Ayah hebat dan ayah juara
bukanlah ayah yang bisa komunikasi dengan dunia luar terlebih dahulu, tapi ayah
yang bisa berkomunikasi dengan dirinya terlebih dahulu, dia bisa berdamai
dengan dirinya.
Tema ketiga belas dalam serial
ayah hebat kali ini mengangkat topik Ayah Ada Ayah Tiada. Diambil dari buku
ayah ada ayah tiada yang disunting Ayah Irwan Rinaldi. Puisi di buku ini
ditulis sepenuhnya oleh anak-anak yang mengkisahkan suara hati anak-anak. Banyak
sekali pelajaran yang bisa saya ambil dari kisah ini.
Ayah Kemana ?
Kantukku telah tiba | Ayah
dan bunda ada dimana | Aku ingin kita bertatap muka |
Kenapa setiap hari begini saja
| Kantukku telah tiba | Aku
kembali bertanya | Kenapa aku dibiarkan tidur sendiri saja |
Padahal Aku ingin berbagi cerita
| Kantukku telah tiba |
Tempat tidur yang sepi tanpa cinta
| Selimut yang dingin tanpa
kata-kata | Bantal dan guling tak bisa bicara | Ayah
Bunda entah kemana
Waktu menjelang tidur memang
menjadi momen yang luar biasa dalam teori fathering. Beberapa ahli fathering
ada yang mengatakan ada 2 momen dalam hidup anakmu sesibuk apapun kamu jangan
sia-siakan momen ini, momen pertama adalah momen ketika anak baru bangun tidur,
momen kedua adalah momen menjelang tidur. Bahkan saking pentingnya, dua waktu
tersebut sebaiknya tidaklah teralu sering didelegasikan kepada pihak lain,
terutama anak-anak usia dini. Ketika anak mau tidur, sebaiknya ayah memeriksa
tingkah laku apa saja yang dilakukan anak-anaknya seharian. Biasanya anak-anak
akan melaporkan dua jenis saja: tingkah laku yang paling buruk dan yang paling
baik. Kalau buruk maka ayah membenarkannya, kalau baik maka kuatkanlah hingga
tertanam pada pikiran anak-anak.
Tetap Sendiri
Aku lihat bulan di sela
jendela | Aku lihat bulan begitu indahnya | Aku
bayangkan andai bulan adalah ayahku
| Aku khayalkan andai bulan
adalah bundaku | Pastilah aku tidak sendiri jelang tidur ini |
Pastilah kami terus berbagi
| Pastilah kami saling memeluk
mesra |
Pastilah kami saling mencium penuh cinta |
Tapi aku tetap sendiri saja
| Tak bisa bicara tak dapat
bercerita | Tak bisa mengungkapkan suka | Tak
bisa juga menangis karena duka
Ada banyak hal yang mau
diceritakan atau ditanyakan anak-anak menjelang tidurnya. Tentang dunia
seharian yang dia lalui atau tentang banyak peristiwa yang sebenarnya adalah
mata pelajaran sekolah kehidupan sesungguhnya. Semuanya itu membutuhkan ayah
atau ibu yang dapat menggiring mereka pada sebuah kesimpulan yang akan mereka
bawa ke dalam tidur dalam. Hanya ayah atau ibu yang bisa melakukannya. Bukan
orang lain!
Aku Bermimpi
Negeri yang indah alangkah luar
biasa |
Awan-awan bersusun dimana-mana
| Semua penduduk tersenyum ceria | Kami
saling tegur sapa | Tak peduli tua dan muda | Aku
berlari ke sebuah “PERPUSTAKAAN” | Seorang ibu berwajah manis sambutku penuh
persahabatan | Aku dibawa berkeliling mencari buku-buku yang
jutaan |
Sejuta anak-anak yang asyik membaca sambil tiduran | Aku
berlari ke sebuah “TAMAN BERMAIN” | Aku lihat para ayah dan anak asyik
bermain | Berguling melompat berteriak tawa
bersama | Aku lihat para ayah dan anak saling
bercanda | Saling mendorong tercebur ke kolam bunga |
Entah jam berapa | Aku lalu terbangun dan terjaga | Aku
duduk melihat sekeliling | Tapi semuanya hening | Aku
terus bertanya-tanya | Apakah aku memang pernah merasa bahagia |
Apakah aku memang pernah bermain bersama
| Sampai tercebur segala | Ah,
ternyata aku hanya bermimpi saja
Anak-anak membutuhkan dua hal
penting dari ayahnya. Peran dan tokoh. Psikologis dan fisik. Kehadiran ayah
bersama mereka di rumah atau di luar rumah haruslah duaduanya. Tak boleh hanya
hadir fisik tapi psikologis tidak. Atau sebaliknya. Saking anakanak
menginginkan itu dalam hidupnya , maka tak heranlah akan kebawa-bawa dalam
mimpi-mimpi mereka.
Ayah Ternyata Masih Bangun
Aku rasa perut bawahku semakin
penuh |
Ingin buang air kecil sendiri tanpa mengeluh |
Ketika menuju kamar mandi | Aku harus lewat ruang tengah yang ternyata
nyala televisi | Aku terkejut melihat ayah |
Sedang asyik menonton pertandingan bola yang meriah | Di
tempat tidur aku terus termenung | Duduk diam sambil merenung |
Kenapa ayah senang menonton bola
| Kenapa ayah tak menemaniku
jelang tidur walau hanya semenit saja
Ada berbagai tipe ayah. Ada ayah
dengan tipe dokter sok tahu yang sukanya menganalisa dan menentukan jenis
penyakit tanpa mengetahui lebih dahulu sebabsebab sakit itu sendiri. Ada tipe
ayah penjaga kuburan, sukanya menawarkan doa saja tanpa peduli apakah doa-doa
atau nasehat-nasehat tersebut bermakna bagi anakanaknya. Nah, tipe yang paling
berbahaya untuk perkembangan anak-anak kita adalah ayah bertipe calo. Ayah ini
amat gemar memberikan nasehat atau arahan kebaikan tapi beliau sendiri tidak
mau melakukannya.
Kenapa Harus Begini?
Subuh datang juga | Kita
diminta siap-siap untuk bangun segera
| Karena saatnya belajar
menghormati Tuhan Yang Kuasa | Karena saatnya belajar untuk tidak tidur
selamanya | Subuh datang juga | Tapi
kami anak-anak susah membuka mata | Seperti ada lem saja Kuat merekat maunya
merem saja | Subuh datang juga | Tapi
kenapa kami dibangunkan secara paksa
| Badan digoncang-goncang |
Tangan dan kaki diregang-regang | Subuh datang juga | Tapi
kenapa tak ada sapa mesra | Tapi kenapa tak ada peluk orang tua |
Semua tergesa-gesa | Bagi ibu lebih penting dapur | Bagi
ayah lebih penting segera ke kantor | Ih, kenapa harus begini?
Kadangkala kita memaksakan
‘ukuran sepatu’ kita kepada anak-anak. Padahal untuk mengajarkan sesuatu kepada
anak tidak bisa dilakukan dengan paksaan, anak butuh rangkulan, kata-kata
lembut, dan atau kesepakatan yang baik.
Kata beberapa ahli fathering, urusan pagi hari disepakati malam hari dengan
tutur kata dan cara yang lembut.
Tenang Ayah, Aku Pasti Bangun
Aku heran apa ayah tidak pernah
kecil dulunya | Tak pernah merasa beratnya bangun pagi | Aku
heran apa ayah langsung besar saja
| Tak pernah merasa sakit kepala
kalau bangun pagi | Tenang ayah, aku pasti bangun | Tapi
izinkan aku duduk dulu | Tenang ayah, aku pasti bangun | Tapi
izinkan aku bernafas dulu
Persoalan bangun pagi adalah
persoalan sederhana tapi kadang berakhir dengan menyakitkan bagi anak-anak.
Sering bangun pagi yang harusnya ceria menjadi ajang cercaan, makian, tudingan
bahkan pukulan, cubitan dan yang lebih parah dari itu. Jadi bagaimana sebaiknya
cara bangun pagi agar anak-anak kita tetap ceria? Pertama, bangunkanlah
anak-anak kita selalu tak lepas dari kalimat-kalimat baik. Alangkah lebih baik
kalau dengan menyebut nama-nama Allah dan rasulNya. Kedua, cara membangunkan
anak-anak sebaiknya disepakati terlebih dahulu dengan anak-anak sebelum mereka
tidur. Hindarilah membangunkan anak-anak dengan sekehendak hati ayah saja.
Makanan Jadi Pahit
Setiap sarapan selalu tegang | Aku
tunduk tak berani memandang | Ayah mengawasi dengan garang | Tak
boleh itu tak boleh ini | Makan harus seperti Nabi | Diam
pandangan hanya pada nasi | Setiap sarapan makanan selalu pahit |
Seolah kerongkongan jadi sempit
| Masuk nasi sedikit-sedikit |
Setiap menelan selalu sakit
| Aku ingat cerita teman |
Sarapan di rumahnya penuh ceria
| Ayahnya menemani sambil
guyonan | Makanan terasa manis semua
Sering para ayah tidak tahu
seperti apa komunikasi yang dipakai ketika bersama anakanak di pagi hari.
Kesibukan dan dikejar-kejar waktu membuat para ayah menjadikan kebersamaan
dengan anak-anak di pagi hari berlangsung seperti bursa efek. Semua bicara
semua bergerak tapi tidak saling nyambung. Wahai para ayah, pertemuan singkat
kita dengan anak-anak sebaiknya tidak ‘disambi” dengan kegiatan lain seperti
terima telepon atau sejenisnya. Hindarilah membuat komunikasi yang menyudutkan,
mencerca, menjebak dan lainnya.
Peluk Aku, Ayah
Aku siap berangkat sekolah |
Pakai seragam alangkah gagah
| Aku berdiri di depan pintu |
Pastilah ayah yang kutunggu
| Pasti ayah senang
melihatku | Anaknya yang hebat |
Tapi air mata keluar dari mataku
| Ayah hanya tersenyum kaku |
Tidak memelukku | Apalagi menciumku | Aku
siap berangkat sekolah | Jalan kaki tapi terasa goyah |
Semangat terus melemah | Melihat cara-cara ayah
Anak ingin memberikan yang
terbaik kepada laki-laki dewasa yang Allah amanahkan menjadi ayahnya. Kepada seorang
laki-laki dewasa yang ingin dia taati dan kagumi. Anak-anak ingin berpamitan
kepada ayahnya. Anak-anak ingin mencium tangan ayahnya secara khusu’ karena
anak-anak tahu persis bahwa mereka akan berpisah dengan ayahnya berjam-jam
lamanya. Namun sayangnya, prosesi perpisahan pagi hari bagi para sebagian ayah
bukanlah momen penting. Ketika bersalaman atau pamitan, kadang sang ayah hanya
sekedar memberikan tangan saja tapi tak memberikan pandangan mata. Kadang para
ayah sambil memainkan telpon genggam dan sejenisnya. Sehingga anak-anak
mendapatkan ayahnya ada secara fisik tapi tidak ada secara psikologis.
Pemulung Dan Anaknya
Seorang ayah pemulung |
Seorang anak pemulung | Aku lihat sedang bercanda | Aku
lihat sedang tertawa | Seorang ayah pemulung |
Seorang anak pemulung | Kejar-kejaran lompat-lompatan |
Guling-gulingan tonjok-tonjokan
| Aku malas ke sekolah | Aku
ingin melihat ini saja | Aku malas ke sekolah | Aku
mau jadi anak pemulung saja
Peran dan tokoh keayahan di luar
rumah dan luar sekolah bagi anak-anak sekarang juga menjadi barang langka.
Orang-orang dewasa serta fasilitas umum biasanya tidak banyak berpihak kepada
anak-anak kita. Namun pastilah keadaan atau momen yang masih berkesan bagi
anak-anak kita. Momen tersebut tidak akan bermakna andai ayah tidak melakukan
sharing dengan anak-anak. Bisa dilakukan ketika pulang kerja, makan malam,
kerjakan PR bersama atau jelang tidur.
Jangan Tanya PR Terus
Aku heran ama orang dewasa |
Terutama ayah dan bunda | Kenapa setiap aku pulang |
Bertanya PR dan PR saja | Hanya Bi Imah yang tersenyum dan bercanda | Tak
pernah tanya PR segala | Disiapkannya makan siang enak rasanya | Lalu
ditemaninya sambil berteka teki pula
| Setelah baju kuganti dengan
segera |
Bertemu ayah di dekat meja | Kembali bertanya kapan PR dikerjakan |
Kembali memaksa PR harus dikerjakan
| Ketika duduk di ruang tamu |
Istirahat sebentar mendengar lagu
| Datang bunda berseru-seru |
Kapan kerjakan PRnya kok dengar lagu melulu | Aku
heran ama orang dewasa | Terutama ayah dan bunda
Ketika anak pulang sekolah jangan
tanyakan dahulu urusan leher keatas, tanyakan urusan leher kebawah atau sentuh
hatinya. Misalnya ayah bisa tanyakan bagaimana abang, bahagia tidak hari ini
disekolah dan lainnya.
Andai Imam Bonjol Tahu Ini bagian terberat menjadi anak
Selesai makan malam harus bikin
PR pula | Maunya kita bisa tidur enak | Tapi
orang dewasa mengawasi seperti srigala
| Aku pegang buku Ayah duduk di
depanku | Buku sejarah tentang pahlawan |
Manusia hebat suka berkorban
| Ayah tersenyum penuh bangga |
Lihat aku mulai membaca | Buku sejarah aku buka |
Tepat tentang Imam Bonjol pahlawan luar biasa | Imam
Bonjol pahlawan kita | Baju dan sorbannya mirip Aa Gym rupanya |
Bedanya Imam Bonjol senang berperang
| Aa Gym senang berdendang | Aku
tebak, Imam Bonjol pastilah bijaksana
| Suka mendengar curhat anak-anak
juga |
Sambil berbisik aku berkata “Wahai Imam aku sedang berduka” |
Kulihat ayah semakin bangga | Kulihat Imam senyum bibirnya | Dia
mengangguk mau bicara “Tapi berbisik saja biar ayahmu tak marah,” katanya |
“Kenapa kau berduka?” tanyanya
| Belajar malam alangkah beratnya |
Perut kenyang mata mengantuk
| Kepala berat pengen menggaruk | Imam
tertawa mendengarnya | Dia pusing tak tahu bilang apa |
“Ha... haa kita berbeda,” katanya
| “Waktu kecil aku tak ada PR
segala” | Ayah tampaknya mulai curiga | Aku
bicara seperti orang gila | “Eh, kamu belajar apa becanda?” |
“Nanti besar mau jadi apa?”
| Aku heran semakin heran |
Kenapa kita belajar tidak boleh sambil becanda |
Apakah becanda tidak akan jadi siapa-siapa |
Sedangkan Imam saja suka becanda rupanya
Obsesi entah jenis apa yang
diidap oleh sebagian orangtua, terutama ayah, sehingga membuat hidup anaknya
hampir sebagian besar adalah stimulan akademis. Sehingga tiada hari tanpa
belajar akademis. Termasuklah setelah makan malam. Lebih hebatnya lagi adalah
anak-anak harus belajar dengan sekian banyak peraturan yang dikeluarkan secara
sepihak oleh orang tua.
Terus terang kisah yang ditulis
anak-anak diatas membuat saya tertampar sebagai seorang ayah yang masih jauh
dari sempurna dan masih belajar. Semoga kita bisa menjadi ayah yang benar-benar
hadir dalam kehidupan anak kita dan semoga kita bisa menjadi Ayah Hebat bagi
anak kita dan usia psikologis anak kita lebih dewasa dibanding usia biologis
anak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar