Ayah memiliki pantangan yang
memang menjadi sesuatu yang tidak disukai oleh anak agar bisa mengikat hati,
jika ayah bisa melewati pantangan ini, maka sejatinya ayah mampu membuat anak
begitu dekat dengan ayah.
Pantangan tersebut adalah jangan marah. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah yang mengingatkan ayah jangan
marah, ini bukan berarti menghilangkan figur ayah yang tegas. Karena menjadi
tegas berbeda dengan marah. Marah yang
dibolehkan adalah marah tahapan pertama, yang disebut kurhun, cirinya
diantaranya lisan ayah berucap “ayah tidak suka” dengan elegan tapi hati masih
tenang dan terkendali. Misalnya ketika anak kita merampas mainan adiknya, ayah
bisa berkata, ”ayah tidak suka ya nak, tolong kembalikan” sambil ayah tetap
tersenyum. Lalu ketika anak mengembalikan karena ketegasan ayah, ayah bisa
berkata, “terimaksih ya nak”.
Selain kurhun, marah yang juga dibolehkan adalah marah
tingkatan kedua yang disebut sukhtun. Sukhtun adalah kemarahan yang ayah
berusaha menyampaikan ke anak, tapi saking kesalnya ayah menahannya dengan gigi
geraham, sehingga membuat ekspresi ayah seperti menekan. Hal ini boleh
dilakukan ketika ayah menyampaikan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh
anak, ayah mengingatkan kalau ini dilakukan maka anak tersebut akan berbahaya.
Sedangkan marah tingkatan ketiga
dan tingkatan keempat yang biasa disebut ghadabun dan la’natun adalah marah
yang dilarang. Ghadabun adalah marah dengan ciri anggota tubuh tidak terkendali
sehingga desibel suara meninggi atau ekspresi wajah menyeramkan atau melakukan
gerakan memukul, menendang, atau membanting. Sedangkan la’natun adalah marah
dengan ciri lisan tidak terkendali sehingga mengeluarkan kata-kata buruk. Ayah
yang melakukan marah tingkatan ini akan membuat anak traumatis dan membenci
ayahnya. Dan yang paling bahaya, bisa membuat anak menjadi munafik.
Hal ini yang pernah disampaikan
Syekh Muhammad Basir Ibrahim Al Jaziri yang mengingatkan ayah agar jangan
sampai menjadi ayah yang galak dan keras karena membuat anak-anak rentan
munafik. Misalnya ketika ayah sedang membaca koran dan mendengar piring jatuh,
ayah yang terkenal tempramen akan spontan berkata menggelegar, “siapa tuh?!”
Anak ketika mendengar ayahnya berteriak dan dia sudah punya memori yang buruk
tentang ayahnya maka langsung terbayang…’wah habis nih saya’, maka secara
naluriah beliau mempunyai mekanisme untuk mempertahankan dirinya dengan berkata
bohong, “hmm.. kucing…”. Inilah yang membuat anak kita menjadi pribadi yang
belajar berbohong karena tekanan.
Lalu bagaimana kalau ayah
memiliki tabiat pemarah dan mudah tersinggung? Ayah jangan putus asa, ayah bisa
tetap dicintai oleh anak asal ayah berusaha memperbaiki dirinya untuk menahan
amarah. Kaidah pertama dari fathering adalah anak tidak butuh ayah yang
sempurna, yang anak butuhkan adalah ayah yang terus meningkatkan kualitas
dirinya.
Semoga kita bisa menjadi ayah yang tidak pemarah. Dan semoga kita bisa menjadi Ayah Hebat bagi anak kita dan usia psikologis anak kita lebih dewasa dibanding usia biologis anak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar