Jumat, 23 Oktober 2020

Larangan Ayah Hebat

Salah satu tugas ayah hebat adalah mampu menjadi figur yang dicintai oleh anak dan bukan ditakuti, untuk itu ayah perlu menjadi ayah yang mampu membuat anak terkesima sehingga membuat hati anak terikat.  Karena itulah yang membuat proses pengasuhan kita lebih mudah, sebagaimana kaidah yang diajarkan para ulama,”At Ta’lif Qobla Ta’rif, At Ta’rif Qobla Taklif” mengikat hati sebelum mengenalkan, mengenalkan sebelum memberi amanah.

Ayah memiliki pantangan yang memang menjadi sesuatu yang tidak disukai oleh anak agar bisa mengikat hati, jika ayah bisa melewati pantangan ini, maka sejatinya ayah mampu membuat anak begitu dekat dengan ayah.

Pantangan tersebut adalah jangan marah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah yang mengingatkan  ayah jangan marah, ini bukan berarti menghilangkan figur ayah yang tegas. Karena menjadi tegas berbeda dengan marah. Marah yang dibolehkan adalah marah tahapan pertama, yang disebut kurhun, cirinya diantaranya lisan ayah berucap “ayah tidak suka” dengan elegan tapi hati masih tenang dan terkendali. Misalnya ketika anak kita merampas mainan adiknya, ayah bisa berkata, ”ayah tidak suka ya nak, tolong kembalikan” sambil ayah tetap tersenyum. Lalu ketika anak mengembalikan karena ketegasan ayah, ayah bisa berkata, “terimaksih ya nak”.

Selain kurhun, marah yang juga dibolehkan adalah marah tingkatan kedua yang disebut sukhtun. Sukhtun adalah kemarahan yang ayah berusaha menyampaikan ke anak, tapi saking kesalnya ayah menahannya dengan gigi geraham, sehingga membuat ekspresi ayah seperti menekan. Hal ini boleh dilakukan ketika ayah menyampaikan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh anak, ayah mengingatkan kalau ini dilakukan maka anak tersebut akan berbahaya.

Sedangkan marah tingkatan ketiga dan tingkatan keempat yang biasa disebut ghadabun dan la’natun adalah marah yang dilarang. Ghadabun adalah marah dengan ciri anggota tubuh tidak terkendali sehingga desibel suara meninggi atau ekspresi wajah menyeramkan atau melakukan gerakan memukul, menendang, atau membanting. Sedangkan la’natun adalah marah dengan ciri lisan tidak terkendali sehingga mengeluarkan kata-kata buruk. Ayah yang melakukan marah tingkatan ini akan membuat anak traumatis dan membenci ayahnya. Dan yang paling bahaya, bisa membuat anak menjadi munafik.

Hal ini yang pernah disampaikan Syekh Muhammad Basir Ibrahim Al Jaziri yang mengingatkan ayah agar jangan sampai menjadi ayah yang galak dan keras karena membuat anak-anak rentan munafik. Misalnya ketika ayah sedang membaca koran dan mendengar piring jatuh, ayah yang terkenal tempramen akan spontan berkata menggelegar, “siapa tuh?!” Anak ketika mendengar ayahnya berteriak dan dia sudah punya memori yang buruk tentang ayahnya maka langsung terbayang…’wah habis nih saya’, maka secara naluriah beliau mempunyai mekanisme untuk mempertahankan dirinya dengan berkata bohong, “hmm.. kucing…”. Inilah yang membuat anak kita menjadi pribadi yang belajar berbohong karena tekanan.

Lalu bagaimana kalau ayah memiliki tabiat pemarah dan mudah tersinggung? Ayah jangan putus asa, ayah bisa tetap dicintai oleh anak asal ayah berusaha memperbaiki dirinya untuk menahan amarah. Kaidah pertama dari fathering adalah anak tidak butuh ayah yang sempurna, yang anak butuhkan adalah ayah yang terus meningkatkan kualitas dirinya.

Semoga kita bisa menjadi ayah yang tidak pemarah. Dan semoga kita bisa menjadi Ayah Hebat bagi anak kita dan usia psikologis anak kita lebih dewasa dibanding usia biologis anak kita.

Tidak ada komentar: