Ahad, 2 Oktober
2022
Ustadz Subhan
Bawazier
Semoga kita selalu
mendekatkan ketakwaan kepada Allah, karena hidup ini bukanlah untuk memperbanyak
komplain kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena tidak ada yang salah pada
ketetapan Allah. Bahkan Allah mengatakan dalam firmannya:
اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ
بِقَدَرٍ
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu sesuai dengan ukuran. (Q.S Al Qomar:49)
Orang yang tahu itu adalah orang yang mengenal Allah dengan cara yang benar, bagaimana orang bisa mengenal Allah dengan cara yang benar? Tentu dia harus memiliki sifat Qanaah, sifat yang betul-betul mendatangkan kemuliaan bagi orang yang memilikinya. Orang yang tahu hidup ini bukan untuk komplain akan tetapi untuk bersyukur dan bersabar. Seorang ulama berkata, Qonaah adalah merasa cukup walaupun hal-hal yang sedikit dari yang dibutuhkan, dia akan merasa kalau hidup itu indah dan nikmat, karena dia tahu Allah telah menjamin rezeki makhluknya. Kalau betul caranya pasti akhirnya baik, tapi kalau cukupnya menurut ukuran manusia, ujungnya tidak akan ada yang tahu akhirnya akan seperti apa.
Di surat An Nisa ayat 32, Allah berfirman:
Janganlah kamu berangan-angan (iri hati) terhadap apa yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Perempuan kalau mau menjaga sholat yang 5 waktu dan rumah lebih baik bagi wanita, menjaga puasa Ramadhan, dia jaga auratnya, dan dia patuhi suaminya, maka Wanita tersebut bisa masuk ke surga dari pintu manapun yang dia mau.
Wanita boleh bekerja kalau diizinkan suaminya. Bahkan kalau suaminya tidak berkecukupan, zakat Wanita tersebut boleh untuk suaminya. Mengenai bagian waris Wanita yang setengah dari laki-laki tidak perlu dijadikan polemik, karena dalam harta laki-laki itu ada hak orang tuanya, istrinya, anaknya, dan hak banyak orang. Wanita tidak perlu mengetahui gaji suaminya. Dan di Islam tidak ada harta gono gini.
Kalau kita ingin berserah diri kepada Allah, maka akhirnya akan baik. Allah berfirman dalam surat An Nisa ayat 115:
وَمَنْ يُّشَاقِقِ الرَّسُوْلَ
مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدٰى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ
نُوَلِّهٖ مَا تَوَلّٰى وَنُصْلِهٖ جَهَنَّمَۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًا ࣖ
Siapa yang menentang Rasul (Nabi Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dalam kesesatannya dan akan Kami masukkan ke dalam (neraka) Jahanam. Itu seburuk-buruk tempat kembali.
Jangan sampai kita seperti Qorun dengan berkata kalau yang saya punya semua ini karena kepandaian saya. Atau kalau saya tidak pintar saya tidak akan tinggal di komplek ini. Jangankan harta, ilmu saja bisa diambil oleh Allah dengan diantaranya mewafatkan ulama. Jadi tidak perlu sombong dengan kehidupan kita. Utsman bin Affan berkata, Allah titipkan dunia kepada manusia bukan untuk berfoya-foya, akan tetapi untuk menaklukkan akhirat. Salman Al Farisi pernah menangis sebelum beliau meninggal, sehingga membuat sahabat bertanya, ”Apakah yang kau tangisi, bukankah kau pernah bersama Rasul?” Salman kemudian menjawab, aku bukan komplain dengan yang Allah berikan kepadaku, akan tetapi aku ingat pesan Rasul, manfaatkanlah yang kamu miliki sebatas kecil untuk dunia, perbanyaklah untuk akhirat,”. Sehingga ketika beliau wafat, sahabat mendapatkan kalau Salman hanya meninggalkan 20 dirham dari hartanya. Bahkan Umar Bin Khattab pernah menangis ketika mendapati Abu Bakar Ash Shiddiq akan meninggal dan tidak memiliki apa-apa. Abu Bakar berkata, ”Periksalah apa yang aku miliki wahai Umar, selesaikanlah sebelum mata ini terpejam” Umar mengatakan, ”Aku tidak melihat dari hartamu wahai Abu Bakar, kecuali 3.. budak yang kau miliki, unta kurus untuk membawa air, dan baju putih yang kau pakai ini” Lalu Abu Bakar menjawab, “Merdekakan budak tersebut, jual lah untaku masukkan ke Baitul Marwan, biarkan baju putih ini menemaniku ke lobang kubur”
Allah berfirman dalam Surat An Nahl ayat 97:
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن
ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةًۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Kehidupan yang baik ialah kehidupan yang mengandung semua segi kebahagiaan dari berbagai aspeknya. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, bahwa mereka menafsirkannya dengan pengertian rezeki yang halal lagi baik. Dari Ali ibnu Abu Talib, disebutkan bahwa dia menafsirkannya dengan pengertian al-qana'ah (puas dengan apa yang diberikan kepadanya). Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Wahb ibnu Munabbih.
Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ
الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051).
Kekayaan yang terpuji adalah kekayaan hati, ketika dia berpuas diri dengan apa yang dimiliki. Kaya bukan seperti yang dibenakmu. Kaya bukan banyaknya harta di dunia. Kaya yang sebenarnya kaya hati. Orang yang merasa cukup itu baru kaya.
Rasulullah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
“قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ, ورُزِقَ كَفَافًا, وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ”
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan diberikan oleh Allah sikap qana’ah (rasa cukup) terhadap pemberian-Nya” (HR. Tirmidzi)
Rumah Nabi dulu bukanlah rumah yang mewah, rumah Nabi sangatlah sederhana, dan Rasul pun tidak pernah meminta diberikan kemewahan dalam hidupnya, bahkan dalam salah satu Riwayat, Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah berdoa: اللَّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ قُوتًا… “Ya Allah, jadikan rezeki keluarga Muhammad berupa makanan yang secukupnya” (HR. Muslim, no. 1055). Rasulullah dan keluarganya benar-benar telah menceraikan dunia, bahkan dalam salah satu Riwayat, ketika bunda Aisyah sudah tua, beliau memiliki pakaian yang penuh dengan tambalan, akan tetapi beliau Radhiyallahu Anha sanggup bersedekah 70.000 dirham, sebuah sedekah yang mampu membeli konveksi di zaman sekarang.
Dari Shuhaib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ
إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ
سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)
Dari ’Ubaidillah bin Mihshan Al Anshary dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا
فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ
لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Puasa itu solusi, orang yang sering puasa akan terlatih kesabaran
Rasulullah mengajak kita untuk menjaga Qanaah dengan cara melihat orang yang lebih susah, sebagaimana riwayat Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انظروا إلى من هو أسفل منكم
ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keburukan yang kau rasakan kebanyakan karena prasangka burukmu kepada Allah
Nabi berwasiat kepada sahabat-sahabatnya untuk bersikap wara (merasa cukup dengan kesederhanaan). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كن ورعًا تكن أعبد الناس،
وكن قنعًا تكن أشكر الناس
“Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur” (Shahih. HR. Ibnu Majah). Batasi dirimu dengan dunia, karena dunia ini penjara bagi orang beriman. Qana’ah adalah salah satu bentuk yang dapat menimbulkan rasa syukur kepada Allah, qana’ah terhadap apa yang Allah beri, merasa cukup dan pasrah atas segala ketetapan-Nya.
Pertanyaan:
Apabila orang tua status ekonominya lebih daripada anak apakah
wajib diberikan nafkah
Jawaban:
Sampai kapanpun ekonomi orang tua
tidak pernah kalah dari anak. Karena nabi mengatakan, kamu dan hartamu adalah
milik orang tuamu. Ini bukan masalah kaya miskin, akan tetapi pandanglah ini
semua sebagai kesempatan untuk mendapatkan banyak berkah. Jadi kalau sampai apa
yang kita punya diambil orang tua tanpa izin, orang tua bukan mencuri harta kita,
karena kita dan harta kita milik orang tua kita.
Immaarah Rahimahullah berkata
bahwa ayahnya pernah berwasiat kepadanya:
ﻭﻳﺤﻚ ﺃﻣﺎ ﺷﻌﺮﺕ ﺃﻥ ﻧﻈﺮﻙ ﺇﻟﻰ ﻭﺟﻪ ﻭاﻟﺪﺗﻚ
ﻋﺒﺎﺩﺓ ﻓﻜﻴﻒ اﻟﺒﺮ ﺑﻬﺎ
“Tidakkah kamu merasa bahwa
sekedar memandang wajah ibumu itu saja sudah termasuk ibadah, apalagi berbakti
kepadanya.” [Al-Biir wasilah Li Ibnu Jauzi: 1/66]
Pertanyaan:
Ketika suami memberikan nafkah
tadi tidak mencukupi dimata wanita, bagaimana kita menyikapinya
Jawaban:
Kalau kita sudah berumah tangga
kewajiban yang harus diberikan adalah makan dan pakaian sesuai dengan kebutuhan.
Laki-laki memberikan itu semua sesuai standar yang ada dan wanita mensyukurinya.
Yang dikhawatirkan kalau yang dibutuhkan tidak sesuai syariat, nanti suami akan
menanggung dosa, karena Dayyuts (tidak punya rasa cemburu, karena kebutuhannya
ini diluar syariat yang ada)
Pertanyaan:
Kalau orang tuanya masih suka
memberi anaknya. Tapi anaknya kayak tidak terima kasih itu gimana?
Jawaban:
Biasanya ada hukum sebab akibat.
Bisa jadi anaknya tidak diajarkan untuk biasa berterima kasih, atau waktunya
tidak tepat, atau hal lainnya. Ini membutuhkan pembelajaran. Yang paling baik,
kalau kita diberikan sesuatu, balaslah dengan doa. Jadi seandainya kita mampu
sekalipun dan ada yang memberi, maka terimalah pemberian tersebut. Nabi tidak
pernah menolak pemberian orang. Karena membuat bangga orang yang memberi adalah suatu
kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar