Selasa, 12 April 2022

Flexing

Fenomena flexing cukup ramai dibicarakan masyarakat. Fenomena ini seiring dengan munculnya istilah “sultan” atau crazy rich di media sosial yang akhir-akhir ini berurusan dengan kepolisian.

Menurut kamus Merriam-Webster, flexing adalah memamerkan sesuatu atau yang dimiliki secara mencolok.  Kata flexing juga digunakan untuk orang yang suka memamerkan kekayaan yang sebenarnya tidak mereka miliki. Pandangan lain juga menyatakan bahwa flexing berarti orang yang palsu, memalsukan, atau memaksakan gaya agar diterima dalam pergaulan.

Flexing di media sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara melalui foto atau video. Tindakan tersebut bisa berupa memamerkan barang mewah misalnya perhiasan, rumah, kendaraan dan barang-barang elektronik. Hingga flexing yang berbau syariah, seperti pamer sedekah, pamer pencapaian materi dengan dalih beli tunai sambil mencibir yang kredit, dan lainnya.

Korban flexing pun juga tidak sedikit, mulai dari kasus First Travel, Binomo, Quotex, Dream For Freedom, Pandawa Group, binary trading, investasi bodong, dan lainnya.

Lalu, bagaimana flexing dalam pandangan Islam?

Dalam banyak bahasan, flexing disamakan juga dengan pamer dan riya. Dan itu merupakan perbuatan yang dilarang, seperti beberapa dalil berikut ini:

Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman:18)

Apalagi jika sikap pamer ini diikuti dengan anggapan dirinya lebih mulia dari orang lain sehingga meremehkan, menghina, serta merendahkan orang lain baik dengan perbuatan maupun perkataan.

Pamer dikategorikan sebagai perbuatan syirik kecil yang dosanya sangat besar sebagaimana hadits berikut:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ . قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ : الرِّيَاءُ

Artinya: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik ashghar (syirik terkecil).” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik terkecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu riya’ (pamer).” (HR ahmad)

Di ayat yang lain, Allah berfirman:

وَفَرِحُواْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلاَّ مَتَاعٌ

Mereka bersikap bangga terhadap kehidupan dunia. Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). (QS. ar-Ra’du: 26).

Dalam tafsir as-Sa’di dinyatakan:

أي: لا تفرح بهذه الدنيا العظيمة، وتفتخر بها، وتلهيك عن الآخرة، فإن اللّه لا يحب الفرحين بها

Artinya, janganlah kamu merasa sombong dengan duniamu yang banyak, bangga dengannya, sementara itu melalaikanmu dari akhirat. Karena Allah tidak menyukai orang yang bangga dengan dunia. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 623).

Lalu mengapa seringkali orang tergoda untuk mengikuti orang yang melakukan flexing sebagai strategi marketing mereka?

Hal ini tidak terlepas karena adanya sifat tamak dari manusia seperti yang tertuang dalam hadits Anas bin Malik, dimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

يَهْرَمُ ابْنُ آدَمَ وَتَبْقَى مِنْهُ اثْنَتَانِ الْحِرْصُ وَالأَمَلُ

“Jika manusia berada di usia senja, ada dua hal yang tersisa baginya: sifat tamak dan banyak angan-angan.” (HR. Ahmad, 3: 115. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam haditsnya juga mengingatkan: “Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang penuh berisi) harta/emas maka dia pasti akan menginginkan lembah (harta) yang ketiga”.

Sifat rakus inilah yang akan terus menyeretnya untuk terus mengejar harta dan mengumpulkannya siang dan malam, dengan mengorbankan apapun untuk tujuan tersebut. Sehingga tenaga dan pikirannya akan terus terkuras untuk mengejar ambisi tersebut, dan ini merupakan kerusakan sekaligus siksaan besar bagi dirinya didunia

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Orang yang mencintai dunia/harta (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (kerusakan dan penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang tidak pernah hilang, keletihan yang berkepanjangan dan penyesalan yang tiada akhirnya.”

Al Ghozali –rahimahullah- mengatakan, “Setan selamanya akan memalingkan pandangan manusia pada orang yang berada di atasnya dalam masalah dunia. Setan akan membisik-bisikkan padanya: ‘Kenapa engkau menjadi kurang semangat dalam mencari dan memiliki harta supaya engkau dapat bergaya hidup mewah[?]

’ Namun dalam masalah agama dan akhirat, setan akan memalingkan wajahnya kepada orang yang berada di bawahnya (yang jauh dari agama). Setan akan membisik-bisikkan, ‘Kenapa dirimu merasa rendah dan hina di hadapan Allah[?]” Si fulan itu masih lebih berilmu darimu’.” (Lihat Faidul Qodir Syarh Al Jaami’ Ash Shogir, 1/573)

Bagaimana cara kita menghindari melakukan dan tergiur dengan flexing?

Mungkin kita bisa merenungkan hadits berikut ini. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)

Al Hasan Al Bashri mengatakan:

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”

Ya Allah, jauhkanlah kami dari sifat sombong dan membanggakan diri dalam hal harta dan dunia. Karuniakanlah pada kami sifat qona’ah, selalu merasa berkecukupan.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

“Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina”

(Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf –menjauhkan diri dari hal haram- dan sifat ghina –hidup berkecukupan-) (HR. Muslim no. 2721)

sumber: instagram @udahavid

Tidak ada komentar: