Jumat, 22 April 2011

Ranah 3 Warna

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
– Imam Syafii -

Selayaknya perjalanan hidup yang terus berjalan seiring dengan waktu, begitu pun dengan kehidupan Alif Fikri yang tetap berjalan seiring dengan pertambahan usia. Alif yang dalam Negeri 5 Menara masih menuntut ilmu di Pondok Madani, sekarang telah mengkhatamkannya dan kembali ke kampung halaman. Meskipun telah khatam dari PM, Alif masih menyimpan hasrat yang terpendam, menjadi penerus Habibie! Untuk itu ia bertekad agar dapat lulus dan mengenyam pendidikan di ITB, kampus yang juga ia impikan. Akan tetapi, sebagai lulusan pesantren yang tanpa ijazah, ternyata jalan yang harus ditempuh untuk mencapai apa yang ia inginkan sungguh berliku, mulai dari harus lulus dari ujian persamaan sampai lulus UMPTN.

Sempat frustasi dan tertatih-tatih karena kesulitan mengejar materi ujian persamaan, semangat Alif kembali menjulang setelah terinspirasi kemenangan timnas Denmark di Piala Eropa tahun 1992. Denmark yang sangat tidak diperhitungkan karena lolos dengan predikat ‘pengganti’ ternyata mampu mengguncang dunia dengan menjadi kampiun di benua biru saat itu. Dengan semangat dinamit Denmark akhirnya ujian persamaan berhasil dilangkahinya meskipun dengan nilai yang agak pas-pasan. Menyadari memiliki kelemahan dalam ilmu pasti, Alif akhirnya banting setir ke Jurusan Hubungan International, karena ingin memenuhi hasratnya yang lain… menguasai banyak bahasa. Untuk itu alif harus kembali berjibaku dengan berbagai bahan UMPTN. Dan hasilnya ternyata tidak sia-sia, karena Alif berhasil menjadi salah satu peserta yang berhasil lulus.

Untuk kedua kalinya, Alif akhirnya kembali merantau, setelah sebelumnya merantau ketika mondok, sekarang Alif akan merantau untuk mengejar hasratnya menjadi penguasa bahasa. Dengan bekal dari motor honda bebek tahun 70 milik ayahnya yang telah dijual dan sepasang sepatu hitam pemberian ayahnya, petualangan pun dimulai. Tujuan pertama Alif adalah kos Randai karena Alif akan menumpang hidup di kos sahabat sekaligus kompetitor utamanya itu.

Hidup di bandung ternyata tidak semulus dan seindah yang dibayangkan, apalagi setelah Ayahanda tercintanya meninggal dunia. Sempat terpukul hingga semangatnya terjerembab ke titik paling bawah, Alif akhirnya meneruskan perjuangannya setelah mendapat beberapa pencerahan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kuliah serta memberikan sedikit kiriman ke kampung halaman, Alif pun mulai berjualan dari pintu ke pintu dan mengajar les. Akan tetapi ternyata hidup seringkali tidak linear dengan harapan kita. Buah dari segala ikhtiar yang ia kerjakan bukan hanya belum sesuai dengan yang diharapkan akan tetapi ikhtiar tersebut malah membuat tubuh Alif menjadi hancur lebur, fisiknya menurun hingga akhirnya menderita Typhus.

Kesungguhan Alif dalam berikhtiar yang tak kunjung membuahkan hasil, pada akhirnya membuatnya tersadar bahwasanya Man jadda wajada saja tidaklah cukup, karena jarak antara kesungguhan dan hasil tidak pernah kita ketahui. Terkadang membutuhkan waktu satu detik, kadang dalam hitungan bulan, dan bahkan kadang berpuluh tahun. Eureka!! Dalam perenungannya tiba-tiba ia teringat akan pepatah arab lain yang diajarkan di PM, yaitu Man shabara zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung. Karena untuk mengisi antara kesungguhan dengan hasil memang membutuhkan kesabaran. Sabar yang aktif, sabar yang gigih, sabar yang tidak menyerah, dan sabar yang penuh dari pangkal sampai ujung yang paling ujung. Peribahasa inilah yang kemudian memompa kembali semangat Alif.

Dan ditengah kesabaran itulah Alif akhirnya menyadari, kalau panggilan jiwanya ternyata bukanlah di jalur perniagaan meskipun ia minang tulen, akan tetapi dalam hal tulis menulis dengan merangkai kata-kata menjadi makna. Untuk itu memperdalam ilmu penulisannya, Alif pun kembali kepada Togar dan memintanya kembali menjadi mahagurunya dalam hal merangkai kata, hingga akhirnya satu demi satu dari tulisan Alif mendapatkan apresiasi dan dimuat di surat kabar.

Man Shabara Zhafira ternyata memang bertuah, kesabaran yang aktif memang mendatangkan keberuntungan. Dalam perjalanan, secara tidak sengaja Alif bertemu dengan Asti yang pada akhirnya membuka jendela informasi Alif akan adanya pertukaran pelajar antara Indonesia dengan negara lain. Alif pun kemudian mulai mencari informasi tentang pertukaran pelajar tersebut,hingga akhirnya pendaftaran pertukaran pelajar tersebut dibuka, Alif pun segera mendaftar dan akhirnya lulus ujian tertulis.

Setelah ujian tertulis, setiap peserta diminta untuk menampilkan kelebihan yang dimiliki. Berdasarkan kisi-kisi yang berhasil ia dapatkan, ternyata kelebihan yang disenangi adalah yang berkaitan dengan seni dan budaya. Ketika menyadari kalau ia kurang berbakat dalam hal seni dan budaya, tiba-tiba ia teringat dengan jurus golok kembar Kiai Rais. Dimana Kyai Rais membawa 2 golok ke dalam aula, tempat para santri berkumpul. Kyai Rais lalu mengayunkan golok tajam secara serampangan, tidak fokus, ke arah bambu. Akibatnya, bambu itu tidak pernah putus. Selanjutnya, Kyai Rais mengayunkan golok yang tumpul ke arah bambu dengan sungguh-sungguh dan fokus. Sambil berkeringat dan mengeluarkan tenaga ekstra akhirnya bambu tersebut putus. Hingga akhirnya ia mendapatkan semangat baru bahwa dengan bersungguh-sungguh dan fokus maka keberhasilan pasti datang seperti yang digambarkan dengan golok tumpul.

Meskipun kurang mendapatkan apresiasi dalam penampilan seni dan budaya, Alif akhirnya berhasil lolos dengan menjual kelebihannya dalam seni mengolah kata menjadi makna. Alif pun akhirnya berhasil mewujudkan impiannya ke Kanada. Di Kanada, seperti kutipan kata-kata Imam Syafii diatas, Alif akhirnya bertemu dengan teman baru dan petualangan baru. Petualangan yang membuat semangatnya menggebu-gebu karena bertekad untuk memenangkan medali sebagai peserta terbaik.

Banyak kisah yang menarik semasa ia di Kanada. Mulai dari taktik, strategi, dan kesabaran Alif untuk mendapatkan waktu wawancara dengan tokoh pro dan kontra referendum Quebec yang ternyata tak semudah diangan. Wawancara dengan Lance Kapatuak, seorang Indian pemandu berburu dan bagaimana Alif dengan cerdasnya mencoba menutupi ironi berburu di Indonesia dengan olahraga berburu kandiak di kampung halamannya. Kisah romansa Alif dengan gadis pujaan hatinya yang baru. Serta bagaimana meriahnya pertunjukkan seni yang dilakukan para duta budaya bangsa.

Secara umum buku ini tidak kalah menarik dibandingkan dengan Negeri 5 Menara. Man Shabara Zhafira benar-benar mendapatkan porsi yang ideal di buku ini, hingga kita dibuat sadar bahwasanya kesungguhan yang ditambah dengan kesabaran pada akhirnya akan menjadikan kita berhasil dan beruntung. Novel ini juga berhasil membuat saya sering berpikir kalau Alif Fikri adalah pengejewantahan dari Ahmad Fuadi dalam hal nyata, mulai dari kisah petualangan Alif di novel ini hingga kesamaan inisial diantara mereka. Dan ketika mengkhatamkan buku ini, Ahmad Fuadi juga berhasil memaksa saya untuk mengamalkan Man Shabara Zhafira dalam menunggu kelanjutan kisah selanjutnya dari novel ini...

Selasa, 19 April 2011

Negeri 5 Menara

Setelah sebelumnya saya mencoba memaknai Man Jadda Wajada, tak lengkap rasanya apabila tidak mengupas sebuah novel menarik yang tidak sengaja saya temukan ketika mencoba mencari makna Man Jadda Wajada. Sebuah novel karya A. Fuadi yang berjudul Negeri 5 Menara karena novel ini bisa dikatakan sebagai pengejentawahan dari Man Jadda Wajada dalam bentuk kisah dan untaian kata yang memikat hati. Sebenarnya sudah cukup lama saya mengkhatamkan novel ini, sekitar awal tahun 2010, sehingga mungkin ada beberapa detail novel ini yang saya lupa, meskipun begitu saya akan mencoba mengumpulkan kepingan ingatan saya terhadap novel ini dan merajutnya kembali dalam resensi saya.

Novel ini berkisah tentang seorang putra minangkabau yang bernama Alif Fikri yang bermimpi untuk menjadi penerus BJ Habibie dan berhasrat untuk masuk ke bangku SMA guna mewujudkan mimpinya. Akan tetapi hasrat tinggalah hasrat ketika Alif dihadapkan pada pilihan sekolah agama atau mondok di pesantren. Sebuah pilihan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya karena sang ibu menginginkan Alif menjadi sosok intelektual religius seperti Buya Hamka dan keterbatasan ekonomi keluarga. Hati Alif sempat berkecamuk, yang diantaranya karena merasa dijauhkan dari cita-citanya dan rasa gengsinya terhadap Randai, sahabat sekaligus kompetitor abadinya, yang membuatnya berada dipersimpangan. Sekian waktu Alif berada di persimpangan, sampai akhirnya dengan terpaksa ia menerima pilihan untuk mendalami ilmu agama.

Perjalanan pun dimulai... Dengan menggunakan bus selama tiga hari tiga malam akhirnya tiba jugalah ia disebuah pondok, Pondok Madani (PM) namanya. Alangkah terkejutnya Alif ketika mendapati fakta harus melewati serangkaian tes untuk dapat menembus pondok ini. Masuk pesantren melalui tes, hal yang lagi-lagi tidak pernah terbayangkan dalam benak Alif. Nasi sudah menjadi bubur, Alif pun berusaha sebaik mungkin agar dapat mengenyam pendidikan di PM. Dan hasilnya.. Alif lulus dan diterima. Dan lembar demi lembar petualangan di Pondok Madani pun dibuka…

Di kelas hari pertamanya, Alif seakan tersihir oleh mantra sakti mandraguna yang disampaikan oleh Ustad Salman dalam suatu orasi yang menggetarkan jiwa, Man Jadda Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Sebuah kalimat yang begitu membekas dan sangat memotivasi Alif.

Di PM, Alif bertemu dengan sahabat baru, Raja dari Medan, Atang dari Bandung, Dulmajid dari Sumenep, Said dari Surabaya, dan Baso dari Gowa yang dipersatukan oleh hukuman jewer dan menjadi Jasus, siswa intelejen pesantren yang bertugas mencari pelanggar peraturan. Para sahabat ini memiliki kebiasaan duduk dan berdiskusi di Menara PM, yang karenanya menamakan kelompok mereka sebagai Sahibul Menara. Diantara diskusinya adalah tentang keinginan masa depan mereka sambil menatap lembayung awan yang beriringan, Alif melihat sebuah awan seperti Benua Amerika, Atang melihat awan itu seperti Benua Afrika, Raja berpendapat bahwa awan itu adalah Benua Eropa, Baso melihat awan itu seperti Benua Asia, sedangkan Dulmajid dan Said menganggap bentuk awan itu sebagai duplikat Indonesia. Dan sepertinya atas cita-cita ke enam sahabat itulah buku ini diberi judul Negeri 5 Menara, yang mewakili negara/benua yang mereka representasikan. Hari demi hari dilalui para sahibul menara di PM, banyak pengalaman mereka alami, mulai dari yang manis hingga yang paling getir, saat Baso harus meninggalkan PM menjelang ujian terakhir karena neneknya sakit.

Keras dan disiplinnya kehidupan di PM yang seperti di kuil Shaolin, benar-benar menjadikan Alif menjadi pribadi yang tangguh, meskipun terkadang kebimbangan dan hantu masa depan masih suka menghampirinya. Akan tetapi ketika ia ingat Baso dan Man Jadda Wajada kebimbangan itupun sirna menjadi semangat dan kesungguhan.

Banyak kisah yang menarik dan ide-ide nakal nan cerdas ala pesantren yang tertuang di novel ini mulai dari tips & trik bagaimana agar tidak kena antrian panjang saat makan, mandi, dan mencuci, bagaimana lobi cerdas Dulmadjid agar santri dapat izin menonton pertandingan bulutangkis, pengalaman mendebarkan dan mencekam saat meronda, hingga perjuangan Alif untuk mendapatkan foto Princess of Madani yang dielu-elukan santri di PM.

Buku ini adalah buku yang sangat menarik, pesan Man Jadda Wajada yang menjadi jargon buku ini benar-benar dituturkan dalam kisah yang menarik dan indah yang membuat kita enggan untuk meninggalkan buku ini sebelum benar-benar habis. Buku ini juga berhasil mendobrak gambaran pesantren yang banyak melekat di masyarakat. Citra pesantren yang selama ini diasumsikan kaku dan tempat pendidikan anak-anak nakal benar-benar dikikis habis. Karena kita akan menjumpai pesantren yang didalamnya terdiri dari sosok unggul yang masuknya harus melalui tes ketat dan didalamnya terdiri dari kurikulum yang bermutu. Pesantren yang tidak kaku dan penuh romansa. Meskipun begitu buku ini tidak melulu cerita tentang pesantren, karena buku ini juga menonjolkan tentang kesungguhan, perjuangan, dan persahabatan.

Senin, 18 April 2011

Man Jadda Wajada

Sekitar akhir tahun 2009 yang lalu, ketika saya baru mutasi ke Muara Bungo, atasan saya pernah mengatakan kepada saya, ‘Man Jadda Wajada vid’. Saya yang ketika itu tidak tahu apa artinya kontan bertanya kepada beliau,’Maksudnya apa mas? Aku nggak tau artinya’. Beliau pun kemudian mengatakan ke saya ‘Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Itu pepatah Arab. Coba pahami dan renungi maknanya’. Terus terang ketika itu saya cukup malu dengan beliau dan diri saya sendiri, bagaimana mungkin saya yang terlahir sebagai muslim, pernah belajar mengaji dan sedikit bahasa arab akan tetapi tidak tahu makna kalimat tersebut. Sementara atasan saya yang non muslim malah meminta saya untuk memaknai kalimat tersebut. Oleh karena itu, selesai berbincang dengan beliau, saya langsung bergegas untuk mencari tahu makna dari kalimat tersebut.

Man Jadda Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil. Kalimat ini memang sederhana, akan tetapi semakin saya renungi dan semakin saya coba untuk pahami, maka semakin yakin juga saya akan kebenaran kata-kata tersebut. Keberhasilan memang membutuhkan kesungguhan dan kerja keras, seperti yang pernah diajarkan ketika sekolah dulu, rizki didapatkan dengan kerja keras, kegagalan umumnya disebabkan karena kemalasan, dan jangan pernah mengharapkan keajaiban jika tidak berusaha. Hal ini juga sesuai dengan apa yang Allah SWT janjikan dalam Surat Ar-Rad ayat 11, ‘Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri ‘.

Ketika kita dihadapkan pada kesulitan atau ketika kita dihadapkan pada tuntutan yang luar biasa, mungkin tidak jarang kita berpikir dan mengeluh ‘kenapa berat sekali?’ ‘saya sepertinya tidak mampu’ ‘harusnya si A karena lebih berpengalaman’ ‘tapi saya…’ dan hal lainnya. Tapi apakah dengan mengeluh semua persoalan serta merta langsung hilang bersamaan dengan keluhan kita? Ketahuilah sahabat, kalau Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya , seperti yang tertuang dalam Al Baqarah ayat 286.

Yakinlah dengan kemampuan yang kita miliki, jangan merasa lebih rendah dari orang lain dan jangan merasa tidak mampu sebelum berusaha. Jika anda meyakini tidak ada kemudahan yang kekal, maka yakinilah kalau tidak ada kesulitan yang kekal juga. Jangan pernah mau tenggelam dalam kesulitan dan jangan bermalas-malasan, karena bermalas-malasan tidak akan mengubah hidup kita. Jangan lihat segala sesuatu dengan kacamata negatif, karena anda hanya akan melihat kesulitan dengan kacamata tersebut. Gantilah dengan kacamata positif, agar anda dapat berpikir dengan jernih dan melihat harapan sekecil apapun itu.

Pepatah arab juga mengatakan biqadri maa ta’tanii tanaalu maa tatamannaa, sebesar kemauanmu sebesar itu pula yang kau dapatkan. Ya.. semua berawal dari pikiran positif dan cita-cita kita yang oleh Stephen Covey diistilahkan begin in the end in mind. Bergegaslah kepada apa yang kita inginkan dengan membuatlah perencanaan sebaik mungkin, berusahalah untuk menggali potensi dan kemungkinan yang ada, jika anda bilang tidak memiliki potensi dan peluang, kemungkinan ada yang salah dalam perencanaan atau bahkan pikiran anda, karena anda pasti memiliki potensi yang belum tentu dimiliki orang lain. Setelah itu cobalah untuk menyalurkan dan menunjukkan semua potensi yang ada sambil melatihnya dengan konsisten. Berusahalah untuk menciptakan momentum, jangan tunggu momentum datang, karena kita tidak akan pernah tahu kapan momentum itu datang jika tidak pernah berusaha menciptakannya. Selanjutnya berusahalah untuk mengelola pekerjaan dan waktu anda agar lebih efisien dan efektif. Untuk mengelola pekerjaan dan waktu kita memang membutuhkan kedisiplinan dan konsistensi, maka berusahalah untuk disiplin terhadap apa yang telah kita rencanakan sebelum orang lain atau bahkan kompetitor yang mendisiplinkan kita.

Jika anda sudah berusaha, namun apa yang kita pikirkan dan rencanakan belum juga terwujud, maka bersabarlah, tetaplah untuk berusaha, dan jangan pernah berhenti. InsyaAllah, jika kemauan kita benar maka jalan menuju apa yang kita harapkan akan terbuka cepat atau lambat, seperti yang dikatakan pepatah arab lainnya, idza shadaqal ‘azmu wadhahas-sabiilu. When there is a will there is a way, kata pepatah barat modern. Jangan pernah mengaharapkan keajaiban jika kita tidak terus berusaha. Thomas Alva Edison menemukan lampu pijar setelah sekian ratus kali percobaan, Kolonel Sanders menemukan resep ayam goreng setelah sekian ribu kali, Siti Hajar menemukan air zam-zam untuk Nabi Ismail, putranya, setelah berlari-lari bolak balik dari bukit shafa ke bukit marwah berkali-kali, atau yang paling anyar Liverpool FC meraih juara Liga Champion Eropa tahun 2005 setelah nyaris tanpa harapan dan tertinggal 3-0 dari AC Milan dibabak pertama. Bayangkan apa yang terjadi jika mereka semua menyerah dengan keadaan. Mungkin kita masih hidup dalam kegelapan karena tidak adanya lampu, mungkin kita tidak akan pernah merasakan ayam goreng KFC, mungkin Nabi Ismail akan meninggal karena kehausan, dan mungkin AC Milan lah yang akan menjadi juara Liga Champion ketika itu.

Jika suatu saat apa yang anda pikirkan dan rencanakan sudah berhasil anda dapatkan, janganlah lupa untuk bersyukur, jangan juga bersikap sombong apalagi takabur atas pencapaian kita, dan tetaplah berusaha untuk selalu menghargai orang lain. Karena semua kita dapatkan atas kuasa Sang Khalik dan mungkin tidak sedikit atas bantuan orang lain tanpa kita sadari. Jangan juga cepat berpuas diri atas apa yang berhasil kita raih sehingga membuat kita terlena pada zona nyaman. Ingat, tidak ada kesulitan dan kemudahan yang kekal. Zaman terus berubah dan siapa yang sanggup mengikuti perubahanlah yang akan bertahan menjadi pemenangnya. Oleh karena itu gali terus kemampuan dan potensi yang kita miliki, evaluasi setiap proses yang kita lakukan, dan teruslah belajar untuk lebih baik lagi.

Semoga dengan itu, kita menjadi manusia yang tangguh dan tidak mudah menyerah dalam segala situasi. Sehingga kita selalu bersinar terang, bahkan jika memungkinkan paling terang, seperti indahnya bintang di langit luas dan bukan sebagai bulan yang memantulkan pesona bintang. Karena meskipun bulan terlihat, tetap saja yang paling bersinar adalah bintang. Semoga…

Sabtu, 16 April 2011

Shaf Selurus Anak Panah

Luruskan shaf-shaf, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan sholat. Dalam setiap sholat berjamaah pesan yang tertuang dalam HR Muslim itu seringkali diucapkan imam sebelum memulai sholat. Tidak jarang Imam tersebut membalikkan badannya untuk memastikan sekeliling apakah shaf sudah lurus atau belum. Akan tetapi tidak jarang juga makmum yang ketika diminta meluruskan shafnya terkesan acuh tak acuh. Saya pun beberapa kali mendapati hal tersebut sebagai makmum, ketika shalat akan dimulai terkadang disebelah kanan atau kiri saya kurang rapat, dan ketika saya mengajak makmum disebelah saya untuk merapatkan shaf, makmum tersebut hanya tersenyum dan mengangkat tangan seperti ingin mengatakan, ‘tidak saya disini saja’.

Dalam pemikiran saya, sepertinya ada beberapa sebab yang membuat shaf tidak lurus dan rapat. Pertama, makmum tersebut tidak mengetahui pentingnya lurus dan rapatnya shaf. Kedua, imam kurang memperhatikan barisan shaf yang ada dibelakangnya, karena meskipun imam seringkali mengumandangkan agar shaf diluruskan dan dirapatkan, akan tetapi imam tersebut menyampaikan tanpa melihat ke makmum. Ketiga, karpet yang berbentuk seperti sajadah yang terkadang membuat makmum menjadi terkapling-kapling berdasarkan sajadah yang tergambar yang pada akhirnya membuat shaf menjadi renggang. Disini saya tidak hendak mengatakan kalau karpet berbentuk sajadah tidak baik, insyaAllah saya yakin maksud pembuatan karpet tersebut adalah untuk tujuan yang baik, akan tetapi mungkin pemahaman ummat akan pentingnya kelurusan shaf yang masih belum menyeluruh yang membuatnya menjadi berkapling-kapling.

Tahukah anda kalau meluruskan dan merapatkan shaf adalah suatu hal yang penting? Begitu pentingnya sampai-sampai Rasulullah SAW selalu meminta ummat untuk meluruskan dan merapatkan shaf dan bahkan terkadang memeriksa sendiri kerapatan dan kelurusan shaf seakan-akan Beliau sedang meluruskan anak panah. Dalam HR Muslim dan HR Abu Dawud, shaf yang tidak lurus bisa menyebabkan hati berselisih dan berseteru. Sedangkan dalam HR Bukhari dan Muslim, shaf yang tidak lurus bisa mengakibatkan Allah akan memalingkan antara wajah-wajah kita. Ketika saya sekolah, Ustad saya pernah menjelaskan kalau setan akan mengisi celah yang kurang rapat. Mereka akan berusaha membuat hati menjadi saling berselisih dan jauh antara satu dengan lainnya agar senantiasa tidak dapat bersatu, agar kaum muslimin tidak mampu memberantas madzhab-madzhab yang menyimpang dan keyakinan-keyakinan yang menyeleweng. Oleh karena itu lurusnya shaf sangat ditakuti setan.

Bagaimana caranya agar shaf bisa lurus dan rapat?

Sebagai Imam, Rasulullah SAW mencontohkan dengan berjalan di antara shaf-shaf untuk meluruskannya dengan tangannya dari shaf pertama sampai terakhirnya. Mungkin anda kemudian bertanya, bagaimana apabila ummat semakin banyak? Ketika manusia semakin banyak di masa Khalifah Umar bin Khaththab, Umar pun memerintahkan seseorang untuk meluruskan shaf apabila telah dikumandangkan iqamah. Apabila orang yang ditugaskan tersebut telah datang dan mengatakan, ‘Shaf telah lurus’ maka Umar pun bertakbir untuk memulai shalat. Demikian juga yang dilakukan oleh Khalifah Utsman bin Affan.

Berdasarkan contoh diatas, maka hendaknya imam shalat punya perhatian yang besar dalam meluruskan shaf Rasulullah SAW dan Khalifah melakukannya. Dimana beliau sampai-sampai meluruskan sendiri dengan kedua tangan beliau atau meminta orang untuk memeriksa kelurusan shaf. Bukan hanya dengan himbauan yang bahkan terkadang sambil membelakangi makmum dan menghadap kiblat.

Dari sisi makmum, dalam HR Abu Daud, kita diminta untuk meratakan bahu, menutupi celah, dan bersikap lunak terhadap tangan saudara kita yang hendak meluruskan shaf. Kemudian kita diminta untuk mengisi shaf paling depan yang masih kosong, seperti yang diriwayatkan dalam HR Muslim, ‘Bahwa Rasulullah SAW pernah melihat ada sebagian sahabatnya tidak mau maju ke shaf yang pertama, maka beliau bersabda: ‘majulah serta ikutilah aku dan hendaklah orang yang dibelakangmu mengikuti pula kepadamu. Suatu kaum yang selalu dibelakang akan dibelakangkan pula oleh Allah Azza Wajalla.’ Dalam hadist lain dari Jabir bin Samurah yang juga diriwayatkan Muslim, Rasulullah juga bersabda ‘Tidakkah kalian berbaris sebagaimana malaikat berbaris di sisi Rabbnya?’ Maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana malaikat berbaris di sisi Rabbnya?’ Beliau bersabda, ‘Mereka menyempurnakan shaf-shaf pertama dan mereka rapat dalam shaf.

Mengenai siapa yang sebaiknya berada dibarisan paling depan, Rasulullah SAW juga sudah memandu dengan sangat jelas dalam HR Muslim '… Hendaklah yang tepat di belakangku adalah orang yang dewasa yang memiliki kecerdasan dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka, kemudian orang yang sesudah mereka.' Berdasarkan hadist diatas maka dapat disimpulkan kalau sebaiknya yang berdiri di belakang imam adalah orang yang sudah dewasa dan mempunyai ilmu dan kecerdasan. Karenanya anak-anak yang belum baligh atau orang-orang yang tidak punya ilmu agama, tidak berada di belakang imam, kecuali jika tidak ada orang yang shalat selain mereka.

Demikian sedikit hal mengenai pentingnya lurus dan rapatnya shaf, semoga kita dapat mengamalkan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW dan Khalifah. Dan semoga kita dimasukkan kedalam golongan hamba yang tidak berselisih, tidak terbelakang, dan khusyuk sholatnya.

Selasa, 12 April 2011

Kencur Pembunuh Batuk

Sudah sekitar 10 hari lebih saya batuk-batuk. Tak kurang dari 2 botol obat batuk dan beberapa obat lain saya habiskan akan tetapi sang batuk masih senang, terkesan posesif, dan enggan pergi dari tenggorokan saya. Entah hal menarik apa yang terdapat dalam rongga mulut ini sehingga membuat batuk jatuh cinta kepadanya. Sampai dua hari yang lalu, ketika saya pulang ke rumah orang tua setelah review, sang batuk akhirnya mulai memalingkan cintanya dan pergi dari tenggokan saya.

Melihat putranya diganggu oleh batuk, orang tua saya membuat sebuah minuman mujarab berbahan baku dari kencur, ya... kencur... Dan hasilnya sungguh mujarab. Alhamdulillah, batuk pun segera pergi dari kerongkongan tercinta. Selidik punya selidik, ternyata sebelum saya sudah ada 2 keponakan saya yang merasakan saktinya kencur terhadap batuk, yaitu Akmal dan Kiarra. Sekian waktu batuk menggerogoti mereka hingga datanglah kencur untuk mengusirnya.

Kencur merupakan suku tumbuhan Zingiberaceae dan digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat yang tumbuh subur didataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Rimpang atau rizoma tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan. Si kecil serbaguna ini dapat dipakai sebagai bahan baku jamu (obat tradisional), fitofarmaka, industry kosmetika, penyedap makanan dan minuman, rempah, serta bahan campuran saus rokok kretek.

Bagaimana sehingga kencur bisa menaklukkan batuk. Saya akan berbagi rahasianya kepada anda. Yang anda butuhkan sekarang adalah 3 ruas jari kencur dan 1 sendok teh madu. Cara meraciknya adalah: 1, Cuci bersih kencur sambil dikerok kulitnya yang hitam. 2, Parut kencur tersebut. 3, Setelah diparut, parutan kencur ditambah air matang dua sendok makan sambil diremas-remas. 4, Saring hasil remasan parutan tadi. 5, Beri madu lalu ratakan madu dengan air hasil saringan tadi. 6, Kencur siap diminum dengan tidak lupa membaca doa. InsyaAllah anda akan merasakan manfaatnya juga.

Sabtu, 09 April 2011

Berkunjung Ke Tanah Batak

Seperti yang sudah kami rencanakan 2 hari sebelumnya, hari sabtu awal april itu kami berencana untuk plesir ke Danau Toba. Sekitar jam 10 pagi, perjalanan kami menuju tanah batak dimulai dari Rantau Prapat, untuk kemudian melintasi Asahan, Batubara, Simalungun, Siantar, hingga akhirnya ke Tobasa, yang jika ditempuh tanpa berhenti akan memakan waktu 5-6 jam. Sawit yang membentang dari kebun satu ke kebun lain menghampar di sepanjang perjalanan dari Rantau Prapat hingga Batubara. Baru ketika memasuki Perdagangan, satu-dua hutan karet mulai terlihat di tepi jalan.

Ketika memasuki Siantar, yang berjarak sekitar 128 KM barat daya kota Medan, kami langsung bergegas ke destinasi pertama kami, Patung Dewi Kwan Im yang terdapat di Vihara Avalokiteswara. Patung ini sangat menarik karena dengan tinggi 22.8 meter, membuat patung dewi kasih sayang ini menjadi Patung Dewi Kwan Im tertinggi dan termegah di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara. Begitu tingginya membuat keanggunan patung ini langsung terlihat ketika kami akan memasuki komplek vihara. Nuansa Cina benar-benar terasa di vihara ini, mulai dari patung 12 shio yang terdapat di dekat tempat parkir, kuil, hingga patung Dewi Kwan Im yang dikawal 4 pengawal berbadan kekar dan 2 lonceng disekitar sang dewi.

Selesai dari Kuil tersebut, perjalanan kami lanjutkan ke destinasi utama, Danau Toba!! Dan setelah sekitar 1 jam perjalanan dari Siantar, akhirnya kami sampai di Danau Toba, danau terbesar di Indonesia dengan pemandangan yang menakjubkan membentang di hadapan. Kemudian kami mencoba keliling danau sejenak sebelum menuju hotel untuk bermalam dan beristirahat sejenak memandangi indahnya danau yang konon berasal dari kisah seorang pemuda bernama Toba yang menemukan ikan besar yang indah, dimana kemudian ikan tersebut berubah menjadi wanita cantik dan kemudian ia nikahi dengan syarat Toba harus menjaga asal usul wanita tersebut. Akan tetapi syarat ini dilanggar Toba ketika Samosir, anak perkawinan Toba dengan wanita tadi, memakan sebagian nasi yang hendak diberikan istri Toba kepada Toba, hingga terucaplah kata dari Toba, dasar anak ikan. Mendengar perkataan Toba kepada anaknya ketika Samosir pulang dan mengadu, sedihlah wanita itu. Kemudian sang anak berlari kedataran tinggi atas perintah ibunya, dimana sang ibu lari ke pinggir sungai dan melompat kedalamnya Berselang beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah tempat sungai itu mengalir. Toba tidak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar yang kemudian hari dinamakan Danau Toba. Dan Pulau kecil ditengah-tengahnya diberi nama pulau Samosir.

Pagi hari, sebelum matahari benar-benar terik. Kami bergegas untuk segera ke tengah danau menggunakan perahu menuju ke Pulau Samosir, tepatnya Tomok. Sebelum ke Tomok, oleh nakhoda kapal kami disempatkan untuk melewati Tuktuk untuk kemudian singgah sebentar di Batu Gantung yang melegenda itu, yang menurut cerita rakyat merupakan bagian tubuh dari wanita cantik bernama Seruni. Dimana ketika itu Seruni sedang gundah gulana karena akan dinikahkan dengan sepupunya sementara ia sudah punya kekasih dan telah berjanji akan membina rumah tangga dengan kekasihnya. Diliputi rasa putus asa karena tidak sanggup berpisah dengan kekasihnya dan tidak ingin mengecewakan orang tuanya, Seruni kemudian berjalan kepinggir danau dan tanpa sengaja terperosok kedalam lubang. Awalnya seruni ketakutan karena gelapnya lubang tersebut, akan tetapi karena putus asa, Seruni kemudian memilih untuk mati dan kemudian berteriak ‘Parapat.. Parapat Batu.. Parapat’. Hingga sesaat kemudian terdengar suara gemuruh. Dan sesaat kemudian setelah gemuruh hilang, muncullah sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis yang dipercaya penjelmaan dari Seruni. Oleh karena Parapat sering diucapkan oleh orang yang menceritakan kejadian tersebut, maka daerah disekitar danau Toba disebut sebagai daerah Parapat. Ketika berhenti di Batu Gantung kami juga melihat beberapa ‘anak danau’ yang mencoba mengais rezeki dengan cara menyelam mengambil uang receh yang dilempar pengunjung kedalam danau.

Setelah dari Batu Gantung perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Tomok. Sesampainya di Tomok, kami disambut oleh tugu yang menggambarkan pasangan batak yang terdiri dari Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Karo, dan Batak Mandailing. Kami lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, ditengah perjalanan datanglah pemuda lokal yang menawarkan diri menjadi pemandu wisata dengan upah lima puluh ribu rupiah. Akan tetapi karena rekan saya mengetahui seluk beluk daerah ini, dengan halus kami tolak tawaran pemuda tersebut dan bergegas menuju Patung Sigale Gale. Yang konon Sigale Gale ini adalah anak Raja di Pulau Samosir, yang bernama Manggale. Namun kemudian meninggal dan orang tuanya masih belum dapat melepas kepergian anaknya tersebut. Maka untuk menghibur diri, mereka membuat replika anaknya tersebut. Boneka kayu itu dibuat dengan sedemikian rupa sehingga bisa digerakkan dari belakang oleh seseorang. Gerakan itu terjadi karena bagian lengan dan kepala dihubungkan dengan tali tersembunyi. Konon dahulu kala jumlah tali yang menggerakkan si Gale-gale itu sama dengan jumlah urat yang ada di tangan manusia.

Selepas dari Sigale Gale, kami mengunjungi makam Raja Sidabutar. Raja yang konon merupakan orang pertama yang menginjakkan kaki di Samosir. Dimana makam tertua adalah makam Raja Ompu Naibatu Sidabutar yang meninggal sekitar 460 tahun yang lalu. Semasa hidupnya, raja ini berpesan apabila kelak ia meninggal maka ia dimakamkan di dalam batu. Pada umur 115 tahun, raja ini meninggal kemudian mayatnya dibungkus dengan selendang batak yaitu ulos sibolang dengan warna biru – biru hitam. Dan sesudah tujuh hari maka ditanamlah satu pohon yang bernama pohon Ari Ara yang berarti pohon peringatan, pohon ini merupakan pohon yang sangat besar. Selain makam Raja Ompu Naibatu Sidabutar, makam lain yang terkenal diarea ini adalah makam Raja Ompu Soributu Sidabutar yang merupakan cucu dari Raja pertama tersebut. Sebagian besar dari Raja masih menganut kepercayaan Parmalin, hal ini ditandai dengan adanya kain yang berwarna Hitam, Merah, dan Putih diatas makam Raja yang menganut kepercayaan Parmalin.

Perjalanan selanjutnya adalah menuju ke Museum Batak Tomok. Museum ini berbentuk rumah adat Batak yang cukup indah. Memasuki ke dalam museum, nuansa megalitikum cukup terasa, hal ini ditandai dengan banyak batu maupun peninggalan masa lalu yang bercorak patung megalitukum. Beberapa alat yang tersisa juga menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat zaman dahulu yang sepertinya menggantungkan hidup dari berburu dan bercocok tanam.

Puas berkunjung dari satu tempat ke tempat lain, kami pun bergegas untuk kembali menyeberangi Danau Toba untuk kembali ke hotel. Dimana sebelum kembali kami menyempatkan membeli beberapa cinderamata khas seperti Kalender Batak, Sarung Harum, Ulos, Saur Ikat, dan kerajinan batak lainnya. Setelah istirahat sejenak, perjalanan pulang ke Rantau Prapat kami lanjutkan kembali. Untuk teman kami diperjalanan kami kembali membeli sesuatu yang khas, yaitu Mangga Udang dan Kacang Sihobuk. Sesampainya di Siantar, kami juga menyempatkan untuk membeli Roti Ganda yang sangat legendaris dan tersohor di Siantar. Kami kembali ke rumah dengan perasaan puas, senang, dan berkeinginan untuk kembali berkunjung menikmati indahnya Tanah Batak dan indahnya Danau Terbesar di Indonesia tercinta.

Memori Sungai Bingei : Samurai Mencari Jejak

Setelah romansa bersama jeram dan makan siang, kami kembali berkumpul dilapangan untuk melakukan aktifitas lainnya. Kami mulai siang ini dengan berfoto bersama dahulu sebelum membakar kembali kalori kami. Diawali dengan foto bersama setiap fungsi dan jabatan hingga foto tim sumatera secara keseluruhan.


Setelah berfoto, aktifitas pembakaran kalori pun dimulai kembali. Dibuka dengan pemanasan untuk melemaskan otot-otot kami yang telah lama kaku karena tidak sering dilatih dan mungkin terkejut oleh ulah jeram sebelumnya. Setelah pemanasan, kelompok kemudian dibagi dua, kami akan melakukan peperangan secara kolosal dan saling membunuh. Kami adalah para samurai yang menggunakan jari tangan kami sebagai senjatanya. Oleh karena itu pertempuran ini dinamakan sebagai Finger Samurai!!. Masing-masing kelompok berdiskusi panjang memutuskan strategi yang akan digunakan untuk memenangi pertempuran berdarah ini. Setelah memutuskan strategi yang digunakan, kami pun menetapkan nama binatang sebagai sandi pertempuran.

Pertempuran siap dimulai. Kedua kelompok saling memandang dan tidak mau kalah. Mata kami saling menatap. Senjata sudah disiapkan. Dan pertempuran pun dimulai. Seraaaang... Dan komando menyebutkan sandi pertempuran kami.. nyeeettt.... Lawan tidak mau kalah dengan menggunakan sandi gajah... Jari kami siap bertempur.. Dan disaat jari ini ingin menghabisi lawan, sandi kami tiba-tiba berubah.. jiiiiing... Dan lawan kami pun protes karena taktik kami... Ketipu deeeh... Hingga pertempuran diulang kembali hingga dua kali. Dan akhirnya karena kalah, kami pun siap memberikan pijatan terbaik kami untuk lawan kami.

Selesai menjadi samurai, kelompok kemudian dibagi kembali menjadi 6 kelompok, untuk memulai petualangan selanjutnya. Petualangan pun dimulai, diawali dengan aktifitas memasukkan ban karet ke dalam kayu yang terpancang setinggi orang dewasa, dimana ban tersebut sudah dipasang jaring sebagai perangkap dan kami dibekali kumpulan kayu dengan panjang yang tidak sama sebagai alat bantu kami. Jaring sengaja dipasang dan tidak boleh tersentuh oleh kayu yang terpancang dan kayu alat bantu kami. Tangan kami juga dilarang digunakan untuk memegang ban tersebut. Setelah dua kali mencoba kelompok kami pun berhasil menyelesaikan permainan ini. Dan bersiap melanjutkan ke petualangan selanjutnya. Akan tetapi, dimana dan seperti apa petualangan selanjutnya?

Untuk menuju ke permainan selanjutnya, kami pun harus mencari lokasi permainan selanjutnya dengan mencari petunjuk-petunjuk yang ada di jalan. Petunjuk bisa berupa tali rafia warna warni, kertas, atau apapun. Petualangan dilanjutkan kembali, di tengah perjalanan menuju kelokasi yang dicari, kami menemukan kebun jagung yang rasanya sayang jika tidak diabadikan.

Setelah mencari sekian waktu, tibalah kami ke lokasi permainan selanjutnya. Di lokasi ini, kami dibekali tali tambang plastik, hulahup, dan potongan botol air mineral. Kami ditugaskan menyelamatkan bom bola dari dalam tabung dengan menggunakan alat tersebut, akan tetapi karena sekitar wilayah tersebut steril, maka kami pun hanya boleh melakukannya diluar wilayah steril tersebut dan tidak dibolehkan masuk ke dalam wilayah... Setelah berpikir sejenak, proses dimulai dan kami berhasil mengeluarkan bom dengan waktu yang sangat cepat. Sehingga kami bisa melanjutkan petualangan kembali menuju ke titik akhir permainan. Sesampainya di titik akhir, kami kembali istirahat sejenak untuk berganti pakaian, makan malam, atau sekedar canda gurau sebelum melanjutkan ke aktifitas berikutnya.

Ba'da isya, kami berkumpul di sekitar tenda yang rencananya akan kami gunakan untuk tidur dimalam hari. Kayu-kayu mulai dari ukuran besar hingga kecil bertumpuk ditengah dan api unggun pun dimulai. Canda gurau mewarnai acara api unggun ini dengan diselingi pengumuman kelompok terbaik arung jeram dan jejak petualang sebelumnya. Dan ternyata untuk jejak petualang, kelompok kami adalah yang terbaik karena mengumpulkan poin paling tinggi... Mahkota daun pun siap dipakai perwakilan kami... Hoorrraayyy...

Setelah acara api unggun, sejatinya kami dibebaskan untuk istirahat. Akan tetapi karena masih ingin beromansa, banyak dari kami yang berkumpul di pendopo untuk sekedar bertukar gelak tawa atau menyanyikan lagu riang gembira. Begitu riangnya hingga tak terasa waktu tiba-tiba sudah menginjak subuh. Sehingga kami beristirahat sejenak setelah subuh karena harus kembali ke kota masing-masing menjelang siang. Sekitar pukul 10 pagi kami mulai berkemas-kemas untuk kembali ke kota-masing-masing. Kami berpisah dengan membawa pengalaman mengarungi jeram dan berpetualang yang sangat mengasyikkan. Petualangan tim sumatera yang rasanya akan sulit diulangi karena sekarang wilayah kami sudah terbagi menjadi 2 area.

Sabtu, 02 April 2011

Memori Sungai Bingei : Menari Diatas Jeram

Tak terasa bulan ini area tempat kami bekerja akhirnya dipecah menjadi dua area, Sumatera Bagian Utara dan Sumatera Bagian Selatan, setelah sekian puluh tahun hanya satu area Sumatera. Entah kenapa saya tiba-tiba teringat acara tutup tahun lalu di Sungai Bingei , Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Acara ini sebenarnya diprakarsai oleh kepala area kami dengan tujuan mensinergikan area kami agar menjadi suatu tim yang utuh dan saling melengkapi. Hari itu, Sabtu 18 Desember 2010, kami semua, pemegang amanah dari Lampung hingga Aceh, berkumpul di salah satu kantor cabang kami di Jalan Adam Malik, Medan. Kira-kira pukul 8 pagi, kami mulai konvoy menuju lokasi yang diinginkan, kira-kira setelah memakan waktu satu setengah perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Sei Bingei.

Kami berhenti sejenak di basis Bingei Rafting, yang menjadi operator acara permainan kami, yang terletak dibibir sungai. Desiran angin dan suara aliran sungai sungguh menggoda untuk dijamah dan membuat kami tidak sabar untuk segera bercengkrama dengan jeram. Syukur tidak lama kemudian, akhirnya kami sudah dapat menuju ke tempat peralatan untuk memilih peralatan yang telah disiapkan seperti helm, dayung, dan pelampung untuk keselamatan kami. Dan seperti lazimnya tempat arung jeram lainnya, setelah memilih peralatan, kami pun segera menuju ke lokasi start permainan di sanggapura dengan menggunakan truk.

Sepuluh, dua puluh, hingga tiga puluh menit perjalanan ternyata kami belum sampai menuju lokasi. Beruntung kami mengisi waktu perjalanan dengan canda gurau yang cukup mengocok perut kami, mulai dari berakting menjadi sapi yang akan menuju ke tempat penyembelihan, saling meledek, dan canda lainnya yang membuat waktu yang dilalui menjadi tidak begitu terasa hingga akhirnya kami benar-benar sampai di bibir sungai. Buih buih sungai yang menyapa benar-benar membuat perjalanan tanpa akhir kami sebelumnya menjadi tidak terasa.


Kami berkumpul kembali untuk dibagi kelompok menjadi 9 kelompok dimana masing-masing kelompok diberikan pendamping yang berfungsi sebagai kapten kapal, setelah mendengarkan instruksi sejenak dan memilih kapal yang akan digunakan akhirnya kesempatan kami untuk bergumul dengan sungai datang juga. Dengan menggotong perahu karet yang akan kami gunakan, kami pun segera menuju ke titik awal petualangan, riak sungai dan jeram benar-benar memanggil kami seakan tak sabar untuk kami jamah yang mwmbuat adrenalin kami semakin tinggi.

Hingga akhirnya kami benar-benar memulai mengarungi sungai tersebut. Perahu kami mulai menari-nari mengikuti irama jeram, sesekali tarian perahu kami terhenti ketika tersangkut kumpulan batu yang membentang di sungai sehingga kami harus turun untuk mengeluarkan perahu kami dari cengkraman batu yang menghalangi. Ketika berhadapan dengan jeram yang berat sesekali kami terhempas, bahkan ada salah seorang rombongan kami yang berada di perahu lain yang sempat terlempar ke sungai, beruntung kami dibekali perlengkapan yang membuat keselamatan kami lebih terjaga.


Sesekali kami mendapatkan kesempatan untuk meninggalkan perahu dan berenang di saat arus tenang. Disalah satu arus yang tenang kami bahkan mendapat kesempatan untuk melompat kesungai dari bukit setinggi sekitar 10 meter. Rasa penasaran dan khawatir bercampur aduk ketika tawaran melompat diberikan ke kami, akan tetapi karena adrenalin sudah terlanjur tinggi akhirnya beberapa dari kami mencoba untuk melompat dari bukit ke sungai untuk menaklukkan rasa khawatir kami. Byurrrr…. Dan ajaib, ternyata setelah melompat kami semakin penasaran dan kembali lagi ke atas bukit untuk melompat lagi dan lagi.


Perjalanan pun dilanjutkan kembali, setelah melewati arus tenang yang ke sekian kali akhirnya kami mendapat tantangan lain. Sebuah gemuruh air dari bendungan telah terdengar jelas di telinga kami seolah menantang untuk ditaklukkan. Bendungan setinggi 8 meter yang konon tertinggi di Indonesia untuk arung jeram. Setelah mendengarkan instruksi sejenak, kami pun mulai menuju bibir bendungan untuk menyambut undangan gemuruh bendungan tadi. Semakin dekat.. Semakin dekat.. Dan.. Booom… Kami pun merebahkan tubuh kami agar tidak terhempas dari perahu. Perahu pun melayang. Akan tetapi meskipun sudah berusaha untuk merebahkan diri, ternyata saya sempat terhempas hingga terbalik dan bibir dayung saya membuat pipi kepala area operasional kami merah terkena tamparan sang dayung.. Beruntung bagi saya, karena ternyata beliau tidak marah… Ups, maaf ya bu…


Ternyata bendungan tadi merupakan titik akhir dari perjalanan kami dalam menaklukkan jeram. Sungguh waktu dua jam lebih dalam petualangan ini benar-benar terasa kurang dan berlalu terlalu cepat. Akan tetapi kami memang harus benar-benar menyelesaikan keintiman kami dengan jeram sei bingei, karena sudah ada rangkaian permainan lain yang menanti untuk kami sapa.