Ketika kita memiliki keterampilan
berbicara dan mendengar aktif, anak-anak juga latihan mana yang esensi dan mana
yang aksesori.
Ada beberapa larangan dari
kegiatan berbicara dan mendengar aktif. Diantara yang harus kita hindari dalam
berbicara dan mendengar aktif adalah:
Jangan Menyalahkan atau Menuduh. Kalau misalnya suatu saat mainan
adiknya hilang, lalu kita menuduh sang kakak dengan mengatakan, “kamu yang
menghilangkan mainan itu kan?”. Atau ketika ada tugas kita mengatakan, “pasti
kamu tidak mengerjakan PR lagi”. Dampaknya adalah anak kita akan menyangkal
karena bukan dia yang mengambil atau sebenarnya sudah mengerjakan PR. Atau kita
akan berada di posisi yang harus membuktikan terus, akhirnya kita berada di
posisi yang membela diri.
Jangan Meremehkan. Misalnya anak-anak sudah menyusun bajunya atau
mainannya, mungkin tidak rapih untuk ukuran kita, tetapi ketika anak kita
mengatakan, “Yah aku sudah menyusun bajuku dengan rapih” Kita jangan sampai
mengatakan, “hah rapih? Memang segitu sudah rapih?”. Dampaknya adalah anak akan
menjadi tidak percaya diri atau dia merasa tidak dihargai atau merasa tidak
bermakna.
Jangan Mengancam. Misalnya, “awas kalau kamu pecahkan gelasnya,
nanti ayah panggil polisi lho kalau kamu nggak nurut”. Dampaknya pasti semakin
hari semakin besar ancamannya dan tidak bisa digunakan disegala situasi. Ayah
tidak mungkin mengancam kalau didepan teman-teman ayah.
Jangan Terlalu Banyak Memerintah. Misalnya, “Ambil bajumu sekarang,
jangan banyak Tanya, kerjakan sekarang.” Dampaknya kadang anak tidak mampu
untuk berpikir logis. Kadang hal ini juga akan berakhir dengan adu kuat dengan
anak.
Jangan Berceramah. Misalnya anak salahnya sedikit tapi kita
ceramahnya panjang sekali. Dampaknya poin utama yang kita inginkan ke anak
menjadi kabur dan tidak jelas. Aku cuma jatuhin gelas tapi kok panjang sekali
ceramah ayah ke aku, aku gak ngerti yang mana yang ayah mau sebenarnya.
Jangan Ngomel. Hal ini mirip dengan berceramah tapi dengan intonasi
lebih tinggi
Jangan Menunjukkan Rasa Bersalah. Misalnya kalau kamu sayang sama
ayah dan bunda pasti kamu tidak akan melakukan hal itu. Atau.. sama adikmu
ngalah dong kan kasihan adikmu. Dampaknya anak akan merasa apa yang
dilakukannya akan selalu salah, dia akan merasa dirinya tidak berharga.
Jangan Melabel. Misalnya, kamu lelet, cengeng sih, pelupa, pemalas.
Dampaknya makin lama anak-anak akan menyesuaikan dengan apa yang dikatakan.
Jangan Membandingkan. Misalnya dibandingkan dengan kakak atau orang
lain. Dampaknya anak-anak kita akan menekankan kompetisi baik dan buruk dan bisa
mengakibatkan anak menjadi rendah diri.
Jangan Menyindir. Misalnya anak kita sedang menyapu, lalu kita
mengatakan, “Wah Alhamdulillah nih nyapu, sebentar lagi datang hujan nih”.
Padahal dua hal itu tidak berhubungan. Kadang-kadang sindiran itu tidak dimengerti
oleh anak kita. Maksud kita mungkin bercanda tapi bagi anak tidak seperti itu.
Seperti apa bicara aktif itu?
Memberikan Informasi. Contoh yang tidak pas: Ketika anak-anak mencoret coret dinding lalu kita mengatakan, “kalau kamu mencoret-coret tembok ini lagi awas ya”. Yang pas adalah kita memberikan kalimat yang informatif, misalnya “Nak tembok ini bukan tempat untuk menggambar, kamu mau nggak kalau ayah berikan kertas untuk menggambar? Sekarang kita bersihkan dulu temboknya yuk sebelum kamu menggambar dikertas”
Jelaskan. Contoh yang tidak pas: Ketika anak lupa mematikan lampu kamar mandi, lalu kita berkata, “MasyaAllah nak sudah berkali-kali ayah bilang keluar kamar mandi lampu harus dimatikan. Kan jadi boros listriknya” Anak akan bingung, esensinya yang mana ya lampunya dimatikan atau listriknya boros. Yang pas adalah lebih baik ayah bicara saja ke anaknya, “Maaf nak lampunya masih nyala”.
Ungkapkan Perasaan. Misalnya kalau anak kita mengajak kita main atau ingin mengajak adiknya main. Yang kurang pas adalah ketika kita mengatakan, “Kamu tidak lihat ayah lagi capek, ayah butuh istirahat, ayah tuh lelah kerja seharian, cari uang itu susah”. Yang pas adalah ayah mengatakan, “Ayah lelah nak, ayah butuh istirahat sebentar” Kalau anak bertanya, “sebentar itu seperti apa yah?” Ayah bisa tunjuk jam dinding, “Nak nanti kalau jarum panjangnya sampai angka 5, kita boleh main”.
Tuliskan Pesan. Misalnya anak belum bangun tapi ada sesuatu yang ingin ayah sampaikan, bahwa di wastafel ada mainan anak yang menyebabkan wastafel mampet. Nah ayah bisa menyampaikan hal tersebut melalui sebuah pesan. Ayah bisa menulis di post it yang diletakkan di wastafel, “maaf bang di wastafel banyak mainan abang yang membuat wastafelnya mampet, tolong bantu dibereskan mainannya ya bang”.
Katakan Dengan Satu Kata. Misalnya anak-anak sudah waktunya tidur, tapi sudah berkali-kali diminta untuk ganti baju tapi tidak tidur juga. Yang tidak pas, ayah mengatakan, “Ayah sudah suruh berkali-kali ya untuk ganti baju, kamu malah nonton tv, kamu malah duduk-duduk, kamu kan banyak banget yang harus dikerjakan”. Itu tidak jelas untuk anak-anak, pesannya tidak sampai. Yang pas, “Nak silahkan pakai piyamanya”.
Jangan Menyangkal. Misalnya anak kita bercerita, “Yah kura-kuraku mati, kan kasihan banget dia, terus nanti ibunya bagaimana?” Ayah JANGAN menyangkal perasaannya dengan mengatakan, “Tidak usah sedih lah nak kan yang mati juga banyak” Sebenarnya kalau komunikasi kita bagus dengan anak ada sesuatu yang hebat dari kura-kura mati ini. Ayah harus berfikiran kalau bagi ayah ada nilai dan value yang harus kita sampaikan dari kura-kura mati tersebut. Ayah terima dulu perasaannya lalu berkata, “Ya Allah nak kasihan kura-kuranya” Lalu anak berkata, “Iya tapi aku jadi sedih banget, aku kepikiran terus” Ayah kemudian bisa bilang, “Memang nak kalau kita kehilangan kita sedih, ayah juga pernah kehilangan rasanya sedih banget” Kemudian anak berkata, “iya yah tapi kan kura-kura itu teman aku yah, aku baik banget sama dia” Nah ayah harus segera menangkap kata-kata baik banget tersebut sambil menyampaikan, “Ya Allah nak ayah memperhatikan bagaimana baiknya kamu memelihara kura-kura itu, Allah dan rosulnya sangat senang dengan manusia yang berbuat baik kepada makhluknya. Kura-kura makhluk Allah bukan nak?” Anak menjawab, “iya makhluk Allah” Ayah kemudian bisa menimpali, “Kamu adalah manusia yang disenangi oleh Allah dan Rosulnya, terimakasih ya nak sudah berbuat baik”
Jangan Mempertanyakan. Misalnya anak kita bercerita, “Yah pensilku dicuri sama orang”. Yang tidak pas ayah kemudian berkata, “Kan lama-lama semua barangmu dicuri sama orang, sudah banyak kan yang hilang, kamu naruhnya sembarangan sih”. Yang pas adalah ayah cukup bilang yang pendek-pendek saja, “Oh iya nak, kira-kira dimana pensilmu itu?” “Aku kan tinggalin dimeja ketika aku masuk kekamar mandi, ini sudah 3 kali yah pensil aku hilang” “Terus bagusnya bagaimana nak?” “Gini aja deh yah, gimana kalau aku beli tempat pensil supaya pensilku tidak hilang, nanti aku nabung dari uang jajanku”
Jangan Setengah Mendengar. Maksudnya ketika anak berbicara ayah jangan sambal pegang handphone. Lama-lama anak akan berfikir, oke deh ayah cuma kasih aku setengah-setengah saja. Akibatnya ketika usianya berkembang, maka ia akan cari orang yang bisa kasih full untuk dia. Ini yang seringkali menjadi awal anak terlibat narkoba atau freesex. Untuk itu ayah harus menunjukkan perhatian yang penuh kepada anak.
Jangan Membunuh Curiosity dan Imajinasinya. Maksudnya anak usia dibawah 7 tahun seringkali berkata yang diluar nalar. Misalnya seperti, “Yah aku ingin membeli pesawat” Yang tidak pas adalah ayah langsung membunuh imajinasinya dengan mengatakan, “Tidak mungkin nak, pesawat itu mahal, memang kamu punya uang berapa?”. Yang pas adalah, “Oh iya nak, bagaimana caranya?” “Begini yah, uang jajanku kan 5ribu, bagaimana kalau uang jajanku dipotong 2ribu untuk ditabung membeli pesawat?” Ayah tinggal berkata, “Baik nak, mulai besok uang jajan kamu ayah potong 2ribu ya..”. Biasanya 2 – 14 hari kemudian anak akan datang lagi dan berkata, “Yah mulai besok uang jajanku kembali ke 5ribu ya, aku gak jadi deh beli pesawat?” Ayah bisa menjawab, “Oh iya, kenapa nak?” “Soalnya pesawat itu mahal yah” “Terus uang jajan kamu yang kemarin ditabung mau digunakan untuk apa nak?” Ketika anak bilang akan digunakan untuk suatu hal yang baik, jangan lupa untuk berikan pujian tulus untuk anak. Misalnya, “Gini aja yah, kemarin aku lihat nenek-nenek pemulung dijalan dekat sekolah, bagaimana kalau kita berikan aja tabunganku ke nenek-nenekitu” Ayah bisa menjawab, “Subhanallah nak, terimakasih ya kamu sudah baik kepada nenek-nenek yang membutuhkan. Besok kita kasih ya sedekah kamu untuk nenek pemulung itu”
Semoga kita bisa mendidik anak
kita menjadi anak yang memiliki usia psikologis lebih matang dibanding usia biologisnya
dan semoga kita bisa menjadi ayah juara bagi anak-anak kita.