Minggu, 30 Januari 2011

Muhammad : Lelaki Penggenggam Hujan

Pagi itu, awal Desember 2010 di bandara Soekarno Hatta saya melihat seorang sahabat sedang membaca sebuah novel sambil menunggu check in keberangkatan menuju Bali untuk acara Getting Commitment kantor tempat saya bekerja. Saya yang penasaran kemudian bertanya kepada dia perihal buku yang dia baca, judulnya Muhammad Lelaki Penggenggam Hujan. Dia juga berkata, ini buku yang enak untuk dibaca yang mengisahkan perjalanan Nabi Muhammad SAW. Lebih satu bulan kemudian, akhirnya saya mendapat kesempatan untuk memiliki dan membaca novel tersebut setelah berhasil mendapatkannya di Gramedia Kota Medan. Benar kata sahabat saya, novel ini cukup enak dibaca.

Novel ini diawali dengan berita akan datangnya Astvat-ereta, Mamah rishi, Maitreya, dan Pangeran Kedamaian yang dijanjikan dalam berbagai kitab suci dan ajaran, mulai dari kitab Kuntap Sukt hingga kitab Injil, ajaran Budha hingga ajaran Zoroaster. Selanjutnya novel ini dibagi menjadi dua alur, alur pertama bercerita tentang perjalanan Kashva yang tengah mengalami pergolakan batin karena agama Zoroaster yang semakin menyimpang dari ajaran awal. Kashva kemudian berusaha memurnikan Zardhust dan tertantang untuk bertemu dengan Lelaki Penggenggam Hujan yang dikisahkan Zardhust yang konon menurut Eli, sahabat penanya, berada di tanah Arab. Dalam pencariaannya, Kashva harus berhadapan dengan Khosrou sang Penguasa Persia yang akhirnya membuat dirinya menjadi salah satu musuh utama Khosrou, sehingga Kashva harus melarikan diri dari kejaran Khosrou.

Alur kedua berkisah tentang perjalanan Sang Baginda Nabi. Mulai dari Rasul kecil hingga berhasil menaklukkan berhala di kota Mekah. Perjalanan Nabi sendiri dirajut dengan bahasa yang indah dan menyentuh, dengan jalinan sastra yang membawa alam imajinasi kita ikut masuk kedalam kisah perjalanan sang Nabi.

Keberanian Tasaro GK dalam menulis novel ini patut diacungi jempol, karena tidaklah mudah menuliskan cerita biografi yang diramu dalam bentuk novel. Apalagi biografi tersebut adalah tentang Baginda Rasul yang apabila sedikit saja ada kesalahan akan berakibat fatal dan berpotensi menimbulkan fitnah, dan Tasaro dapat dikatakan cukup baik dalam menuangkan perjalanan Rasul ke dalam bentuk novel, meskipun ada beberapa tata bahasa yang sedikit mengganjal bagi saya dalam alur perjalanan Rasul. Novel ini dapat dijadikan salah satu oase bagi kita yang selama ini belum begitu mengetahui sejarah perjalanan Rasul. Jika selama ini kita merasa berat untuk membaca Sirah Nabawiyah, biografi Rasulullah, atau kisah perjalanan Nabi karena bahasanya yang relatif berat, maka novel ini dapat menjadi oase keingintahuan kita mengenai sejarah Nabi dengan bahasa yang lebih mudah dicerna. Ini adalah novel yang layak untuk di koleksi, mudah-mudahan setelah membaca novel ini kita tergerak untuk lebih mendalami perjalanan hidup Rasulullah, meneladaninya, dan mencoba mempraktikkan dalam hidup kita.

Jumat, 28 Januari 2011

Jika Engkau Bersedih

Ada tiga hal yang termasuk pusaka kebajikan, yaitu merahasiakan keluhan, merahasiakan musibah dan merahasiakan sodaqoh (yang kita keluarkan). (HR. Ath-Thabrani)

Kita semua pasti pernah mengalami ujian dalam bentuk musibah dan pernah bersedih. Bukan manusia jika tidak ada ujian dan cobaan dalam hidup dan menjalani kehidupan. Mulai dari musibah dalam hal pekerjaan seperti fitnah dari rekan kerja, cobaan rezeki, musibah dalam bentuk kecelakaan, musibah dalam bentuk kehilangan apa yang selama ini kita harapkan dan kita nanti, dan lainnya.

Dan diantara musibah yang sangat berat adalah musibah yang terjadi disaat kita bahagia atau diambang bahagia. Setidaknya menurut saya. Misalnya jika kita seorang atlit, disaat kita mendapatkan kesempatan untuk bertanding pada sebuah kejuaraan yang lama kita nanti-nantikan, tiba-tiba beberapa waktu sebelum hari H tiba-tiba kita mengalami kecelakaan sehingga salah satu organ tubuh kita harus diamputasi atau misalnya ketika kita sedang bersuka cita karena akan menyambut hari yang sudah sekian lama kita nanti-nantikan akan tetapi secara tiba-tiba apa yang kita nanti-nantikan hilang begitu saja karena satu dan lain hal.

Kebanyakan manusia ketika tertimpa musibah akan berkeluh kesah, bahkan tidak sedikit yang berputus asa, saling menyalahkan, dan mungkin tidak banyak yang sanggup bersabar. Biasanya disaat tertimpa musibah, semua yang kita lihat, dengar, dan rasakan akan terasa sangat menyakitkan. Manusia lebih mengedepankan kepentingannya sendiri daripada kepentingan orang lain, sehingga tidak jarang kita membandingkan apa yang kita timpa dengan orang lain. Seperti pemikiran kenapa saya diuji seberat ini sedangkan dia tidak. Dan biasanya juga, kita tidak dapat melihat segala sesuatu dengan jernih disaat hati kita sedang bersedih. Segala sesuatu akan tampak begitu gelap dalam pandangan kita.

Namun ketahuilah kawan, kalau musibah yang kita alami ternyata belum tentu lebih berat dari yang dialami oleh orang lain. Mungkin kalau kita coba lihat lingkungan sekeliling kita, ternyata masih banyak orang lain yang tertimpa musibah yang jauh lebih berat dari kita. Dan ketahuilah kawan, kalau Allah tidak akan membebani kita kecuali sesuai dengan kemampuan kita, seperti janji Allah dalam surat Albaqarah ayat 286.

Tenangkanlah hati kita kawan. Cobalah untuk lebih jernih dalam melihat segala sesuatu dan jangan berburuk sangka terhadap orang lain. Silahkan curhat kepada orang yang kita percaya akan tetapi usahakan untuk tidak berburuk sangka karena pendapat subyektif orang yang kita percaya belum tentu yang terbaik dan benar. Karena jika kita melihat segala sesuatu dalam keadaan gundah gulana dan secara negatif, maka orang/hal yang selama ini baik kepada/bagi kitapun akan kita lihat sebagai suatu yang tidak baik.

Perbanyaklah ibadah kawan. Musibah adalah kesempatan bagi kita untuk lebih dekat lagi kepada sang pencipta, karena seringkali kita melupakan-Nya disaat hati kita senang. Intensifkan amal ibadah kita mulai dari sholat baik yang wajib maupun yang sunnah, dzikir, hingga membaca Al-Quran. Silahkan berkeluh kesah kepada Allah. InsyaAllah apabila kita mencoba melakukannya, hati kita akan lebih tenang dalam menghadapi musibah yang ada. Setelah musibah tersebut berlalu, cobalah untuk mempertahankan dan meingkatkan ibadah yang kita jalani saat musibah terjadi.

Berprasangka baiklah pada sendiri, orang lain dan Allah SWT. Yakinkanlah diri kita bahwa dengan musibah yang kita alami Allah SWT akan mengangkat derajat kita dan mengampuni dosa-dosa kita. Anggaplah musibah sebagai ujian kenaikan kelas bagi diri kita. Bahwa kita akan naik ke derajat yang lebih baik lagi di hadapan sang khalik.

Berusahalah untuk ikhlas, sabar, dan tawakal atas segala musibah yang terjadi. Karena kita diwajibkan untuk bersabar saat tertimpa musibah dan disunnahkan untuk ikhlas dan ridho atas musibah yang terjadi. Dimana menurut Hadist Riwayat Bukhari, sabar yang sebenarnya adalah sabar yang bemula pada saat pertama kali tertimpa musibah. Dengan ikhlas dan bersabar, maka insyaAllah kita akan terhindar dari tipu daya dan kemudharatan. Dan yakinlah kalau Allah SWT selalu bersama orang-orang yang sabar.

Jangan sakiti diri sendiri dan membalas dendam atas segala sesuatu yang terjadi. Kita tidak perlu untuk merusak diri sendiri apalagi sampai bunuh diri atas segala musibah yang menimpa diri kita kawan. Kita juga tidak perlu melakukan balas dendam apabila musibah tersebut disebabkan oleh fitnah orang lain. Membalas fitnah dengan fitnah atau balas dendam akan membuat kita sama tercelanya dengan orang yang memfitnah kita kawan.

Sibukkan diri dengan kegiatan yang positif, setidaknya perhatian kita akan sedikit teralihkan oleh kegiatan-kegiatan kita. Karena apabila kita tidak menyibukkan diri dan mencoba larut dalam kesedihan, mungkin kita akan mulai untuk berpikir yang tidak-tidak dan mulai menyalahkan keadaan yang ada.

Tidak semua keinginan bisa kita dapatkan dan tidak semua yang kita benci bisa kita hindari. Dan hidup adalah belajar untuk menerima semua ini. Saya masih harus banyak belajar, banyak sekali… dan mungkin anda juga. Semoga Allah menghindari kita dari segala musibah dan memasukkan kita kedalam golongan orang-orang yang sabar, ikhlas, dan bertawakal jika tertimpa musibah.

Jika engkau bersedih, pastilah ini ada maksudnya… Mengertilah engkau bahwasanya gagal itu bukanlah kekalahan, selama engkau memahami yang menguji hatimu – Padi

Senin, 24 Januari 2011

Rencana Allah Pasti (Lebih) Indah

Lebih dari 4 tahun yang lalu saya masih ingat kalau saya pernah mengisahkan hal ini kepada seseorang yang pernah menjadi sangat istimewa dalam hidup saya. Ada seorang anak yang sedang duduk dipangkuan seorang ibundanya tercinta, pada saat itu ibundanya sedang menjahit diatas sebuah kain. Dari bawah kain tersebut anak itu melihat kalau jahitan ibundanya amatlah buruk dan jauh dari kata indah. Ia tidak habis pikir dengan yang dikerjakan oleh ibundanya, akan tetapi ibundanya tetap menjahit kain tersebut hingga selesai. Dan setelah selesai ia memperlihatkan hasil jahitannya kepada anaknya tercinta. Betapa terkejutnya anak tersebut akan keindahan hasil jahitan ibundanya jika dilihat dari arah sebaliknya. Ia pun berpikir, ah andai saja dari awal ia bias melihat dari atas kain tersebut dan bukan dari bawah mungkin ia tidak akan menggerutu dan berpikir kalau ibundanya sedang melakukan pekerjaan yang buruk.

Apa pesan moral dari kisah tersebut, seringkali kita memandang buruk, kecewa atau bahkan berputus ada ketika kita menerima cobaan dari Allah SWT, padahal apa yang ditimpakan kepada kita tidaklah seburuk yang kita pikirkan. Kita merasakan hal tersebut mungkin karena kita melihatnya dari bawah persis seperti apa yang dilihat anak tersebut. Padahal rencana Allah pasti jauh lebih indah dari apa yang kita lihat atau apa yang kita alami. Bukankah Allah pernah berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 216 Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Dan ternyata sejarah itu sekarang sedang menimpa diri saya. Apa yang sudah coba saya rencanakan ternyata gagal. Memang saya sadari kalau tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan dan tidak semua yang kita benci bisa kita tolak. Dan hidup adalah belajar untuk menerima hal-hal seperti itu. Bukankah Allah telah berjanji dalam surat Al Insyirah ayat 5 dan 6 bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Akan tetapi apapun yang terjadi hidup haruslah tetap berjalan dan kita harus meyakini bahwa rencana Allah pasti (lebih) indah.