Presiden Soekarno, dalam pidatonya saat peringatan Hari Proklamasi 17 Agustus 1966 pernah mengatakan ‘Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’ atau populer dengan istilah Jas Merah. Melalui sejarah kita bisa mengetahui dan meniru keberhasilan dan kebaikan pendahulu kita di masa lampau dan menghindari melakukan kesalahan yang dilakukan oleh para pendahulu.
Sejarah pun seringkali tidak lepas dari cara pandang, latar pendidikan, dan subyektifitas penulisnya. Perbedaan sudut pandang tersebut terkadang membuat suatu topik atau tokoh yang sama bisa menghasilkan cara pandang yang berbeda. Contohnya dalam literatur sejarah Indonesia kita mengenal sosok JP Coen sebagai seorang penjajah yang menindas rakyat Indonesia , sedangkan dalam pandangan Belanda sosok yang disebutkan tadi adalah seorang pahlawan. Dalam beberapa hal, sejarah juga dapat dipengaruhi oleh pandangan dari suatu kelompok ataupun rezim yang mendominasi. Hal ini dapat dilihat dari kontroversi sejarah Indonesia yang didominasi oleh cara pandang rezim yang berkuasa. Bagaimana kontroversinya peristiwa supersemar dan bagaimana kisah Tan Malaka serta Soe Hok Gie berusaha untuk ditutupi adalah contohnya.
Begitu pun dengan sejarah peradaban dunia yang tidak lepas dari cara pandang penulisnya. Begitu mendominasinya barat dalam peradaban dunia dewasa ini membuat banyak literatur sejarah peradaban dunia cenderung lebih mengarah ke barat. Dalam banyak hal, mulai dari zaman filsuf yunani, zaman kegelapan, renaisans, hingga industrialisasi selalu digambarkan seakan-akan hanya baratlah pusat episentrum peradaban dunia dan belahan dunia lain hanyalah pelengkap yang dikisahkan dalam bab kecil peradaban dunia, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Banyak dari kita yang tidak tahu, kalau ternyata pada saat bangsa barat sedang berada dalam era kegelapan, ternyata dibelahan dunia lain terdapat peradaban yang begitu jaya dan maju. Dan peradaban itu adalah peradaban Islam.
Untuk mengimbangi sudut pandang sejarah tersebutlah Tamim Ansary mencoba mengupas peradaban dunia dari sudut pandang yang berbeda dengan barat… sudut pandang Islam. Melalui buku Dari Puncak Bagdad : Sejarah Dunia Versi Islam, Tamim mencoba mengisi kekosongan sejarah yang selama ini jarang dikisahkan dalam literatur sejarah dewasa ini. Tamim seolah mencoba merubah cara pandang barat tentang Islam serta memberi warna dan menambah khasanah keilmuan tentang sejarah peradaban dunia. Dengan penuturan yang terkesan seperti sedang bercerita sambil minum teh, Tamim mencoba menegaskan bahwa Islam juga memiliki pengaruh dalam sejarah panjang peradaban dunia.
Menurut Tamim, titik awal dari sejarah peradaban Islam sendiri dimulai sejak hijrah nabi dari Mekah ke Madinah yang merupakan tahun nol hijriah. Hijrah menandai terbentuknya ummah dalam membentuk peradaban baru di Madinah. Titik awal dari terciptanya peradaban Islam yang maju dan berkembang.
Kisah menarik terjadi pada saat Rasulullah SAW wafat, karena Rasulullah tidak meninggalkan wasiat mengenai siapa yang kelak menjadi pengganti beliau. Kebimbangan sempat melanda sahabat Rasul karena tidak ada mekanisme pemilihan pemimpin yang diwariskan. Dan dimulailah era Khaulafa Rasyidi yang terus berlanjut sampai zaman kejayaan peradaban Islam hingga memudarnya pamor kejayaan Islam.
Menarik ketika membahas hilangnya kejayaan intelektual Islam dari panggung dunia yang kemudian tertutup oleh khazanah intelektual barat yang tercipta melalui arus renaisans. Tokoh-tokoh intelektul muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Jabar muncul dan berkibar pada saat imperium Islam sedang memudar dan pada era setelahnya Isaac Newton, A.G Bell dan ilmuwan barat bermunculan pada saat kebangkitan barat. Hal itulah yang pada akhirnya membuat gaung Ilmuwan Muslim yang merupakan perintis pengetahuan modern tertutup oleh para tokoh intelektual barat.
Menarik juga ketika membahas runtuhnya kejayaan Islam. Karena hal ini tidak disebabkan oleh kekuatan militer, akan tetapi disebabkan oleh perdagangan, perebutan emas, dan perpecahan di tubuh umat Islam itu sendiri, yang akhirnya menggerogoti kejayaan Islam.
Tamim Ansary, penulis buku ini, sendiri lahir di Afghanistan dan bermukim di San Fransisco. Melalui buku ini Tamim seakan ingin membuka mata dunia tentang peradaban Islam yang selama ini hanya mendapat porsi kecil dalam literatur sejarah barat. Sepertinya buku ini sengaja disusun oleh Tamim untuk mengoreksi pandangan barat tentang Islam dan dihadirkan untuk konsumsi barat.
Kehadiran buku ini cukup baik dalam menambah khasanah literatur sejarah dunia. Akan tetapi buku ini juga tidak bebas dari sudut pandang tertentu, penulis yang tumbuh dan besar dalam lingkungan sekuler membuat buku ini terkesan sekuler dari gaya penulisan dan sudut pandang penulis ketika menceritakan berbagai kisah di buku ini. Penulis sepertinya berusaha untuk obyektif dalam menuliskan buku ini dengan mengambil beberapa literatur Islam, Barat, dan bahkan Syiah. Akan tetapi campur aduk literatur tersebut justru membuat saya seringkali mengernyitkan dahi dalam membaca buku ini, karena beberapa hal yang kurang sesuai dengan apa saya pelajari saat ini. Seperti ketika dalam membahas kekurangan khaulafa rasyidin yang sepertinya bercampur dalam sudut pandang aliran tertentu. Kehadiran buku ini sungguh membuat hasrat saya untuk belajar sejarah Islam tergugah, karena sisi sekuler dan campur aduk paham dalam buku ini membuat saya ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi karena saya meyakini pasti ada kekeliruan dari buku ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar