Minggu, 23 Februari 2025

Kisah Kesabaran Nabi Ayyub Alaihissalam


Sekarang kita masih dalam bab kesabaran dalam menghadapi musibah, yang secara khusus kesabaran dalam menghadapi sakit. 

Rasulullah bersabda dalam hadits Hasan yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban:"Sesungguhnya seseorang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah, namun ia tidak mampu mencapainya dengan amal (kebajikannya), maka Allah terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya hingga Dia menyampaikannya kepada kedudukan tersebut." 

Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: 

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ 

“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani). 

Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ 

“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani). 

Marilah kita belajar kesabaran dari seorang hamba Allah yang diuji sakit 18 tahun. Hamba tersebut sabar dan menghadapkan pahala dari Allah Ta'ala. Dan Allah menurunkan ayatnya dalam Al Qur'an yang dibaca ayat tersebut sampai hari kiamat. 

اِنَّا وَجَدْنٰهُ صَابِرًاۗ نِعْمَ الْعَبْدُۗ اِنَّهٗٓ اَوَّابٌ ۝٤٤ 

Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya). 

Dialah Nabi Ayyub Alaihissalam. Berkata ulama ahli tafsir. Ayyub Alaihissalam adalah seorang yang kaya raya, ia juga memiliki banyak anak. Namun ia ditinggal mati oleh semua anaknya. Kemudian ia diuji sakit oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Terus menerus sakit itu menyebar ke anggota tubuhnya, kecuali lisan dan hatinya. Ayyub Alaihissalam sabar dalam menerima ujian tersebut, ia berharap pahala dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan ia selalu berdzikir dengan lisan dan hatinya. Dzikir yang tidak pernah terputus. 

Sakitnya Nabi Ayyub berkepanjangan. Sampai orang-orang yang dulu dekat meninggalkannya, kecuali istrinya yang selalu setia. Karena istrinya tahu, ia pernah merasakan bahagia ketika suaminya berada di puncak kejayaannya. Sampai keadaan istrinya pun lemah. Hartanya juga habis. Sampai ia menjadi pembantu rumah tangga untuk memenuhi kehidupan rumah tangga. Setelah sebelumnya ia hidup bahagia dan penuh kenikmatan. 

Ujian Nabi Ayyub Alaihissalam mengingatkan kepada hadits Rasulullah yang mengatakan kalau ujian yang paling berat adalah ujian yang dialami oleh para Nabi.  Sa'ad ibn Abi Waqqash, ia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'Alahi Wassalam, 'Wahai Rasulullah, orang yang bagaimana yang paling berat ujiannya?' Rasulullah pun menjawab, 'Para nabi, lalu orang yang mendekati sifat nabi dan seterusnya. Seseorang diuji sesuai dengan kekuatan agamanya. Jika agamanya kuat, cobaannya pun semakin berat. Jika agamanya lemah, ia diuji sesuai dengan kadar agamanya. Ujian tidak akan pernah lepas dari seseorang hingga dia meninggalkannya berjalan di muka bumi tanpa menanggung suatu kesalahan'." 

Sakit Nabi Ayyub dari hari ke hari semakin parah. Tidaklah berlalu hari demi hari melainkan tambah parah tapi beliau terus bersabar sambil berharap pahala dari Allah Ta'ala. 

Allah puji Ayyub dalam kitabnya. Yang bisa dilihatnya dalam surat Shad ayat 44 diatas. Dan Ayyub Alaihissalam tahu tidak ada yang bisa menghilangkan penyakit kecuali Allah. Dan ia juga tahu kalau tidak ada yang bisa mengabulkan doa kecuali Allah. 

Adab dalam berdoa adalah langsung dan tidak melalui perantara. 

 ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ 

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” (QS. Ghafir: 60). 

Jangan meminta doa kepada orang yang sudah meninggal, tapi boleh mendoakan orang yang sudah meninggal. Diantaranya adalah: 

رَبَّنَا ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ ٱلْحِسَابُ 

Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat). 

Bisa didoakan ketika sujud atau tahiyatul akhir setelah doa berlindung dari 4 perkara. 

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ 

"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal" 

Nabi Ayyub paham kalau tidak ada yang bisa mengabulkan doa kecuali Allah. 

وَاِنْ يَّمْسَسْكَ اللّٰهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهٗٓ اِلَّا هُوَۗ 

Jika Allah menimpakan kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Dia; (QS Al An'am: 17) 

اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ ۝٦٢ 

Apakah (yang kamu sekutukan itu lebih baik ataukah) Zat yang mengabulkan (doa) orang yang berada dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, menghilangkan kesusahan, dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah ada tuhan (lain) bersama Allah? Sedikit sekali (nikmat Allah) yang kamu ingat. (QS An Naml : 62) 

Nabi Ayyub tidak pergi ke dukun atau pun tukang sihir. Akan tetapi Nabi Ayyub bermohon kepada Allah, sebagaimana diabadikan dalam surat Al Anbiya ayat 83: 

۞ وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَۚ ۝٨٣ 

(Ingatlah) Ayyub ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku,) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” 

Nabi Ayyub berdoa dengan setinggi-tingginya adab seorang hamba kepada Allah karena Nabi Ayyub tidak berkata kepada Allah apa salah saya sehingga saya ditimpa musibah. Bahkan Nabi Ayyub berkata kalau memang ujian terhadap harta dan anak beliau membuat Allah ridho, maka beliau juga ridho. Lebih lanjut Nabi Ayyub Alaihissalam berkata:

"Apabila kemuliaan-Mu, rahmat-Mu menghilangkan penyakit pada diriku, maka perkaranya semua aku kembalikan kepada-Mu ya Allah." 

Ingat wahai hamba Allah hendaklah engkau melakukan perbuatan ketika sakit, seperti yang dilakukan nabi Ayyub Alaihissalam. 

Menjelang Ramadhan, ada 3 hadits untuk direnungkan. 

Dari hadits Abu Hurairah di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 

”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim) 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: – مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan (shalat tarawih) atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2009 dan Muslim no. 759). 

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda, 

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

 “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 *Disampaikan pada kajian subuh di Masjid Asy Syuhada Harapan Indah oleh Ustadz Ahmad Busyaeri pada hari dan tanggal Ahad, 23 Februari 2025 / 24 Syaban 1446H

Tidak ada komentar: