Rabu, 05 Oktober 2022

Mendidik Anak Laki Laki Usia Pra Remaja (7 – 15 Tahun)

Dalam mendidik anak ada kaidah penting yang menjadi dasar dalam memahami Pendidikan dalam kelaki-lakian, setiap amal itu ada masanya dan setiap masa ada amalannya. Sebuah kaidah penting dari ahli Pendidikan yang mengandung makna, jangan memberi stimulan yang tidak sesuai dengan umurnya.

Sebelumnya saya pernah membuat resume tentang mendidik anak laki-laki usia dini (0-7) tahun dalam dua tulisan, tulisan pertama Mendidik Anak Laki-Laki Usia Dini (0-7 Tahun) dan tulisan kedua Mendidik Anak Laki-Laki Usia 0 – 7 Tahun. Sekarang kita akan masuk ke usia selanjutnya.

Usia Pra REMAJA adalah masa transisi dari tamyiz menuju baligh. Masa Tamyiz adalah masa dimana anak sudah mengenal aturan dan adab. Indikatornya kata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam diantaranya adalah (اِذاعرف يمينه على شماله) sudah bisa membedakan kanan dan kiri. Artinya akalnya sudah mulai aktif dan sudah memahami hukum konsekuensi, anak sudah memahami kalau memegang api itu panas, maka jangan memegang api. Di usia Tamyiz, kita sudah bisa mengucapkan kalimat jangan kepada anak. Kalimat jangan dalam Al Qur’an bukanlah kalimat yang haram untuk diucapkan, akan tetapi hanya bagaimana waktu yang tepat untuk mengucapkannya. Memang sebelum usia tamyiz, kalimat jangan ini bisa menjadi blunder, karena anak belum mengenal hukum sebab akibat. Sedangkan di usia Tamyiz sudah boleh mengucapkan kalimat jangan, akan tetapi harus disertai juga dengan solusi, sesuai panduan Rasulullah. Misalnya, ketika kita bilang jangan lari-lari, maka bisa dibarengi dengan cukup berjalan. Atau contoh lain, jangan coret-coret dinding, cukup coret-coret kertas yang Bunda sajikan. Seperti contoh yang diberikan Rasulullah ketika mengingatkan sahabat cilik Rafi Ahmad Al Ghifari karena terlalu sering mengambil kurma milik tetangganya, sehingga Rasulullah berkata, nak jangan kamu lempari kurma itu, kalau mau makanlah yang sudah jatuh ke tanah. Ada larangan dan ada solusi.

Di usia 7 – 15 tahun ini anak-anak juga mengalami fase Baligh. Usia dimana anak mendapatkan taklif atau beban. Statusnya sama di hadapan Allah. Bertanggung jawab atas tindakannya. Indikatornya adalah mimpi basah atau menstruasi. Ada juga ulama yg menyebutkan ketika mulai tumbuh bulu di kemaluan.

Fase Tamyiz menuju Persiapan Baligh kita memahami kalau anak-anak sudah memliki daya pikir yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang-kadang membuat kita terheran-heran atau membantah setiap yang kita ucapkan. Dan ini mengindikasikan kalau anak kita sudah memiliki daya pikir yang sudah mampu diberikan stimulan. Untuk itu orang tua perlu sering mengajak dialog dan diskusi, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim terhadap Nabi Ismail, ketika mendapatkan perintah Allah. Jangan terlalu banyak memberikan instruksi, kedepankanlah dialog dan diskusi agar anak tidak mengalami gejala ALAY (anak melayang / anak-anak yang mengalami thinking shock). Salah satu indikasi anak laki-laki mengalami gejala alay adalah ketika anak ditanya dan jawabannya lebih sering TERSERAH. Ketika anak laki-laki tidak bisa mengambil keputusan, maka ia rentan menjadi follower. Di masa ini Ayah haruslah mengambil peran.

Kalau kita perhatikan, bagaimana baginda Nabi mendapatkan stimulan di usia ini dimana keayahan yang menjadi inti usia ini diambil langsung oleh Abu Tholib, sebagai salah satu role model kelaki-lakian. Dan kelaki-lakian yang dilakukan Rasulullah di usia 8 – 15 tahun adalah dengan melakukan safar pertama dan Belajar BERDAGANG. Bukan Buka LAPAK tapi ekspedisi barang, dagang sekaligus travelling. Hikmah yang didapatkan dari ekspedisi dagang ini diantaranya adalah belajar mandiri dan punya daya jelajah. Ekspedisi dagang ini merupakan rahasia kesuksesan suku quraisy yang dikenal suka travelling (Al Quraisy : 1). Orang tua jangan MENGURUNG anak lelaki di dalam rumah, buatlah program TRAVELLING disertai latihan bisnis (entrepreneur skill).

Tahap usia 7 – 15 tahun adalah tahap krisis dan kritis agar laki-laki mampu menjadi laki-laki seutuhnya, inilah saatnya anak belajar jadi laki-laki, eranya raising boys. Inilah saatnya melakukan simulasi kelaki-lakian dari apa yang sudah diamunisikan di usia sebelumnya, simulasi mengenai feeling kelaki-lakian.

Yang harus KITA PAHAMI dan kita lakukan diantaranya adalah kita harus memahami tahap tumbuh kembang laki-laki diusia pra remaja, Ayah perlu mengambil peran dalam membangun pondasi anak agar tumbuh sifat kelaki-lakian. Untuk seorang Ibu yang single parent dapat meminta anggota keluarganya untuk membantu membangun pondasi pada anak. Diantara cara membangun pondasi tersebut adalah dengan mengembangkan keterampilan, menanamkan akhlak, dan mengajarkan kelaki-lakian.

Ketika di usia 6 – 7 tahun, hidupkanlah tombol kelaki-lakiannya, karena keberaniannya sudah mulai muncul. Mulai lakukan estafet pengasuhan dan Ibu ke Ayah. Download tombol kelaki-lakian sebanyak-banyaknya dengan prinsip I see I remember, I do I understand… I hear I forget. Ayah jangan banyak ceramah, yang penting proses download itu adalah anak melihat dan anak diajarkan.

Anak-anak usia pra remaja, mereka butuh ayah dan ayah juga butuh mereka. Ayah harus berperan aktif di usia ini, jangan sampai ayah ada tapi seakan tidak ada, karena ayah tidak muncul, memberi contoh, dan membantu anak mendownload kelaki-lakian anak.

Ayah juara yang dibutuhkan anak di usia ini adalah ayah yang LCM (Loving, Coaching, dan Modelling). Ayah yang loving adalah ayah yang mencintai dirinya, orang tuanya, istrinya, anaknya, dan keluarga. Ayah yang coaching adalah ayah yang mengambil peran sebagai coach untuk anak-anaknya, ayah mengambil peran ibunya di usia pra remaja. Ayah modelling adalah ayah yang memberi contoh ketegasan dan ketegaran sesuai dengan perkembangan anak.

Akibat dari ayah ada ayah tiada di usia ini adalah menimbulkan FATHERLESSNESS, anak yang kehilangan sosok ayah, sehingga mengakibatkan anak mengalami FATHER HUNGER. Ayah harus demonstratif ke anak di usia pra remaja.

Kenali pahami diri ayah dengan melaki-lakikan diri ayah secara fisik dan secara psikologis didepan anak. Beri contoh fisik dan psikologis kelaki-lakian kepada anak laki-laki, mulai dari cara berdiri, cara berjalan, cara berbicara, cara menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Ibu membantu ayah dalam menutupi hutang pengasuhan terhadap anak. Bayar hutang pengasuhan ke anak.

Periksa sekolah dan lingkungannya. Periksa guru laki-lakinya. Diantara guru laki-laki yang perlu diperiksa adalah guru agama, guru kesenian, guru olahraga, dan kepala sekolah. Agar sekolah menjadi sekolah yang mengasuh dan bukan sekolah yang membunuh. Contoh dalam mengecek guru olahraga, pastikan guru olahraga tersebut dalam mengajarkan olahraga memiliki target utama menjadikan anak itu laki-laki dan bukan menjadikan anak atlet professional, karena dalam olahraga banyak sekali momen kelaki-lakian. Misalnya ketika anak sedang berlatih tendangan penalti dan gagal berkali-kali, fokus guru utama olahraga bukan memberikan contoh cara  sikap menendang yang baik, fokus utamanya adalah dengan memberikan semangat dahulu, dengan mengatakan, “Nak laki-laki harus memiliki semangat dan pantang menyerah, bapak yakin kamu bisa melakukannya”, baru membenarkan cara menendang yang baik.

Pada usia pra remaja hormon kelaki-lakian sudah melonjak naik, tugas kita adalah memanfaatkan dan mengarahkan; latih kecerdasan emosi anak, seperti kecerdasan empati, kontrol diri dan suara hati, bisa melalui bersafar atau melatih fisik anak; Ayah dan Bunda bisa membuat roadmap dan rundown dengan anak laki-laki Ayah Bunda untuk mengarahkan hormon kelaki-lakian dengan membuat daily activity; saat mengenalkan aturan dan struktur. Anak laki-laki perlu tau siapa komandannya, apa aturannya, dan siapa yang akan membimbing dia.

Dalam hal perkembangan Bahasa, anak sudah mampu mendefinisikan dan mendiskusikan kata-kata yang abstrak; Menggunakan istilah-istilah untuk menjelaskan hubungan yang logis dan rumit; Lebih terampil dalam kemampuan untuk menyesuaikan cara bicara dengan tingkat pengetahuan dan sudut pandang orang lain;  Menggunakan dialog sosial khas anak (kepo, keleess dst).

Dalam hal perkembangan membaca, anak sudah bisa membaca untuk menambah pengetahuan dan untuk menikmati bacaannya. Anak mampu membaca secara kritis, melihat dan memahami berbagai sudut pandang, menelaah fakta dan konsep secara lebih mendalam dari sebelumnya. Membaca sebagai proses kontruksi dan rekontruksi pemahaman sesuai dengan kebutuhan dan tujuan, mengintegrasikan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan yang diperoleh dari bacaan dan menciptakan pemahaman baru.

Dalam hal pemahaman menulis. Anak sudah mampu mengintegrasikan hubungan yang kompleks antara berbicara dan menulis dan belajar mengembangkan gaya pribadinya dalam menulis. Belajar mengadaptasikan gaya penulisan sesuai dengan kebutuhan.

Dalam hal perkembangan sosial. Usia pra remaja adalah usia dimana anak berusaha mencari identitas diri. Tugas utama anak adalah untuk menjadi orang dewasa yang unik, dengan identitas diri (sense of self) yang jelas dan peran yang berharga di masyarakat. Identitas diri yang jelas dicapai ketika anak menyelesaikan 3 isu utama : Pilihan pekerjaan; Adopsi nilai-nilai yang akan memandunya dalam hidup; Identitas seksual yang memuaskan. Perkembangan sosial dan pertemanannya juga luar biasa berkembang. Anak usia ini perkembangan empatinya sudah sangat luar biasa, inilah saatnya menanamkan rasa empati sebanyak-banyaknya kepada anak.

Dalam hal perkembangan fisik. Anak sudah mengalami perubahan hormon (800%), pertumbuhan pesat pada tulang dan otot, perubahan bentuk tubuh, akan tetapi proporsi tubuh belum seimbang, sehingga cenderung kikuk dan kurang koordinasi.

Dalam hal perkembangan kognitif. Anak sudah memiliki kapasitas untuk berpikir secara abstrak; memahami waktu historis; dapat memahami makna yang mendalam dalam literatur; dapat membayangkan kemungkinan, membuat dan menguji hipotesa (perkiraan). Anak sudah memiliki akumulasi pengetahuan dan keahlian dalam bidang tertentu dan sudah mengembangkan kemampuan untuk berpikir tentang proses berpikirnya sendiri.

Anak juga terus menerus mencari kesempatan untuk mencoba kemampuan-kemampuan penalaran mereka, sehingga mereka suka berargumentasi. Dapat menemukan banyak alternatif perilaku pada saat yang bersamaan, namun kurang memilki strategi untuk menentukan pilhan dan sering kebingungan mengambil keputusan untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Cenderung untuk terpaku dengan apa yang mereka pikirkan dan rasakan sendiri, sehingga sering berpikir orang lain juga berpikir tentang hal yang sama dengan mereka, yaitu orang lain berpikir tentang diri mereka (egosentris). Merasa diri mereka spesial dan pengalaman mereka unik, sehingga apa yang berlaku di dunia umum tidak berlaku bagi mereka.

Usia 7 sampai 15 tahun adalah usia PENCARIAN DIRI. Usia ini memerlukan periode untuk mencari komitmen yang dapat dijalaninya dengan setia dan tulus. Kesetiaan, keyakinan, atau rasa memiliki pada sosok yang dicintai atau pada teman. Namun demikian, sedikit kebingungan tentang identitas diri adalah hal yang normal.

Di usia pra remaja konflik dengan orangtua cenderung lebih banyak muncul, terkait dengan kebutuhan anak untuk mengembangkan identitas personal dengan menemukan otonomi dan menerima perbedaan. Konflik yang disebabkan kebutuhan yang saling bertentangan, dimana: 1) anak merasakan kebutuhan untuk mandiri, namun juga masih merasakan ketergantungan pada orangtua. 2) Orangtua ingin anaknya mandiri, namun masih sulit melepas anaknya.

Hubungan dengan saudara kandung cenderung menjauh pada masa anak. Kebutuhan psikologis anak lebih banyak diperolehnya dari teman-teman sebaya sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama temannya. Anak juga memiliki kebutuhan lebih besar akan kemandirian dan privasi. Ketika keduanya berada dimasa anak, kualitas hubungan kakak-adik berubah. Secara bertahap, kekuatan pengaruh antara kakak dan adik menjadi lebih seimbang. Kakak mungkin akan merasa terganggu dengan sikap adiknya yang semakin berani mengungkapkan pendapatnya. Adik mungkin masih cenderung mengagumi kakaknya dan berusaha tampil dewasa dengan mengikuti tindakannya.

Teman sebaya adalah sumber dukungan emosi dan juga sumber tekanan bagi anak. Sumber kasih sayang, simpati, pemahaman, dan bimbingan moral. Lingkungan tempat anak melakukan eksperimen. Situasi yang dibutuhkan agar dapat mencapai kemandirian dari orangtua. Lingkungan tempat anak latihan membangun hubungan yang dekat (intimacy). Kekuatan pengaruh teman sebaya paling besar terasa di masa awal anak, dibandingkan di akhir masa anak.

Yang harus KITA LAKUKAN pada saat anak usia pra remaja adalah HEAR ME, HUG ME, TRUST ME.

Hear me adalah ayah dan bunda pinjamin kuping, maksudnya dengar dan simak perkataan dan perbuatan anak. Selain itu ayah bunda juga perlu pinjamin hati, maksudnya ayah bunda harus sepenuh hati dalam menghebatkan anak laki-laki, jangan sambil nyambi, Ayah harus meluangkan waktu yang definitif untuk anak. Dalam pinjamin kuping ada dua skill yang Ayah harus latih. Yang pertama, latihlah skill berbicara agar anak mau mendengar. Yang kedua, latihlah skill mendengar agar anak mau berbicara, diantaranya dengan tehnik 5-1 atau 10-2, maksudnya 5 kali anak berbicara 1 ayah merespon atau 10 kali anak berbicara 2 Ayah merespon dengan kalimat Ayah. Latihlah sejak anak usia 8 tahun, karena ketika anak memasuki usia 12 – 15 tahun, terkadang anak tidak membutuhkan solusi, tetapi anak hanya ingin Ayah Bunda menjadi bagian dari dirinya dengan menyimak ceritanya.

Dalam pinjamin hati, Ayah Bunda coba membayangkan bagaimana Ayah Bunda ketika seumuran anak laki-laki Ayah Bunda. Misalnya ketika anak sedang tumbuh jerawat yang besar dan Ayah Bunda sedang menerima tamu, Ayah Bunda juga perlu melihat kondisi anak, jangan menyuruh anak untuk kedepan menemui tamu, karena bukannya dia tidak mau, tapi dia sedang bermasalah dengan jerawatnya. Ayah juga perlu fokus ketika berhadapan dengan anak laki-laki Ayah. Pahami prinsip  NOT WHAT BUT HOW, karena anak tidak melihat pada hasil, akan tetapi pada bagaimana Ayahnya mencontohkan dia. Prinsip yang berikutnya adalah HERE AND NOW, maksudnya kalau anak laki-laki ayah mau curhat, prinsipnya adalah sekarang dan saat ini, ayah jangan menunda.

Hug Me, maksudnya kehangatan. Ayah perlu menunjukkan cinta, jangan kurangi meskipun terbatas. Mungkin anak ayah sudah susah untuk dipeluk, akan tetapi ayah jangan kurangi sikap ayah dalam menunjukkan cinta. Ayah bisa menunjukkan diantaranya dengan kata-kata, kalau anak laki-laki Ayah ini adalah anak yang spesial bagi Ayah. Manfaatkan golden moment, misalnya ketika anak berhasil melakukan sesuatu, segera sampaikan apresiasi ke anak, dan jangan ditunda. Ketika anak melakukan kesalahan, Ayah juga bisa memberikan ARAHAN kepada anak dengan cara yang baik. Dan terakhir, ayah juga perlu memberikan keteladanan pada anak laki-laki ayah.

Trust Me, kepercayaan. Sekarang adalah saatnya ayah mendampingi anak-anak dalam menghadapi dunia. Damping anak laki-laki ayah dalam bersimulasi. Simulasi yang paling penting adalah simulasi laki-laki tiada henti yang dilakukan secara konsisten. Ayah manfaatkan semua momen untuk mensimulasikan kelaki-lakiannya. Caranya dengan DBL (Dialog, Bimbing bukan instruksi, Libatkan bukan paksa). Seperti dalam surat As Saffat ayat 102, Ayah kalau mensimulasikan anak laki-laki Ayah maka berdialoglah dulu, jangan mendadak. Jangan sering memberikan instruksi ke anak, tapi coba bimbing anak, misalnya dengan pertanyaan kecil, misalnya menurut kamu bagusnya bagaimana? Kenapa harus membimbing bukan instruksi? Di anak usia 8 – 15 tahun harus melatih skill Berpikir, Menganalisa, dan Memutuskan. Karena di usia diatas 15 tahun, anak laki-laki harus sudah memiliki skill ini. Dalam memberikan kepercayaan anak, ayah juga perlu melibatkan anak laki-laki ayah dan jangan memaksa melalui dialog dengan anak.

Seperti apa ayah untuk anak 7 sampai 15 tahun? Ayah haruslah S-D-E-T. Ayah harus S - SEDIAKAN WAKTU, bukan waktu sisa, tapi ayah harus benar-benar menyediakan waktu. D – DEMONSTRATIF, kalau ayah ingin mencontohkan sesuatu maka contohkan dengan benar, kalau ayah ingin mencintai atau mengapresiasi anak ayah maka cintai dengan benar dan sepenuh hati, tunjukkan!. E – ENJOY, ayah harus berusaha enjoy dan ekstra sabar terhadap anak ayah. T - TURUN TANGAN, tidak hanya ikutan ketika anak berprestasi akan tetapi juga ketika anak sedang drop. Dalam melakukan peran ayah juga bisa mengedepankan KOMUNIKASI, NEGOSIASI, dan KONSEKUENSI.. bukan hukuman. Karena hukuman tidak banyak hubungannya dengan perkembangan anak, akan tetapi dengan konsekuensi kita bisa mendewasakan anak-anak.

Ada tiga ruang yang penting dalam mendidik anak. Ruang E, ruang A, dan ruang K. RUANG E - RUANG EKSPEKTASI, ruangan yang ideal. Tapi sebagai orang tua, kita juga harus menyiapkan dua ruang lagi agar kita tidak kecewa dan frustasi. Yaitu RUANG A - RUANG ADAPTASI  dan K - RUANG KOMPROMI. Kalau ada kesalahan, kalau ada yang tidak sesuai ekspektasi kita, kita tidak perlu frustasi. Karena kalau kita frustasi pengaruhnya akan langsung ke anak-anak kita. Kalau ayahnya sudah bete maka ayah akan susah memberikan aura Bahagia ke anak laki-laki ayah. Jadi punya ekspektasi tinggi itu memang bagus banget, akan tetapi kita juga menyiapkan juga ruang adaptasi dan kompromi agar kita tidak kecewa.

Semoga kita bisa menjadi ayah hebat dan ibu tangguh yang mampu mendidik anak-anak laki-laki kita dengan pendidikan terbaik sesuai fitrahnya dan menjadikan anak-anak kita menjadi anak-anak yang juara dengan akhlak yang baik.

Tidak ada komentar: