya sebenarnya membaca tentang diplomasi Ahmadinejad ini di sebuah milis. Terus terang saya tertarik dengan pernyataan Ahmadinejad dalam dialog tersebut, terutama di bagian ini:

....Hal yang lebih memilukan adalah upaya kekuatan-kekuatan besar untuk memonopoli sains dan mencegah negara-negara lain dalam mencapai pengembangan ilmiah yang sama. Mereka berdalih dengan ribuan alasan, melemparkan tuduhan tanpa bukti, memberlakukan sanksi-sanksi ekonomi untuk mencegah perkembangan dan percepatan....

Pernyataan Ahmadinejad diatas seperti mendapatkan justifikasi jika kita membaca berita ini. Bahwa sains adalah hak bagi negara maju dan bukan hak negara berkembang seperti Indonesia. Menyedihkan memang, tapi itulah kenyataan yang terjadi...

Guru Inspiratif Bagi Mereka

Membaca tentang artikel di Kompas ini membuat saya ingat akan suatu kegiatan yang biasa saya dan teman-teman Jakarta Student Community (JSC) lakukan setiap 2-6 minggu sekali. Suatu kegiatan yang kami beri nama Sunday Class yang bertujuan membagi sedikit pengetahuan dan keterampilan yang kami miliki kepada anak-anak penghuni panti asuhan Siti Khadijah di daerah Pakis, Malang. Yang membuat saya teringat akan Sunday Class terutama pada kata-kata yang saya kutip ini:

Kisah dan karya guru inspiratif antara lain dapat dilihat pada Erin Gruwell, perempuan guru yang ditempatkan di sebuah kelas "bodoh", yang murid-muridnya sering terlibat kekerasan antargeng. Berbeda dengan kelas sebelah yang merupakan kumpulan honors students, yang memiliki DNA pintar dan disiplin. Di honors class yang dibutuhkan adalah guru kurikulum.

Erin Gruwell memulai dengan segala kesulitan. Selain katanya "bodoh" dan tidak disiplin, mereka banyak melawan, saling melecehkan, temperamental, dan selalu rusuh. Di pinggang anak-anak SMA ini hanya ada pistol atau kokain. Di luar sekolah mereka saling mengancam dan membunuh.

Itu adalah kelas buangan. Bagi para guru kurikulum, anak-anak supernakal tak boleh disekolahkan bersama distinguished scholars. Tetapi Erin Gruwell tak putus asa, ia membuat "kurikulum" sendiri yang bukan berisi aneka ajaran pengetahuan biasa (hard skill), tetapi pengetahuan hidup.

Ia mulai dengan sebuah permainan (line games) dengan menarik sebuah garis merah di lantai, membagi mereka dalam dua kelompok kiri dan kanan. Kalau menjawab "ya" mereka harus mendekati garis. Dimulai dengan beberapa pertanyaan ringan, dari album musik kesayangan, sampai keanggotaan geng, kepemilikan narkoba, dan pernah dipenjara atau ada teman yang mati akibat kekerasan antargeng.

Line games menyatukan anak-anak nakal yang tiba-tiba melihat bahwa mereka senasib. Sama-sama waswas, hidup penuh ancaman, curiga kepada kelompok lain dan tak punya masa depan. Mereka mulai bisa lebih relaks terhadap guru dan teman- temannya serta sepakat saling memperbarui hubungan. Setelah berdamai, guru inspiratif membagikan buku, mulai dari biografi Anne Frank yang menjadi korban kejahatan Nazi sampai buku harian. Anak-anak diminta menulis kisah hidupnya, apa saja. Mereka menulis bebas. Tulisan mereka disatukan, dan diberi judul Freedom Writers. Murid-murid berubah, hidup mereka menjadi lebih baik dan banyak yang menjadi pelaku perubahan di masyarakat. Kisah guru inspiratif dan perubahan yang dialami anak-anak ini didokumentasikan dalam film Freedom Writers yang dibintangi Hilary Swank.


Memang tidak seekstrim itu sih kondisi yang kami hadapi, murid Erin Gruwell jauuuuuh lebih liar dari 'murid' kami (Itu juga kalau anak-anak Sunday Class tersebut bisa dibilang murid). Akan tetapi sepertinya ada satu kesamaan dalam memandang masa depan antara ‘murid’ Sunday Class kami dengan murid Erin Gruwell sebelum berubah.... Mungkin... Mereka tampaknya sama-sama tidak begitu berani bermimpi untuk masa depan. Ya... mungkin berangan-angan untuk kehidupan masa depan yang lebih baik adalah sesuatu yang mahal bagi mereka. Jika mimpi murid Erin Gruwell mungkin hanya menjadi foot soldiers dalam geng narkoba (saya pernah membaca uraian menarik tentang foot soldiers di Freakonomics), maka mimpi anak Sunday Class -terutama yang sudah berada dibangku setingkat SMU- adalah mereka dapat bertahan hidup selulus SMU... Tidak lebih... Itupun masih disertai kekhawatiran, apakah mereka dapat mewujudkan mimpi mereka tersebut??... Banyak dari mereka baru berani bermimpi seperti itu karena mereka harus keluar dari panti dan hidup secara mandiri tanpa bantuan panti selepas SMU. Setidaknya itulah yang saya dapatkan dari sharing yang pernah kami lakukan kepada beberapa anak panti yang sudah berada dibangku SMU beberapa bulan yang lalu... Itu juga kalau persepsi saya nggak salah...

Saya berpersepsi seperti itu setelah salah seorang yang akan lulus SMU yang bernama Saiku tiba-tiba bertanya kepada saya dan sahabat yang mantan ketua JSC ini. Pertanyaannya kira-kira begini, “Mas, cari kerja itu susah gak??”

Terus terang saya agak bingung menjawab pertanyaan tersebut, akan tetapi melihat wajah Saiku yang sepertinya benar-benar menantikan jawaban dari kami, maka saya pun terpaksa menjawab dengan jawaban yang sangat normatif,”Yah, tergantung Saiku, semuanya tergantung usaha kita. Emangnya kenapa??”

Saiku: “Enggak mas, saya kan udah mau lulus SMU tapi saya bingung mau ngapain. Saya kan harus keluar dari panti....”

Saya: ”Emang yang kamu tau, selama ini setelah lulus pada kemana??”

Saiku: “Yah macem-macem mas, ada yang jadi tukang fotokopi, ada yang kerja di toko bangunan, tapi ada juga yang lama dapet kerjanya”

Saya: “........”

Saiku: “Mas, ada informasi soal lowongan kerja gak?”

Lagi-lagi bingung ngejawabnya, akhirnya saya jawab: “Sekarang sih belum....”

Saiku (Dengan wajah penuh harap): “Kalo ada tolong kabari saya yah mas, biar saya nggak nganggur selepas dari panti.”

Takut memberikan janji kosong, saya hanya menjawab,”InsyaAllah Saiku, nanti saya kabari kalau ada.”

Selanjutnya saya dan sahabat mantan ketua JSC tadi berusaha memberikan motivasi kepada mereka terutama Saiku. Karena dia satu-satunya anak panti yang akan lulus SMU pada saat itu. Entah motivasi yang kami berikan mampu memberikan inspirasi bagi mereka atau tidak.. Tapi kami meyakini kalau kami telah berusaha memberikan saran kami yang terbaik untuk mereka.. Dari sharing tersebut saya semakin meyakini dengan apa yang dikatakan Amartya Sen dan Muhammad Yunus, bahwa kemiskinan terjadi salah satunya karena minimnya kesempatan...

Pengalaman berharga itu membuat kami meyakini kalau kami harus mampu membantu mereka untuk melihat setiap kesempatan yang ada. Meskipun harus disadari kalau kami bukanlah orang yang benar-benar mengerti dalam hal ini dan mungkin kami sendiri termasuk orang yang tidak pandai melihat kesempatan. Tapi kami harus tetap berusaha memberikan inspirasi kepada mereka bahwa kesempatan itu ada kalau kita jeli melihatnya. Yah semoga kami bisa menjadi guru inspiratif bagi mereka. Guru inspiratif yang bisa membangkitkan semangat mereka dan membuat mereka lebih berani menatap masa depan. Tidak mudah memang, tapi memang kami harus bisa.... Dan itulah yang menjadi PR bagi kami.... Bisa... Tidak... Bisa... Tidak... Bisa... yah, Mudah-mudahan kami bisa....

* anak-anak cemerlang yang bernasib kurang beruntung juga dapat dilihat di bagian ini dan bagian ini

Rabu, 31 Oktober 2007

Kawan Menjadi Lawan

Ini unik... Karena banyaknya ladang ranjau yang mungkin ditanam oleh pihak militer dan atau gembong kartel. Polisi Kolombia kemudian melakukan eksperimen dengan melatih hewan pengerat untuk mendeteksi bahan peledak di ladang ranjau.. Caranya dengaan memanfaatkan indra tikus yang peka atas bau dan berat badannya yang ringan. Karena ringan, ketika tikus melintasi ranjau, maka ranjau itu tidak akan meledak. Sehingga korban jiwa dapat dihindarkan. Dan untuk melatih insting tikus agar terbiasa dengan munculnya hewan pemangsa. Maka kemudian polisi pun melibatkan kucing. Akan tetapi repotnya, bukannya seperti Tom & Jerry yang selalu bermusuhan. Keduanya justru menjadi akrab. Tampak di gambar Sang Tikus sedang bermain dan bercengkrama dengan Sang Kucing yang seharusnya menjadi hewan predator baginya di dalam kandang di Markas Polisi di Bogota...

Hal ini mengingatkan saya dengan kegagalan Marketing Intelligence di perusahaan-perusahaan. Ada kalanya niat suatu perusahaan membuat Marketing Intelligence untuk menghindari bahaya yang ditebar kompetitor, malah berbuah blunder. Sang Agen yang seharusnya memata-matai musuh malah jatuh cinta kepada musuh dan jatuh ke pelukan musuh. Dan akhirnya, setelah ditawari iming-iming, Sang Agen pun pindah ke tempat sang kompetitor dan justru menjadi Marketing Intelligence yang efektif bagi Sang Kompetitor.. Dan jika sudah begitu.. Apa daya nasih sudah menjadi bubur....


*gambar difoto dari koran jawa pos

Selasa, 30 Oktober 2007

Kurangi Mengeluh Yuks...

"Gw capek sama si-X. Kerjaannya ngeluuh aja, dipikirannya yang ada pesimiiis terus. Kalo dia begitu terus gimana mau perform?? Nggak bisa apa dia berpikiran positif dan proaktif??" begitu kira-kira yang diucapkan salah seorang rekan kerja saya terhadap anggota teamnya yang sering mengeluh. Nggak jarang si-X ini juga mengeluh ke saya tentang pekerjaannya. Kaya suatu saat si-X ini mengeluh ke gw dan mengatakan, "Pak kita bisa ngebiayaain kendaraan dengan pecah PO nggak?" Yang kemudian saya jawab, "Menurut bapak sekarang kita bisa nggak pecah PO??" "Dulu bisa pak..." "Saya mah nggak tanya dulu pak, kalo dulu saya juga tau pak, yang saya tanya kan sekarang.." "Yaaa nggak bisa sih pak..." "Nah itu bapak tau, kok masih tanya??" "Ya iseng aja pak, abis kalo pecah PO nggak bisa saya nggak bisa jualan dong..." "Pak, aplikasi bapak yang butuh pecah PO berapa banyak sih pak?? Sebulan ada berapa?? 1 aja belum tentu ada kan??" "Iya sih pak" "Nah kalo 1 aja belum tentu ada, ngapain juga kita harus pusing sama aplikasi yang kaya gitu, udah jelas masih jauh lebih banyak aplikasi yang masih bisa kita 'makan', kenapa juga bapak nggak mikir kearah situ??" Lain si X lain juga si Y. Si Y ini memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan si X. Y ini tipe orang yang lebih berpikiran positif. Kalo ketemu suatu situasi yang sulit dia sering mencoba berpikir bagaimana berusaha mengatasi situasi sulit tersebut.

Pertanyaan saya kalau anda punya 2 rekan kerja seperti X & Y. anda akan pilih yang mana?? Kemungkinan anda akan pilih yang Y kan?? Sob, sadarkah kita, semakin sering kita mengeluh, maka semakin sering pula kita mengalami hal tersebut. Mengeluh adalah hal yang sangat mudah dilakukan dan bagi beberapa orang hal ini menjadi suatu kebiasaan dan parahnya lagi mengeluh menjadi suatu kebanggaan. Ada contoh mengenai hal ini. Suatu saat saya bertanya ke seorang supir taksi, "Pak, sebelum kerja disini kerja dimana??" "Wah pindah-pindah pak, ya rata-rata nyupirin orang. Tapi sebentar aja pak, paling kurang dari setahun.." "Trus kenapa bapak pindahnya cepet-cepet?" "Abis bos saya itu cerewet semua sih pak. Jadi ya nggak betah saya kerja sama dia.." "Trus yang sekarang gimana pak??" "Ya sama aja sih, makanya sekarang saya juga mulai cari-cari lagi.." Lihat kan?? Semakin kita mengeluh, maka semakin sering pula kita mengalami hal tersebut.

Dengan mengeluh mungkin pada awalnya kita bisa mendapatkan simpati dari seseorang, tetapi hal itu tidak akan lama, apabila dalam hidup kita selalu mengeluh, mungkin teman kita akan malas mendengar keluhan kita. Menjadi seorang pengeluh tidak akan membuat kita memiliki banyak teman dan tidak akan menyelesaikan masalah kita. Akan sangat sulit sekali memecahkan suatu masalah saat kita berpikiran negatif... Kita mengeluh mungkin karena kita kecewa bahwa realitas yang terjadi nggak sesuai dengan harapan kita. Akan tetapi kalo realitas yang terjadi SELALU TIDAK SESUAI dengan harapan kita, kita harus instropeksi lagi... Kenapa hal ini selalu terjadi, apakah kita menaruh ekspektasi yang terlalu besar dan tidak sebanding dengan kemampuan kita?? Atau apakah saya salah bersikap??

Jadi daripada kita sibuk mengeluh lebih baik mulai sekarang kita perbaiki sikap kita dan mulai berpikir secara positif terhadap realitas yang ada. Dengan begitu insyaAllah kita akan dapat melihat hal-hal yang selama ini mungkin luput dari perhatian kita karena kita terlalu sibuk mengeluh. Dan percayalah kalau hidup kita akan lebih berwarna dan keberuntungan akan senantiasa bersama kita....

HOW TO RECRUIT THE RIGHT PERSON FOR THE JOB?

I had received this article some time ago from my friend, and I believe there are a lot of realities in this article.... This article explains a lot.... Enjoy!!


HOW TO RECRUIT THE RIGHT PERSON FOR THE JOB?

Put about 100 bricks in some particular order in a closed room with an open window.

Then send 2 or 3 candidates in the room and close the door.

Leave them alone and come back after 6 hours and then analyze the situation.

_________________________________________________________________________

If they are counting the Bricks - Put them in the accounts Department.

If they are recounting them - Put them in auditing.

If they have messed up the whole place with the bricks - put them in engineering.

If they are arranging the bricks in some strange order - put them in planning.

If they are throwing the bricks at each other - put them in operations.

If they are sleeping - put them in security.

If they have broken the bricks into pieces - put them in information Technology.

If they are sitting idle - put them in human resources.

If they say they have tried different combinations, yet not a brick has been moved - Put them in sales.

If they have already left for the day - put them in marketing.

If they are staring out of the window - put them on strategic planning.

And then last but not least. If they are talking to each other and not a single brick has been moved - Congratulate them and put them in top management

Kamis, 25 Oktober 2007

Usia Hakim Agung Diperpanjang?? Jangan Bercanda Kamu...

Saya sempat tersenyum miris ketika membaca berita ini di kompas. Ikahi tetap menginginkan usia hakim agung menjadi 70 tahun, meskipun keinginan ini tidak dikabulkan oleh DPR. Lihatlah argumen yang diajukan oleh ketua Ikahi yang saya kutip dibawah ini:

"Usia pensiun hakim tinggi kan 65 tahun, sama dengan hakim agung. Jika pensiun hakim agung diperpanjang, mereka mempunyai waktu paling tidak enam tahun di MA. Kata orang makin panjang karier hakim, ia semakin bijak dan profesional,"

Ah saya tidak percaya dengan ucapan tersebut, sudah banyak bukti kalau Hakim Agung kita belum bijak dalam mengambil keputusan dan belum layak untuk diberi perpanjangan usia pensiun.

Hmm... makin panjang karier hakim, akan membuat ia semakin bijak dan profesional?? Ah... bercanda kamu!!!

Aremania Yang Bersahabat

Sepakbola merupakan salah satu olahraga paling populer di muka bumi ini, olahraga yang mampu membuat perhatian sebagian besar penduduk bumi berpaling kepadanya. Sepakbola memang memiliki daya tarik tersendiri, sehingga dapat membuat perbedaan mulai dari perbedaan agama, budaya, ekonomi, dan status larut kedalamnya. Hal ini bahkan membuat sepakbola menjadi suatu keyakinan, kebanggaan bahkan ideologi tersendiri bagi suatu kaum. Kebanggaan akan sepakbola bagi suatu kaum ini bahkan berkembang menjadi sikap fanatik suatu kaum terhadap sepakbola di daerahnya dan negaranya. Sikap fanatik ini dapat dilihat dari tingkah laku para suporter sepakbola itu sendiri. Lihatlah bagaimana luar biasa fanatiknya pendukung Liverpool FC dan Everton akan klubnya, hal ini bahkan membuat kota liverpool seakan-akan terdiri dari 2 budaya yang berbeda dan saling berkompetisi. Ya... kota Liverpool seakan-akan terkotak-kotak menjadi The Reds dan Evertonia. Meskipun 'subkultur' ini sangat fanatik dan saling berkompetisi, akan tetapi hal ini tidak sampai membuat mereka untuk saling berkelahi. Karena sikap fanatik kedua pendukung tersebut dapat diakomodir dengan baik oleh para pengurus klub.

Sepakbola memang magnet yang sangat hebat. Daya tarik ini pulalah yang menggiring para pemilik modal untuk ikut berpartisipasi di dalam aktifitas sihir sepakbola dewasa ini. Suatu hal yang sangat wajar, bila dilihat dari potensi keuntungan yang akan didapat dari olahraga ini. Ya... sepakbola yang awalnya digagas untuk menyalurkan hasrat manusia yang senang kompetisi dan perang memang telah berubah menjadi sebuah industri. Sebuah industri yang sangat menggiurkan. Bahkan saat ini, pada sebuah kompetisi yang sudah bertaraf profesional, campur tangan para pemilik modal kuat tidak bisa dihindarkan. Kita dapat melihat bagaimana pengaruh modal Roman Abramovic dapat merubah prestasi Chelsea 2 tahun belakangan ini dari klub yang 'biasa-biasa saja' menjadi klub yang luar biasa.

Jika di pentas dunia, sepakbola sudah menjadi ideologi dan industri. Bagaimana dengan nasib olahraga ini di Indonesia. Sepakbola Indonesia tampaknya sedang mencoba menuju ke arah profesionalisme. Meskipun belum dapat dikatakan benar-benar pofesional dan masih bersifat 'semi profesional'. Indikasi tersebut dapat kita lihat dari sudah banyak masuknya sponsor-sponsor dari korporasi besar Indonesia. Walaupun belum mampu menarik sponsor internasional, sepakbola domestik kita telah berhasil menggairahkan kembali hasrat masyarakat pada olahraga bola sepak itu. Beberapa supporter klub fanatik tumbuh di tiap-tiap klub, bahkan saking fanatiknya sering menimbulkan perkelahian antar klub.

Meskipun korporasi besar sudah mulai masuk ke Indonesia, akan tetapi hal ini tetaplah memiliki perbedaan dengan yang terjadi di negara yang industri sepakbolanya maju. Karena korporasi ini hanya masuk sebagai sponsor liga saja dan hanya sedikit sekali yang berani mengelola klub. Hal ini ini tentu berimplikasi pada pengelolaan klub tersebut. Klub di Indonesia kebanyakan masih bersifat BUMD yang mengakibatkan pengelolaan klub tersebut tergantung dari arah kebijakan pemerintah daerah setempat. Dan hal ini juga menyebabkan peluang terjadinya korupsi yang bertopeng sepakbola terbuka lebar.

Pengelolaan klub yang masih bersifat semi BUMD mengakibatkan banyak klub yang kurang bisa mengelola suporter fanatik yang mereka miliki yang disebabkan cara pengelolaan klub yang masih ‘semi profesional’ dan bernuansa politis. Sehingga aspirasi, hasrat, dan ‘kegilaan’ suporter seringkali tidak mampu tersalurkan dan tidak dapat diimbangi oleh pemilik klub maupun pengelola pertandingan. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa Tambaksari pada perempat final piala indonesia lalu, dimana fanatisme dan 'kegilaan' bonek (suporter fanatik Persebaya) tidak dapat diakomodir dan dikelola oleh pengurus Persebaya yang bersifat semi BUMD.

Apakah gambaran diatas mencerminkan semua klub sepakbola di Indonesia??? Saya kira tidak... Untuk melihat contoh lain dari ‘subkultur’ sepakbola di Indonesia, maka kita dapat menengok ke kota Malang.. Kota yang sudah saya tinggali selama dua tahun. Ya sepakbola, khususnya Arema, tampaknya sudah menjadi identitas, simbol, dan karakter bagi warga Malang. Arema yang merupakan akronim dari Arek Malang konon berasal dari nama Patih Kebo Arema di kala Singosari diperintah Raja Kertanegara. Prestasi Kebo Arema gilang gemilang. Ia mematahkan pemberontakan Kelana Bhayangkara seperti ditulis dalam Kidung Panji Wijayakrama hingga seluruh pemberontak hancur seperti daun dimakan ulat. Demikian pula pemberontakan Cayaraja seperti ditulis kitab Negarakretagama.

Warga Malang memang begitu bangga dengan ke-Arema-annya. Klub yang baru berdiri tahun 1987 ini pada awalnya juga masih jauh dari profesional dalam pengelolaannya. Pengelolaan klub ini pada awalnya selalu terseok-seok dalam masalah dana meskipun prestasi klub ini di tingkat nasional dapat dikatakan cukup baik. Kesulitan keuangan yang dialami Arema tampaknya dilihat oleh PT Bentoel Internasional Tbk. Sehingga pada pertengahan musim kompetisi 2003 kepemilikan Arema diambil alih oleh perusahaan tersebut.

Perubahan pengelolaan tesebut memberi dampak pada prestasi klub dan kedewasaan suporter. Arema yang sebelumnya sempat terkena degradasi ke divisi 1, berhasil menjadi juara Divisi I Liga Indonesia 2004 dan kembali berlaga di Divisi Utama pada musim kompetisi 2005 dengan materi dan dana dari pemilik baru. Hal ini semakin meningkatkan kepercayaan dan kebanggaan warga Malang akan Singo Edan, julukan bagi klub Arema. Simpul-simpul suporter yang berada di korwil-korwil semakin tertata rapih. Sehingga fanatisme pendukung dapat terakomodir dengan baik, sehingga tidaklah mengerankan jika Aremania sempat dinobatkan sebagai kelompok suporter terbaik di Asia Tenggara.

Kebanggaan dan antusiasme suporter ini dapat dilihat jika Arema bertanding, baik itu dikandang maupun bertandang. Aremania akan berusaha untuk dapat melihat secara langsung pertandingan klub kesayangannya. Bahkan mereka rela untuk antri berjam-jam demi menyaksikan klub kesayangan mereka bertanding. Para suporter yang tidak pergi kestadion pun tidak kalah antusias, mereka akan tetap seksama menyimak kesebelasan mereka bertanding melalui televisi maupun radio. Semua golongan masyarakat mulai dari pria, wanita, pelajar, mahasiwa, anak-anak, dewasa, satpam, pedagang, sampai golongan atas menyimak pertandingan kesebelasan kesayangannya. Suasana di stadion pun dapat dikatakan sangat bersahabat untuk ukuran sepakbola Indonesia. Sehingga tidak usah heran apabila para pemain juga akan berusaha menunjukkan kemampuan terbaik mereka di lapangan.

Prestasi klub pun lambat laun mengalami perbaikan. Sehingga Arema kemudian menjelma menjadi salah satu klub papan atas di Indonesia. Gelar juara pun sepertinya tinggal menunggu waktu, dan benar saja, pada tahun 2005 Arema berhasil menjadi juara di Copa Indonesia. Gelar juara ini pun berhasil mereka pertahankan pada bulan September tahun 2006 ini. Keberhasilan Arema dalam mempertahankan Copa pun mendapatkan antusiasme dari warga Malang. Hal ini mengakibatkan kota Malang yang tidak pernah macet , menjadi macet total karena lautan biru Aremania. Meskipun begitu arak-arakan dan perayaan keberhasilan ini dapat berjalan dengan tenang dan ’tidak menakutkan’ seperti yang lazim terjadi di Indonesia. Ya... klub Arema Malang dengan Aremania memang memberikan warna yang berbeda didalam persepakbolaan Indonesia.

Disaat klub lain masih mencari identitas, Arema telah berubah menjadi identitas, simbol, dan karakter bagi warga Malang yang bersahabat.

Gelang Giok Naga

"Sebuah novel yang memikat dalam segala aspeknya."-Andrea Hirata

Sejujurnya saya tertarik membeli novel ini karena membaca tanggapan dari penulis Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor diatas. Dan ternyata keputusan saya untuk membeli novel karya Leny Helena ini tidaklah salah. Novel ini memang benar-benar memikat, sarat pesan dan kaya makna.

Kisah di novel ini dibuka dengan penggambaran peranan naga dalam masyarakat Tionghoa. Naga dalam masyarakat Tionghoa selain berarti identitas juga merupakan pelindung sekaligus pembawa bencana yang harus diperlakukan secara arif. Diceritakan semenjak dinasti Han (300 SM) naga dijadikan lambang kekaisaran sebagai kekuasaan yang absolut dari seorang kaisar, bahkan kaisar-kaisar Cina dipercaya sebagai keturunan langsung dari naga. Ada empat sungai besar di Cina berasal dari empat naga berhati mulia yang ingin menyelamatkan manusia dari kelaparan karena kekeringan. Hujan tak kunjung turun, membuat keempat naga tersebut mengupayakan berbagai cara agar segera turun hujan. Namun setelah hujan turun, seorang Kaisar bernama Kumala murka, karena naga-naga tersebut tidak mendapat izin untuk menurunkan hujan ke muka bumi. Lalu, kepada dewa gunung kaisar Kumala meminta agar dewa gunung agar mencari empat gunung untuk memenjarakan keempat naga itu ke dalam perutnya. Keempat naga lalu mengubah diri mereka menjadi sungai yang mengalir dari ketinggian gunung ke arah lembah menuju arah timur dan akhirnya bermuara ke laut. Sejak itu, masyarakat Cina sering menyebut diri mereka sebagai keturunan naga.

Leny Helena juga tidak lupa menuliskan betapa Giok begitu berarti dibandingan dengan emas bagi masyarakat Cina seperti yang tertuang dalam salah satu halaman di novel ini "Emas memang berharga, tapi Giok tak terkira nilainya. Karena Giok laksana hikmat. Kecemerlangan dan kehalusannya melambangkan kemurnian yang utuh. Kesempurnaan struktur dan isi melambangkan kepastian dari pengetahuan; Sisi-sisinya yang tak terpahat, walaupun tajam, mewakili keadilan. Bunyi dentingannya yang bening dan panjang bergema menciptakan gita. Warnanya adalah kesetiaan; Guratan-guratannya bukanlah cela, ia hanya menuntut kejujuran; Pelangi yang dipantulkan membuat kita seakan memandang surga; Terlahir dari gunung dan air, ia adalah bumi; Ia adalah kesucian, dan penghargaan yang diberikan dunia merupakan kebenaran."

Cerita kemudian beralih ke tahun 1723. Dikisahkan Kaisar Jia Shi memiliki selir kesayangan yang bernama Lu Shan. Karena kecantikan dan pesonanya Lu Shan kemudian dipanggil Yang Kuei Fei (seorang selir legendaris yang pernah hidup tahun 700-an). Yang Kuei Fei yang merupakan selir kesayangan kaisar kemudian dihadiahi sepasang delang yang terbuat dari giok dengan hiasan naga emas di dalamnya.Masih pada tahun yang sama, Kaisar Jia Shi berencana memperluas daerah kekuasaannya hingga ke Korea. Rencana ini didukung oleh beberapa menteri dan jenderal, namun beberapa menteri lainnya menentang keinginan sang Kaisar karena mereka menganggap situasi di dalam negeri banyak yang masih harus dibenahi. Kasim Fu termasuk petinggi istana yang menentang rencana kaisar. Untuk itu ia membujuk Yang Kuei Fei untuk memata-matai dan membujuk Kaisar untuk membatalkan niatnya.

Namun malang, sebelum berhasil membujuk kaisar untuk membatalkan niatnya. Kaisar lebih dulu terbunuh karena diracun oleh seseorang. Karena takut dituduh sebagai pembunuh kaisar, Yang Kuei Fei yang saat itu sedang mengandung anak kaisar kemudian melarikan diri bersama Kasim Fu dengan membawa perhiasan miliknya termasuk Gelang Giok Naga pemberian sang kaisar.

Kisah lalu beralih ke tahun 1935. Dikisahkan gadis benama A Sui yang hendak dikawinkan dengan Kian Li yang merupakan pengusaha Cina di Batavia. Ditempat yang lain di Batavia, gadis lain yang bernama A Lin dijual oleh orang tuanya untuk dijadikan wanita penghibur. A Lin kemudian menjadi Nyai bagi seorang meneer Belanda yang bernama Cornel van der Beek dan memiliki anak kembar. Dan seperti umumnya Nyai, A Lin pun kemudian ditinggalkan oleh meneernya (sebuah fakta yang menarik, ternyata tidak semua Nyai orang pribumi). A Lin kemudian memutuskan untuk menikah dengan seorang Loi Kun dan menjadi pengusaha yang tersohor.

Berbeda dengan A Lin, kehidupan A Siu di Batavia tak berlangsung mulus, setelah kematian suaminya, A Siu hidup menderita dengan ketujuh anak-anaknya. Untuk menyambung hidupnya A Siu menggadaikan gelang giok naga pemberian ibunya pada salah seorang wanita Cina kaya di batavia. Dan wanita itu adalah A Lin.

A Lin dan A Sui tampaknya sudah ditakdirkan untuk tidak bisa akur, atau dalam istilah Cinanya mereka berdua itu Ciong. Oleh karena itu ketika Bun Kun (putra A Lin) menghamili dan akhirnya menikahi Sui Giok (putri A Sui) mereka tetap tidak bertegur sapa. Bahkan untuk mengetahui keberadaan gelang giok miliknya yang telah digadaikan, A Sui lebih memilih untuk meminta tolong kepada Swanlin (cucunya hasil pernikahan Sui Giok dan Bun Kun) memberitahunya jika melihat gelang tersebut daripada bertanya langsung ke A Lin.

Cerita kemudian beralih ke kehidupan Swanlin, mulai dari Swanlin kecil yang suka dikatai dengan sebutan rasialis yaitu 'Cina Celeng'. Sampai Swanlin dewasa yang memiliki pergaulan yang luas, aktif dalam kegiatan kampus, dan akhirnya menikah dengan pribumi. Sesekali A Sui dan A Lin juga masih muncul dalam mengiringi perjalanan Swanlin. Kisah dalam novel ini kemudian terus berlanjut dengan 3 wanita diatas (A Lin, A Sui, dan Swan Lin) sebagai tokohnya dan diakhiri dengan ending yang mengejutkan dan sangat menyentuh hati. Akhir yang benar-benar mengejutkan dan menarik....

Hmm... Tampaknya banyak sekali pesan yang terkandung dalam novel ini. Novel ini selain menyampaikan semangat eksistensi wanita dalam kehidupan, kehidupan sosio kultural masyarakat Tionghoa di Indonesia dari masa ke masa, pandangan keliru masyarakat terhadap etnis Tionghoa, juga otokritik terhadap etnis Tionghoa.... Benar-benar novel yang sarat makna...

Dan seperti yang dikatakan oleh Lan Fang di sampul belakang novel ini... "Aroma eksotika Cina menguar dari seluruh tubuh novel ini. It's really a novel about Chinese culture!"

Edensor: Ketika Mimpi Menjadi Nyata

Aku ingin hidup dengan puncak tantangan, terjal, halangan, batu granit kesulitan, dan marabahaya yang melesatkan andrenalin. Aku ingin menghirup berupa - rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti molekul uranium : meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ketempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun - gurun, menciut dicengkram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!

Itulah mimpi yang tertanam dalam diri Ikal yang tertuang di sampul belakang buku ini. Buku ini masih mengajak kita untuk berani bermimpi dan menggapai mimpi kita. Bukan membiarkan mimpi kita menjadi hanya sekedar khayalan. Karena sesungguhnya mimpi itu akan menjadi nyata kalau kita meyakininya dan hanya akan menjadi angan-angan jika kita menyerah kepada mimpi kita. Seperti juga yang diutarakan Arai, bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.

Edensor merupakan sekuel dari dua novel sebelumnya yang berjudul Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Laskar Pelangi mengisahkan tentang masa kecil ikal dan Sang Pemimpi bercerita tentang masa ikal merantau ke Jakarta dan usaha ikal untuk mewujudkan mimpinya. Sedangkan Edensor mengkisahkan masa kuliah Ikal di Sorbonne, Perancis dan bagaimana sebagian dari mimpi ikal di waktu kecil mulai terwujud.

Dalam novel ini kita masih menemukan kekhasan Andrea Hirata yang sangat hebat dalam bermetafora yang kaya akan diksi dan penuturan yang sangat komikal dan kocak tanpa kehilangan bobot dan filosofi.

Kisah dibuku ini dibuka dengan menceritakan tentang sosok Weh yang sangat malang. Pembaca yang pernah menikmati dua karya Andrea sebelumnya mungkin akan merasa pudar ekspektasinya untuk melanjutkan kisah yang seru dari sang pemimpi. Beruntung kisah kemudian bersambung dengan cerita yang kocak dan lucu tentang kelahiran Ikal dan perubahan nama Ikal berkali-kali. Bagaimana perjuangan Ibu Ikal agar bisa melahirkan tepat pada tanggal kelahiran PBB agar kelak Ikal bisa menjadi juru pendamai. Lalu ada pula kisah bagaimana nama Ikal yang sebelumnya pernah diberi nama Aqil Barraq Badruddin harus diganti karena dirasa memberatkan. Namanya diganti menjadi Wadudh, dan akhirnya diganti lagi menjadi Andrea Hirata.

Selanjutnya novel ini bercerita tentang bagaimana Ikal dan Arai berjuang untuk mewujudkan mimpinya di Paris. Ketika kuliah di Paris diceritakan bagaimana culture shock yang dialami Ikal, Arai, dan mahasiswa-mahasiswa didunia ketiga. Gegar Budaya ini dikisahkan dengan sangat kocak oleh Andrea yang bisa membuat kita tertawa tertiwi.

Selanjutnya novel ini banyak bercerita tentang pertaruhan Ikal dengan teman-teman kuliahnya untuk berkeliling Eropa sebagai backpackers dimana pemenangnya ditentukan dari banyaknya jumlah negara yang disinggahi. Bagi mereka yang suka melakukan perjalanan traveling ala backpacker kisah petualangan Ikal sebagai backpacker ini juga memberikan berbagai tips yang menarik seperti negara-negara mana yang menghargai para backpacker, fungsi baju second skin untuk mengatasi dingin, pengalaman bergaul dengan backpacker kanada, tempat-tempat tidur yang aman, dan lain-lain.

Novel ini selain mengkisahkan perjalanan Ikal sebagai backpaker juga mengkisahkan motivasi lain Ikal berkeliling menjelajah berbagai negara. Yaitu menemukan cinta lamanya sewaktu kecil, A Ling. Ia berusaha mencari A Ling melalui internet dan menemukan sejumlah tempat dimana terdapat nama Njoo Xian Ling. Dan tempat di berbagai negara itu lah yang menjadi tempat persinggahan Ikal dan Arai.

Secara keseluruhan Novel ini sangat memikat dengan gaya bahasa yang sangat indah, yang kadang membuat kita tertawa dan kadang membuat kita tersentuh. Novel ini jelas sangat layak untuk jadi penghuni rak buku kita karena novel ini memang sarat makna...

Laskar Pelangi: Ketika Pendidikan Menjadi Candu

Rabu (15/11/2006) waktu di Matos, saya iseng ke Gramedia untuk tanya novel Laskar Pelangi. Sebenarnya sih saya iseng doang, soalnya sehari sebelumnya saya baru telp ke Gramedia, dan katanya bukunya belum dateng...Tapi ternyata hari Rabu itu, dewi keberuntungan sedang berpihak ke saya... Novel yang saya cari baru saja datang!!!

Novel ini diawali dengan kisah di hari pertama sekolah, saat guru, orang tua murid, dan anak-anak cemas menanti jumlah anak memenuhi kuota sepuluh orang agar sekolah dapat diadakan pada tahun ajaran tersebut... Kecemasan ini akhirnya berubah menjadi suka cita saat Harun, seorang anak kecil yang terperangkap dalam badan orang dewasa, datang...

Cerita kemudian mengalir menceritakan tentang Ibu Muslimah dan Pak Harfan yang layak untuk disebut sebagai pahlawan sejati dalam dunia pendidikan. Kisah kemudian berlanjut menggambarkan anggota Laskar Pelangi yang terdiri dari Lintang yang super jenius, Mahar sang seniman, Sahara gadis yang judes, Kucai yang bercita-cita jadi politikus, Samson yang perkasa, Syahdan yang ingin jadi aktor, Akiong yang pengugup, Harun yang memiliki keterbelakangan mental, Trapani, pria yang tampan dan lembut, Borek si pengacau, Ikal yang merupakan tokoh yang bercerita dalam novel ini, dan belakangan Flo anak tomboy gedongan yang memutuskan untuk bergabung dengan Laskar Pelangi. Nama Laskar Pelangi sendiri berasal dari Ibunda Guru Muslimah, sebuah nama yang tepat karena keberagaman mereka...

Kesepuluh anggota awal Laskar Pelangi adalah anak-anak miskin yang tidak menyerah dengan keadaan mereka. Usaha mereka untuk belajar dan semangatnya agar tidak menyerah pada keadaan membuat gw jadi terharu. Bagaimana Lintang tidak pernah membolos kendati harus mengayuh sepeda sejauh 80 kilometer ke sekolah pulang pergi. Beberapa kali rantai sepedanya putus dan dia bahkan terpaksa berhadapan dengan buaya, tetapi semangat Lintang untuk sekolah tidak pernah padam.

Keseluruhan kisah Laskar Pelangi ini tersaji dengan sangat memikat. Kita akan dibuat tercenung, menangis dan tertawa bersama kepolosan dan semangat juang para Laskar Pelangi. Kisah paling mengharukan menurut saya dalam novel ini adalah ketika Lintang, murid paling pintar di Laskar Pelangi harus berhenti sekolah saat kelas 3 SMP karena ayahnya meninggal dan Lintang harus menanggung beban keluarga.

Novel ini juga merupakan potret buram dunia pendidikan dan kemiskinan di Indonesia. Dimana Kampung Melayu Belitong yang hidup dibawah garis kemiskinan dan hanya memiliki satu sekolah yang sudah reyot yang ironisnya ternyata hidup berdampingan dengan komunitas masyarakat gedong PN Timah yang hidup dengan segala kemewahan dan fasilitas yang lebih dari cukup.

Tak ada gading yang tak retak... Bagitupun dengan novel ini, ada beberapa hal yang dapat menggangu kita ketika membacanya. Diantaranya kurang jelasnya waktu kejadian suatu peristiwa dan banyaknya istilah latin dari spesies tumbuh-tumbuhan yang menjadi aksesori cerita yang membuat saya terkadang harus lebih cermat dalam membaca...

Tapi secara keseluruhan, novel yang dipersembahkan Andrea Hirata untuk guru SDnya di SD Muhammadiyah pulau Belitong ini sangat layak untuk dibaca. Karena novel ini sarat akan pesan moral.... bahwa kita tidak boleh menyerah pada keadaan... bahwa sistem pendidikan di negeri ini masih seperti enigma dan masih harus diperbaiki... bahwa pembangunan di negeri ini belumlah merata... dan yang pasti, masih banyak Lintang-Lintang lain di negeri ini. Masih banyak anak jenius yang tidak memiliki kesempatan...

Belajar Hidup Dari Sang Pemimpi

'Bermimpilah, karena tanpa bermimpi kamu tak akan pernah memiliki mimpi yang menjadi kenyataan'.

Minggu, 29 Oktober 2006, tiba-tiba HP saya berbunyi. Setelah saya lihat, ternyata Jati, salah satu sahabat terbaik dimasa kuliah, merekomendasikan untuk baca novel Ayat-Ayat Cinta karangan Habiburrahman El-Shirazy. Karena sudah pernah menikmati setiap lembar dari novel tersebut, saya pun mengatakan kalo saya sudah membaca novel itu dan ada untaian kata di novel itu yang sangat saya suka 'Ya Allah, letakanlah dunia ditangan saya dan bukan dihati saya'. Jati kemudian merekomendasikan saya untuk baca Laskar Pelangi. Penasaran dengan Laskar Pelangi, sabtu kemarin (4/6/2006), saya langsung berburu buku tersebut di Gramedia Matos, tapi sayang saya kehabisan... :( Tapi tidak lama kemudian, wanita penjaga counter di Gramedia Matos menawarkan sebuah buku, yang katanya merupakan bagian dari Tetralogi Laskar Pelangi, yang berjudul Sang Pemimpi. Karena sudah terbius dengan rekomendasi Laskar Pelangi dari Jati dan asumsi bahwa buku Sang Pemimpi nggak kalah keren dengan Laskar Pelangi karena pengarangnya sama, maka saya mengeluarkan sejumlah uang untuk menukarkan dengan sebuah buku yang berjudul Sang Pemimpi...

Begitu berada ditangan, buku sang pemimpi ini berhasil menghipnotis saya untuk terus membaca setiap mozaik dari buku ini hingga selesai. Sedikit terkesan komikal di awal-awal ketika memperkenalkan tokoh-tokoh utama dalam buku ini akan tetapi tanpa disadari saya cepat terbius ketika masuk ke mozaik-mozaik berikutnya.

Sang Pemimpi sendiri berkisah tentang masa remaja Ikal, Arai serta Jimbron dan bagaimana cara mereka menjalani hidup mereka yang berat dan berhasil mengalahkan beratnya hidup mereka. Ikal yang menjadi tokoh sentral dalam novel ini adalah Andrea Hirata sang seniman kata-kata, Arai adalah saudara Ikal yang cerdas, kreatif dan kadang liar, penuh dengan ide-ide nakal layaknya remaja, dan Jimbron meskipun gagap dan tidak terlalu cerdas, tetapi ia adalah anak yang ulet dan setia kawan. Kisah kehidupan mereka sendiri dituturkan dengan gaya penulisan yang kocak dan tidak jarang mengharukan pada mozaik-mozaik tertentu...

Dan seperti judulnya, Sang Pemimpi, buku ini mengisahkan tentang sekelompok anak yang berani bermimpi dan berjuang untuk mewujudkan dan mempertahankan mimpi mereka. Bagaimana Ikal yang sempat tak sanggup untuk bermimpi kemudian sadar dan kembali berusaha mewujudkan mimpinya setelah ia tidak berada di garda terdepan. Bagaimana perjuangan mereka mereka dalam menolak keputusasaan dan melawan ketidakberdayaan akan kemiskinan mereka. Bagaimana kekuatan cinta, persahabatan, dan pengorbanan mampu merubah hidup seseorang. Bagaimana cara mereka menerima nasib dan tidak menyerah kepada nasib. Seperti yang dikatakan Arai 'Kita tak kan pernah mendahului nasib!'. Dan bagaimana begharganya hidup untuk diperjuangkan.

Selesai membaca buku ini, saya jadi malu dengan Ikal, Arai, dan Jimbron. Mereka masih bisa tetap optimis dalam memperjuangkan mimpi mereka dan dalam memenangi hidup mereka meskipun kehidupan mereka yang sebenarnya begitu berat dan menyengsarakan.... Sedangkan saya.... Seringkali belum bisa setegar mereka :(