Seperti yang dikisahkan dalam
kisah Hanzalah. Suatu hari, Hanzalah al Usaidi berkata kepada Abu Bakar, “Abu
Bakar, aku telah menjadi orang munafik!” “Audzubillah
himinasyaitonirrajim! Kenapa kau mengatakan itu? “Abu Bakar kaget.
“Wallaahi,” Hanzalah melanjutkan, “Ketika aku berada di hadapan Nabi
SAW, atau ketika kita mendengarkan Al-Quran dari mulutnya, atau saat dia
mengingatkan kita pada Jannah, aku merasa termotivasi, bersemangat, dan
terinspirasi! Saat Nabi mengingatkan kita pada Naar, aku merasa takut dan
berusaha lebih keras berhati-hati dalam tindakanku. Tapi saat aku sampai di
rumah setelah pertemuan, saat bertemu dengan istri dan anak-anakku, atau ketika
aku kembali bekerja setelah pertemuan, aku merasa berbeda! Aku sering sibuk dan
melupakan masalah akhirat. Aku tidak bisa mengenali hatiku lagi!”
Abu Bakar berkata, “Engkau benar.
Ini adalah sebuah masalah. Aku merasakan hal yang sama juga! Kita berdua orang
munafik! Oh tidak. Mari kita bertanya kepada Nabi!” Jadi, mereka berdua
langsung menemui Rasulullah langsung. Mereka tahu bahwa Nabi adalah guru
terbaik yang pernah mereka miliki dan tidak ada orang lain yang bisa
menjawabnya dengan cara terbaik.
Setelah mendengarkan pertanyaan
mereka, Nabi Muhammad menjawab, “Demi Allah, Hanzalah, jika engkau memiliki
perasaan yang sama saat berada di sini bersamaku dan saat engkau bersama
keluarga atau saat engkau sedang bekerja, para malaikat di jalanan akan sangat
ingin berjabat tangan denganmu. Mengapa? Karena tingkat imaanmu begitu hebat.
Malaikat akan muncul di siang hari bolong untuk berjabat tangan denganmu.”
“Tapi (mari kita coba bersikap
realistis di sini) … Sejenak dan sejenak saja.” Apa yang Nabi maksudkan dengan
“sejenak dan sejenak”? Ini berarti kita bisa mengesampingkan ‘sejenak’ untuk
masalah hati dan proses pemurnian atau pembersihannya. Dan kita bisa
mengesampingkan ‘sejenak’ lain untuk urusan dunia kita atau bahkan berhibur
sewajarnya. Islam itu agama yang dinamis dan tidak kaku. Ada kalanya kita
serius, ada kalanya kita bercanda, ada kalanya kita berlaku sesuai dengan
konteksnya.
Dalam beberapa hadits juga
mengkisahkan kalau Rasulullah suka bercanda dengan beberapa anak sahabat. Hal
ini menunjukkan kalau Rasulullah tidaklah kaku sebagai Nabi dan senantiasa
memberikan hak kepada anak-anak yaitu hiburan.
Oleh karena itu salah satu tugas
ayah adalah menjadi ayah penghibur. Ayah yang mampu menciptakan kegembiraan
bagi anak. Kegembiraan itu merupakan hal yang penting dan memberikan isyarat
bahwa rumah yang ditempati anak adalah rumah yang menyenangkan, rumah yang
memberikan suasana surga. Dan suasana surga dalam Al Quran diceritakan dalam
surat Abasa ayat 38-39 ‘wujụhuy
yauma`iżim musfirah ḍāḥikatum
mustabsyirah’ pada hari itu wajah mereka berseri-seri, tertawa dan gembira
ria. Kalau dirumah tidak ada suasana ini, maka hal ini bisa mengakibatkan
anaknya terjerumus dalam hal negative diluar sana.
Rumus anak mudah Jaman Now
sederhana yaitu siapa yang membuatku
menangis adalah musuhku, siapa yang membuatku tertawa lepas adalah sahabatku.
Hal ini juga dilakukan oleh
sahabat, seperti yang tertuang dalam Adabul Mufrad. Dari Tsabit bin Ubaid, “Aku belum pernah melihat seorang yang
demikian berwibawa saat duduk bersama kawan-kawan namun demikian akrab dan
kocak saat berada di rumah melebihi Zaid bin Tsabit”
Ayah yang menyenangkan adalah
ayah yang dibutuhkan anak, bukan ayah yang galak. Ayah yang galak menjadi daya
tolak anak dirumah. Hal ini wajib dievaluasi, karena ayah yang galak menjadi
salah satu pemicu munculnya berbagai macam predator seksual yang mengincar anak
kita.
Rasulullah sering mencontohkan bagaimana
Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam bercanda dengan anak-anak. Karena anak-anak
dan dunianya memiliki keistimewaan sendiri. Seperti hadits yang diriwayatkan
Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Maklumi dunia (kebutuhan) anak kecil.” (HR. Bukhari
no. 5190, 5236 dan Muslim no. 892). Maksudnya ketika berbicara dengan
anak-anak, kita harus berperan sebagai anak-anak dan jangan terlalu kaku.
Seperti pengajaran yang dilakukan
oleh Rasulullah, dalam hadits riwayat Ahmad, “Diriwayatkan dari Abdullah bin
Haris, ia berkata, bahwa Rasulullah saw membuat barisan dengan Abdullah,
Ubaidillah dan banyak lagi dari keluarga pamannya yaitu Abbas r.a. kemudian
nabi bersabda: “Siapa yang lebih dulu kepadaku, ia akan mendapat demikian dan
demikian.” Mereka pun berlomba-lomba untuk sampai pada punggung dan dada nabi.
Lantas, nabi mencium dan menepati janjinya kepada mereka.”
Perhatikan cara Rasulullah saat
bermain dengan anak. Rasulullah saat bermain dengan anak yang diperhatikan
adalah totalitas dengan niat menjalin keakraban dengan anak, bukan menang atau
kalah. Ketika bermain dengan anak, fokuslah untuk menyentuh badan, karena akan
menimbulkan keakraban dan kenyamanan. Berikanlah hadiah kepada anak ketika
bermain meskipun hal itu sangat sederhana.
Jadi skill bermain adalah skill yang
harus dimiliki oleh ayah. Skill bermain yang sesuai dengan usia dan jenis
kelamin anak.
Skill lain yang harus dimiliki
ayah adalah skill berkisah. Berkisah adalah salah satu skill yang bisa membuat
anak merasakan kedekatan ketika ayah bisa menyampaikan sesuatu tanpa terkesan
menasihati. Misalnya jika ayah tidak bisa berkisah tentang Nabi dan Sahabat,
ayah bisa berkisah tentang kisah masa kecil ayah disertai dengan makna
sederhana didalamnya. Jika cerita itu menarik bagi anak maka akan menstimulus
anaknya untuk bercerita kisah mereka kepada ayahnya.
Skill terakhir yang harus
dimiliki ayah adalah ayah bisa melatih diri untuk mengeksplorasi atau
menjelajah. Yaitu ayah yang mampu memfasilitasi keingin tahuan anak. Menjelajah
bisa dilakukan dengan sederhana, misalnya jika kita tidak bisa bepergian jauh,
kita bisa mengajak anak pergi ke suatu tempat menggunakan rute yang berbeda
dari biasanya sambal sedikit bercerita mengenai kisah rute yang dilalui. Hal
ini akan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak.
Itulah skill yang harus dimiliki
ayah penghibur, yaitu BBM Bermain Berkisah Menjelajah. Semoga kita bisa menjadi
ayah penghibur bagi anak-anak kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar