Selasa, 03 November 2020

Ayah Biologis Ayah Ideologis

Yang paling penting dalam dunia keayahan adalah keberkahan. Seperti yang dikatakan para ulama bahwa kalau tidak ada keberkahan dalam rumah tangga kita, mau sehebat apapun teori yang kita kuasai, mau berapapun pelatihan yang kita ikuti, mau seberapa banyak bacaan yang kita tamatkan, semua itu tidak ada artinya karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak memberikan keberkahan dalam rumah tangga kita. Karena masalah keberkahan itulah kita berjuang, kadang ada ayah yang pergi dari rumahnya berangkat pagi-pagi kemudian pulangnya sore, kadang larut malam, atau bahkan terkadang dua hari tidak pulang. Terkadang dalam mencari maisyah (penghasilan atau kemampuan finansial) ayah memilih dan memilah kalau ini haram atau syubhat ayah tidak akan bawa pulang, tapi kalau ini halal ayah akan bawa pulang. Perjuangan itu ayah lakukan karena satu hal, mencari keberkahan dalam rumah tangga.

Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam mendapatkan rezeki yang berkah. Kembali ke serial ayah hebat, kali ini kita akan mengangkat topik ayah biologis ayah ideologis.

Apa yang menyebabkan terjadinya fatherlessness? Atau mungkin kita sering mendengar pernyataan, ‘Hati-hati lho, nanti anakmu father hunger lho’ ‘Hati-hati lho, nanti anakmu terjebak kriminal lho’ ‘Hati-hati lho, nanti anakmu usia biologisnya lebih maju lho’ kenapa ini bisa terjadi? Sebelum membahas hal ini, mari kita masuk ke pengertian istilah dalam topik kali ini.

Di dunia pengasuhan, ayah terbagi beberapa jenis. Ada yang ayah biologis saja, yaitu ayah yang terikat secara genetik ke anak karena garis keturunan langsung. Ayah tipe ini biasanya hanya memperhatikan masalah memberi rezeki ke anak saja, akan tetapi tidak peduli terhadap perkembangan anak dan cenderung menyerahkan ke istri atau sekolah untuk urusan perkembangan anak. Dia terikat tapi tidak terlibat. Ada yang ayah ideologis saja, yaitu ayah yang lebih banyak dirumah dan mengurus anak, tapi untuk urusan mencari nafkah diserahkan ke istri. Tentu ini juga tidak ideal, karena idealnya adalah ayah biologis yang juga menjadi ayah ideologis.

Seperti apa ayah biologis ayah ideologis? Yaitu ayah yang hadir secara fisik, yang bertanggung jawab terhadap rezeki keluarga, dan juga bertanggung jawab terhadap masalah emosial, spiritual, psikis, serta lainnya. Wah ideal dan sempurna sekali yah.. Iya memang benar dan tugas kita adalah belajar mendekati ideal tersebut semaksimal mungkin.

Lalu bagaimana caranya? Yang pertama, salah satu landasan terbaik bagi keayahan bisa dilihat dalam Surat Albaqoroh ayat 133. Masalah tauhid atau akidah. Cara pertama menanamkan hal ini adalah bagaimana kita memeriksa keterhubungan dan kemelekatan kita dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Cara mengecek kemelekatan kepada Allah Jalla Jalaluhu sederhananya adalah dengan mengecek sholat shubuh ayah dimana, sholat sunnah ayah seperti apa, tilawahnya seperti apa, dan amalan sunnahnya seperti apa. Kemelekatan adalah gabungan dari kedekatan dan kelekatan, maksudnya dekat secara fisik dan lekat secara psikologis. Cara mengecek keterhubungan kepada Allah Azza Wa Jala diantaranya adalah sebagai berikut, misalnya ketika anak ayah sedang sakit, apakah yang pertama kali ayah ingat langsung tindakan medis atau berdoa bertawakal ke Allah dahulu dan baru ke tindakan medis secepatnya. Jika kita mendahulukan Allah baru tindakan medis, itu menunjukkan keterhubungan ayah ke Allah Subhanahu Wa Ta’ala sangat dekat.

Seperti perkataan para ulama, makin dekat keterhubungan dan kemelekatan ayah dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan semakin dekat juga keterhubungan dan kemelekatan ayah dengan keluarga dan anak-anak ayah.

Bagaimana cara membuat keterhubungan dan kemelekatan? Tidak lain caranya adalah melalui latihan, kita memang perlu banyak melakukan simulasi. Siapa yang paling tepat dalam menemani simulasi? Tidak lain adalah pasangan kita atau ibunya anak-anak. Misalnya ketika anak sedang sakit dan ayah secara spontan langsung menanyakan ‘apakah obat masih ada? Dokter bagaimana, sudah ditelp belum?’. Jika reaksi pertama ayah seperti itu, maka tugas ibu adalah mengingatkan ayah untuk ingat ke Allah Subhanahu Wa Ta’ala saat itu juga, setelah itu baru kembali kemasalah medis.

Cara lainnya adalah ayah gemar memeriksa dan memperbaiki sisi dalam ayah. Kalau ayah gemar memperbaiki sisi dalam ayah, maka Allah akan memperbaiki sisi luar ayah. Perbaiki sisi emosional ayah, perbaiki sisi ketidaksabaran ayah, perbaiki sifat ayah yang suka ngeles, perbaiki sikap ayah yang tidak mau mengalah, perbaiki sisi dalam ayah lainnya dan ajak istri atau ibunya anak-anak untuk mengingatkan. InsyaAllah hasilnya akan mendukung sisi luar ayah. Ketika memperbaiki sisi dalam ayah, ayah jangan jaim dan belajar mengakui kekurangan ayah sambil berusaha memperbaikinya serta minta istri untuk membantu ayah dalam memperbaiki sisi dalam ayah. Jika sisi dalam ayah yang perlu diperbaiki ternyata banyak sekali, maka buatlah skala prioritas untuk diperbaiki pada saat itu, biar sisi dalam lainnya difokuskan untuk diperbaiki pada waktu berikutnya. Ketika memperbaiki fokuslah pada proses dan usaha dan bukan hasilnya agar tidak stress.

Lalu yang tidak kalah penting untuk menjadi ayah biologis ayah psikologis adalah bagaimana ayah memperbaiki pemahaman ayah terhadap anak-anak ayah. Bagaimana ayah memahami anak berdasarkan usianya.

Langkah terakhir buatlah kesepakatan pengasuhan antara ayah dan ibu. Di dunia fathering banyak sekali kendala dalam pengasuhan, tapi yang paling hebat kendalanya adalah ketika ayah dan ibu tidak pernah membuat kesepakatan pengasuhan. Kesepakatan pengasuhan bisa dibuat secara global ataupun temporer. Kesepakatan global adalah kesepakatan yang dibuat umum untuk tujuan jangka panjang, sedangkan kesepakatan temporer dibuat dalam waktu tertentu saja, misalnya kesepakatan pengasuhan yang dibuat ketika Ramadhan. Kesepakatan pengasuhan perlu dibuat agar tidak terjadi situasi dimana ayah sedang berusaha menguatkan ideologis spiritual anak, sementara ibunya melemahkan, akibatnya bisa membuat anak menjadi tidak dewasa secara spiritual dan psikologis.

Semoga kita bisa menjadi ayah biologis sekaligus ayah ideologis bagi anak-anak kita. Semoga juga kita bisa menjadi Ayah Hebat bagi anak kita dan usia psikologis anak kita lebih dewasa dibanding usia biologis anak kita.

Tidak ada komentar: