Dalam mendidik anak ada
kaidah
penting yang menjadi dasar dalam memahami Pendidikan dalam kelaki-lakian,
setiap amal itu ada masanya dan setiap masa ada amalannya. Sebuah kaidah
penting dari ahli Pendidikan yang mengandung makna, jangan memberi stimulan
yang tidak sesuai dengan umurnya.
Sebelumnya saya pernah membuat
resume tentang mendidik anak laki-laki usia dini (0-7) tahun dalam dua tulisan,
tulisan pertama Mendidik Anak Laki-Laki Usia Dini (0-7 Tahun) dan tulisan kedua
Mendidik Anak Laki-Laki Usia 0 – 7 Tahun. Sekarang kita akan masuk ke usia
selanjutnya.
Usia Pra REMAJA adalah masa transisi
dari tamyiz menuju baligh. Masa Tamyiz adalah masa dimana anak sudah
mengenal aturan dan adab. Indikatornya kata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam diantaranya adalah (اِذاعرف يمينه على شماله) sudah bisa membedakan
kanan dan kiri. Artinya akalnya sudah mulai aktif dan sudah memahami hukum
konsekuensi, anak sudah memahami kalau memegang api itu panas, maka jangan
memegang api. Di usia Tamyiz, kita sudah bisa mengucapkan kalimat jangan kepada
anak. Kalimat jangan dalam Al Qur’an bukanlah kalimat yang haram untuk
diucapkan, akan tetapi hanya bagaimana waktu yang tepat untuk mengucapkannya.
Memang sebelum usia tamyiz, kalimat jangan ini bisa menjadi blunder, karena
anak belum mengenal hukum sebab akibat. Sedangkan di usia Tamyiz sudah boleh
mengucapkan kalimat jangan, akan tetapi harus disertai juga dengan solusi,
sesuai panduan Rasulullah. Misalnya, ketika kita bilang jangan lari-lari, maka
bisa dibarengi dengan cukup berjalan. Atau contoh lain, jangan coret-coret
dinding, cukup coret-coret kertas yang Bunda sajikan. Seperti contoh yang
diberikan Rasulullah ketika mengingatkan sahabat cilik Rafi Ahmad Al Ghifari
karena terlalu sering mengambil kurma milik tetangganya, sehingga Rasulullah
berkata, nak jangan kamu lempari kurma itu, kalau mau makanlah yang sudah jatuh
ke tanah. Ada larangan dan ada solusi.
Di usia 7 – 15 tahun ini
anak-anak juga mengalami fase Baligh. Usia dimana anak mendapatkan taklif atau
beban. Statusnya sama di hadapan Allah. Bertanggung jawab atas tindakannya.
Indikatornya adalah mimpi basah atau menstruasi. Ada juga ulama yg menyebutkan
ketika mulai tumbuh bulu di kemaluan.
Fase Tamyiz menuju Persiapan
Baligh kita memahami kalau anak-anak sudah memliki daya pikir yang ditandai
dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang-kadang membuat kita terheran-heran
atau membantah setiap yang kita ucapkan. Dan ini mengindikasikan kalau anak
kita sudah memiliki daya pikir yang sudah mampu diberikan stimulan. Untuk itu
orang tua perlu sering mengajak dialog dan diskusi, seperti yang dilakukan Nabi
Ibrahim terhadap Nabi Ismail, ketika mendapatkan perintah Allah. Jangan terlalu
banyak memberikan instruksi, kedepankanlah dialog dan diskusi agar anak tidak
mengalami gejala ALAY (anak melayang / anak-anak yang mengalami thinking
shock). Salah satu indikasi anak laki-laki mengalami gejala alay adalah
ketika anak ditanya dan jawabannya lebih sering TERSERAH. Ketika anak laki-laki
tidak bisa mengambil keputusan, maka ia rentan menjadi follower. Di masa ini
Ayah haruslah mengambil peran.
Kalau kita perhatikan, bagaimana
baginda Nabi mendapatkan stimulan di usia ini dimana keayahan yang menjadi inti
usia ini diambil langsung oleh Abu Tholib, sebagai salah satu role model
kelaki-lakian. Dan kelaki-lakian yang dilakukan Rasulullah di usia 8 – 15 tahun
adalah dengan melakukan safar pertama dan Belajar BERDAGANG. Bukan Buka LAPAK
tapi ekspedisi barang, dagang sekaligus travelling. Hikmah yang
didapatkan dari ekspedisi dagang ini diantaranya adalah belajar mandiri dan
punya daya jelajah. Ekspedisi dagang ini merupakan rahasia kesuksesan suku
quraisy yang dikenal suka travelling (Al Quraisy : 1). Orang tua jangan
MENGURUNG anak lelaki di dalam rumah, buatlah program TRAVELLING
disertai latihan bisnis (entrepreneur skill).
Tahap usia 7 – 15 tahun adalah
tahap krisis dan kritis agar laki-laki mampu menjadi laki-laki seutuhnya,
inilah saatnya anak belajar jadi laki-laki, eranya raising boys. Inilah
saatnya melakukan simulasi kelaki-lakian dari apa yang sudah diamunisikan di
usia sebelumnya, simulasi mengenai feeling kelaki-lakian.
Yang harus KITA PAHAMI dan kita
lakukan diantaranya adalah kita harus memahami tahap tumbuh kembang laki-laki
diusia pra remaja, Ayah perlu mengambil peran dalam membangun pondasi anak agar
tumbuh sifat kelaki-lakian. Untuk seorang Ibu yang single parent dapat
meminta anggota keluarganya untuk membantu membangun pondasi pada anak. Diantara
cara membangun pondasi tersebut adalah dengan mengembangkan keterampilan,
menanamkan akhlak, dan mengajarkan kelaki-lakian.
Ketika di usia 6 – 7 tahun,
hidupkanlah tombol kelaki-lakiannya, karena keberaniannya sudah mulai muncul. Mulai
lakukan estafet pengasuhan dan Ibu ke Ayah. Download tombol kelaki-lakian
sebanyak-banyaknya dengan prinsip I see I remember, I do I understand… I
hear I forget. Ayah jangan banyak ceramah, yang penting proses download itu
adalah anak melihat dan anak diajarkan.
Anak-anak usia pra remaja, mereka
butuh ayah dan ayah juga butuh mereka. Ayah harus berperan aktif di usia ini,
jangan sampai ayah ada tapi seakan tidak ada, karena ayah tidak muncul, memberi
contoh, dan membantu anak mendownload kelaki-lakian anak.
Ayah juara yang dibutuhkan anak
di usia ini adalah ayah yang LCM (Loving, Coaching, dan Modelling).
Ayah yang loving adalah ayah yang mencintai dirinya, orang tuanya,
istrinya, anaknya, dan keluarga. Ayah yang coaching adalah ayah yang
mengambil peran sebagai coach untuk anak-anaknya, ayah mengambil peran ibunya
di usia pra remaja. Ayah modelling adalah ayah yang memberi contoh
ketegasan dan ketegaran sesuai dengan perkembangan anak.
Akibat dari ayah ada ayah tiada
di usia ini adalah menimbulkan FATHERLESSNESS, anak yang kehilangan
sosok ayah, sehingga mengakibatkan anak mengalami FATHER HUNGER. Ayah
harus demonstratif ke anak di usia pra remaja.
Kenali pahami diri ayah dengan
melaki-lakikan diri ayah secara fisik dan secara psikologis didepan anak. Beri
contoh fisik dan psikologis kelaki-lakian kepada anak laki-laki, mulai dari
cara berdiri, cara berjalan, cara berbicara, cara menyelesaikan masalah, dan
sebagainya. Ibu membantu ayah dalam menutupi hutang pengasuhan terhadap anak. Bayar
hutang pengasuhan ke anak.
Periksa sekolah dan
lingkungannya. Periksa guru laki-lakinya. Diantara guru laki-laki yang perlu
diperiksa adalah guru agama, guru kesenian, guru olahraga, dan kepala sekolah.
Agar sekolah menjadi sekolah yang mengasuh dan bukan sekolah yang membunuh. Contoh
dalam mengecek guru olahraga, pastikan guru olahraga tersebut dalam mengajarkan
olahraga memiliki target utama menjadikan anak itu laki-laki dan bukan
menjadikan anak atlet professional, karena dalam olahraga banyak sekali momen
kelaki-lakian. Misalnya ketika anak sedang berlatih tendangan penalti dan gagal
berkali-kali, fokus guru utama olahraga bukan memberikan contoh cara sikap menendang yang baik, fokus utamanya
adalah dengan memberikan semangat dahulu, dengan mengatakan, “Nak laki-laki
harus memiliki semangat dan pantang menyerah, bapak yakin kamu bisa
melakukannya”, baru membenarkan cara menendang yang baik.
Pada usia pra remaja hormon
kelaki-lakian sudah melonjak naik, tugas kita adalah memanfaatkan dan
mengarahkan; latih kecerdasan emosi anak, seperti kecerdasan empati, kontrol
diri dan suara hati, bisa melalui bersafar atau melatih fisik anak; Ayah dan
Bunda bisa membuat roadmap dan rundown dengan anak laki-laki Ayah
Bunda untuk mengarahkan hormon kelaki-lakian dengan membuat daily activity;
saat mengenalkan aturan dan struktur. Anak laki-laki perlu tau siapa
komandannya, apa aturannya, dan siapa yang akan membimbing dia.
Dalam hal perkembangan Bahasa,
anak sudah mampu mendefinisikan dan mendiskusikan kata-kata yang abstrak;
Menggunakan istilah-istilah untuk menjelaskan hubungan yang logis dan rumit;
Lebih terampil dalam kemampuan untuk menyesuaikan cara bicara dengan tingkat
pengetahuan dan sudut pandang orang lain;
Menggunakan dialog sosial khas anak (kepo, keleess dst).
Dalam hal perkembangan membaca,
anak sudah bisa membaca untuk menambah pengetahuan dan untuk menikmati
bacaannya. Anak mampu membaca secara kritis, melihat dan memahami berbagai
sudut pandang, menelaah fakta dan konsep secara lebih mendalam dari sebelumnya.
Membaca sebagai proses kontruksi dan rekontruksi pemahaman sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan, mengintegrasikan pengetahuan yang sudah dimiliki dengan
pengetahuan yang diperoleh dari bacaan dan menciptakan pemahaman baru.
Dalam hal pemahaman menulis. Anak
sudah mampu mengintegrasikan hubungan yang kompleks antara berbicara dan
menulis dan belajar mengembangkan gaya pribadinya dalam menulis. Belajar
mengadaptasikan gaya penulisan sesuai dengan kebutuhan.
Dalam hal perkembangan sosial.
Usia pra remaja adalah usia dimana anak berusaha mencari identitas diri. Tugas
utama anak adalah untuk menjadi orang dewasa yang unik, dengan identitas diri (sense
of self) yang jelas dan peran yang berharga di masyarakat. Identitas diri
yang jelas dicapai ketika anak menyelesaikan 3 isu utama : Pilihan pekerjaan;
Adopsi nilai-nilai yang akan memandunya dalam hidup; Identitas seksual yang
memuaskan. Perkembangan sosial dan pertemanannya juga luar biasa berkembang.
Anak usia ini perkembangan empatinya sudah sangat luar biasa, inilah saatnya
menanamkan rasa empati sebanyak-banyaknya kepada anak.
Dalam hal perkembangan fisik. Anak
sudah mengalami perubahan hormon (800%), pertumbuhan pesat pada tulang dan
otot, perubahan bentuk tubuh, akan tetapi proporsi tubuh belum seimbang,
sehingga cenderung kikuk dan kurang koordinasi.
Dalam hal perkembangan kognitif.
Anak sudah memiliki kapasitas untuk berpikir secara abstrak; memahami waktu
historis; dapat memahami makna yang mendalam dalam literatur; dapat
membayangkan kemungkinan, membuat dan menguji hipotesa (perkiraan). Anak sudah
memiliki akumulasi pengetahuan dan keahlian dalam bidang tertentu dan sudah mengembangkan
kemampuan untuk berpikir tentang proses berpikirnya sendiri.
Anak juga terus menerus mencari
kesempatan untuk mencoba kemampuan-kemampuan penalaran mereka, sehingga mereka
suka berargumentasi. Dapat menemukan banyak alternatif perilaku pada saat yang
bersamaan, namun kurang memilki strategi untuk menentukan pilhan dan sering
kebingungan mengambil keputusan untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Cenderung
untuk terpaku dengan apa yang mereka pikirkan dan rasakan sendiri, sehingga
sering berpikir orang lain juga berpikir tentang hal yang sama dengan mereka,
yaitu orang lain berpikir tentang diri mereka (egosentris). Merasa diri mereka
spesial dan pengalaman mereka unik, sehingga apa yang berlaku di dunia umum
tidak berlaku bagi mereka.
Usia 7 sampai 15 tahun adalah
usia PENCARIAN DIRI. Usia ini memerlukan periode untuk mencari komitmen yang
dapat dijalaninya dengan setia dan tulus. Kesetiaan, keyakinan, atau rasa
memiliki pada sosok yang dicintai atau pada teman. Namun demikian, sedikit
kebingungan tentang identitas diri adalah hal yang normal.
Di usia pra remaja konflik dengan
orangtua cenderung lebih banyak muncul, terkait dengan kebutuhan anak untuk
mengembangkan identitas personal dengan menemukan otonomi dan menerima
perbedaan. Konflik yang disebabkan kebutuhan yang saling bertentangan, dimana:
1) anak merasakan kebutuhan untuk mandiri, namun juga masih merasakan
ketergantungan pada orangtua. 2) Orangtua ingin anaknya mandiri, namun masih
sulit melepas anaknya.
Hubungan dengan saudara kandung
cenderung menjauh pada masa anak. Kebutuhan psikologis anak lebih banyak
diperolehnya dari teman-teman sebaya sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktu
bersama temannya. Anak juga memiliki kebutuhan lebih besar akan kemandirian dan
privasi. Ketika keduanya berada dimasa anak, kualitas hubungan kakak-adik
berubah. Secara bertahap, kekuatan pengaruh antara kakak dan adik menjadi lebih
seimbang. Kakak mungkin akan merasa terganggu dengan sikap adiknya yang semakin
berani mengungkapkan pendapatnya. Adik mungkin masih cenderung mengagumi
kakaknya dan berusaha tampil dewasa dengan mengikuti tindakannya.
Teman sebaya adalah sumber
dukungan emosi dan juga sumber tekanan bagi anak. Sumber kasih sayang, simpati,
pemahaman, dan bimbingan moral. Lingkungan tempat anak melakukan eksperimen.
Situasi yang dibutuhkan agar dapat mencapai kemandirian dari orangtua.
Lingkungan tempat anak latihan membangun hubungan yang dekat (intimacy).
Kekuatan pengaruh teman sebaya paling besar terasa di masa awal anak,
dibandingkan di akhir masa anak.
Yang harus KITA LAKUKAN pada saat
anak usia pra remaja adalah HEAR ME, HUG ME, TRUST ME.
Hear me adalah ayah
dan bunda pinjamin kuping, maksudnya dengar dan simak perkataan dan perbuatan
anak. Selain itu ayah bunda juga perlu pinjamin hati, maksudnya ayah bunda
harus sepenuh hati dalam menghebatkan anak laki-laki, jangan sambil nyambi,
Ayah harus meluangkan waktu yang definitif untuk anak. Dalam pinjamin kuping
ada dua skill yang Ayah harus latih. Yang pertama, latihlah skill berbicara
agar anak mau mendengar. Yang kedua, latihlah skill mendengar agar anak mau
berbicara, diantaranya dengan tehnik 5-1 atau 10-2, maksudnya 5 kali anak
berbicara 1 ayah merespon atau 10 kali anak berbicara 2 Ayah merespon dengan
kalimat Ayah. Latihlah sejak anak usia 8 tahun, karena ketika anak memasuki
usia 12 – 15 tahun, terkadang anak tidak membutuhkan solusi, tetapi anak hanya
ingin Ayah Bunda menjadi bagian dari dirinya dengan menyimak ceritanya.
Dalam pinjamin hati, Ayah Bunda
coba membayangkan bagaimana Ayah Bunda ketika seumuran anak laki-laki Ayah
Bunda. Misalnya ketika anak sedang tumbuh jerawat yang besar dan Ayah Bunda
sedang menerima tamu, Ayah Bunda juga perlu melihat kondisi anak, jangan
menyuruh anak untuk kedepan menemui tamu, karena bukannya dia tidak mau, tapi
dia sedang bermasalah dengan jerawatnya. Ayah juga perlu fokus ketika
berhadapan dengan anak laki-laki Ayah. Pahami prinsip NOT WHAT BUT HOW, karena anak tidak
melihat pada hasil, akan tetapi pada bagaimana Ayahnya mencontohkan dia.
Prinsip yang berikutnya adalah HERE AND NOW, maksudnya kalau anak
laki-laki ayah mau curhat, prinsipnya adalah sekarang dan saat ini, ayah jangan
menunda.
Hug Me, maksudnya
kehangatan. Ayah perlu menunjukkan cinta, jangan kurangi meskipun terbatas.
Mungkin anak ayah sudah susah untuk dipeluk, akan tetapi ayah jangan kurangi
sikap ayah dalam menunjukkan cinta. Ayah bisa menunjukkan diantaranya dengan kata-kata,
kalau anak laki-laki Ayah ini adalah anak yang spesial bagi Ayah. Manfaatkan golden
moment, misalnya ketika anak berhasil melakukan sesuatu, segera
sampaikan apresiasi ke anak, dan jangan ditunda. Ketika anak melakukan
kesalahan, Ayah juga bisa memberikan ARAHAN kepada anak dengan cara yang
baik. Dan terakhir, ayah juga perlu memberikan keteladanan pada anak
laki-laki ayah.
Trust Me,
kepercayaan. Sekarang adalah saatnya ayah mendampingi anak-anak dalam
menghadapi dunia. Damping anak laki-laki ayah dalam bersimulasi. Simulasi yang
paling penting adalah simulasi laki-laki tiada henti yang dilakukan secara
konsisten. Ayah manfaatkan semua momen untuk mensimulasikan kelaki-lakiannya.
Caranya dengan DBL (Dialog, Bimbing bukan instruksi, Libatkan bukan paksa). Seperti
dalam surat As Saffat ayat 102, Ayah kalau mensimulasikan anak laki-laki Ayah
maka berdialoglah dulu, jangan mendadak. Jangan sering memberikan instruksi ke
anak, tapi coba bimbing anak, misalnya dengan pertanyaan kecil, misalnya
menurut kamu bagusnya bagaimana? Kenapa harus membimbing bukan instruksi? Di
anak usia 8 – 15 tahun harus melatih skill Berpikir, Menganalisa, dan
Memutuskan. Karena di usia diatas 15 tahun, anak laki-laki harus sudah memiliki
skill ini. Dalam memberikan kepercayaan anak, ayah juga perlu melibatkan anak
laki-laki ayah dan jangan memaksa melalui dialog dengan anak.
Seperti apa ayah untuk anak 7
sampai 15 tahun? Ayah haruslah S-D-E-T. Ayah harus S - SEDIAKAN WAKTU,
bukan waktu sisa, tapi ayah harus benar-benar menyediakan waktu. D –
DEMONSTRATIF, kalau ayah ingin mencontohkan sesuatu maka contohkan dengan
benar, kalau ayah ingin mencintai atau mengapresiasi anak ayah maka cintai
dengan benar dan sepenuh hati, tunjukkan!. E – ENJOY, ayah harus berusaha
enjoy dan ekstra sabar terhadap anak ayah. T - TURUN TANGAN,
tidak hanya ikutan ketika anak berprestasi akan tetapi juga ketika anak sedang
drop. Dalam melakukan peran ayah juga bisa mengedepankan KOMUNIKASI, NEGOSIASI,
dan KONSEKUENSI.. bukan hukuman. Karena hukuman tidak banyak hubungannya dengan
perkembangan anak, akan tetapi dengan konsekuensi kita bisa mendewasakan
anak-anak.
Ada tiga ruang yang penting
dalam mendidik anak. Ruang E, ruang A, dan ruang K. RUANG E - RUANG
EKSPEKTASI, ruangan yang ideal. Tapi sebagai orang tua, kita juga harus
menyiapkan dua ruang lagi agar kita tidak kecewa dan frustasi. Yaitu RUANG A
- RUANG ADAPTASI dan K - RUANG
KOMPROMI. Kalau ada kesalahan, kalau ada yang tidak sesuai ekspektasi kita,
kita tidak perlu frustasi. Karena kalau kita frustasi pengaruhnya akan langsung
ke anak-anak kita. Kalau ayahnya sudah bete maka ayah akan susah memberikan
aura Bahagia ke anak laki-laki ayah. Jadi punya ekspektasi tinggi itu memang
bagus banget, akan tetapi kita juga menyiapkan juga ruang adaptasi dan kompromi
agar kita tidak kecewa.
Semoga kita bisa menjadi ayah hebat dan ibu tangguh yang mampu mendidik anak-anak laki-laki kita dengan pendidikan terbaik sesuai fitrahnya dan menjadikan anak-anak kita menjadi anak-anak yang juara dengan akhlak yang baik.