Kamis, 06 Desember 2007

Berenang di Samudra Merah Bisnis Pembiayaan

"Ko, lo tau gak kalo perusahaan pembiayaan 'X' bangkrut??" kata teman kantor saya waktu saya telp..


Dan kemudian saya pun bertanya ke dia,"Lo kata siapa ko??"


"Kata dealer, kemarin gw ngobrol sama dealer dan dia bilang begitu, katanya sih 3 bulan lagi mau ngediriin perusahaan pembiayaan baru.. Gila ya ko padahal masih baru.."


"Iya sih, tapi... kalo dipikir-pikir make sense sih kalo dia bangkrut. Bayangin aja ko, unit yang ditarik dari dia itu kebanyakan yang low risk. Sekarang kalo yang low risk aja ditarik berarti kan proses analisa kreditnya disana ngawur!!!"


"Iya juga ya ko, wah pada pusing neyy yang kerja disana"


"Oia ko, padahal dulu gw pikir perusahaan itu bisa jadi kompetitor potensial ya ko, ternyata.. gagal take off."


Bagitu kira-kira percakapan saya dengan teman kantor saya. Ya kalo dipikir-pikir memang bisnis tempat saya bekerja merupakan bisnis yang berdarah-darah. Bisnis yang bermain di existing market yang dipenuhi segudang pemain tangguh yang saling bunuh. Pemain di bisnis ini bukan hanya perusahaan pembiayaan akan tetapi juga perbankan yang disebabkan overlikuidnya dana perbankan dan kecenderungan perbankan yang lebih senang mengalokasikan penyaluran kreditnya ke kredit konsumtif dibandingkan kredit produksi dan investasi.


Merahnya bisnis ini semakin diperparah dengan kondisi pasar kredit mobil di Indonesia sudah sangat generik dan dimengerti oleh ketiga pihak pelakunya, yaitu kreditur, dealer/showroom yang semakin teredukasi kemampuan hitungannya dan customernya yang semakin pintar akibat beragamnya penawaran produk. Dimana knowledge dalam industri kredit mobil ini tidak berkembang sepesat daya tangkap ketiga pelaku kegiatan ini. Sehingga hampir semua produk yang ditawarkan dalam bentuk paket pembiayaan, teknik hitungan dan benefitnya bagi customer dan dealernya, tidak mengalami perubahan yang signifikan. Yang mengakibatkan kompetisi bisnis ini semakin mengarah kepada produk generik melalui pricing war dan ekploitasi benefit bagi dealer, sementara comparative disadvantage krediturnya semakin besar akibat profitnya tersalurkan pada kompetisi tadi. Pasar saat ini telah dijejali pemain-pemain tangguh, intensitas persaingan sudah sampai pada tahap hypercompetition, dan, pada gilirannya, profitabilitas dan pertumbuhan makin sulit dipacu lagi dan hanya pemain yang paling kuat dan siaplah yang akan keluar menjadi pemenang dibisnis ini...


Untuk itu agar menjadi pemenang, maka menurut saya pemain harus lebih innovatif lagi terutama dalam hal service qualitynya. Sehingga kedepannya si-pemain ini bisa menggerakkan pasar dan bukan digerakkan pasar. Dan begitupun sebaliknya, jika pemain alergi innovasi, maka pemain tersebut harus bersiap-siap bernasip seperti perusahaan pembiayaan diatas....


*gambar diambil dari website APPI


Selasa, 04 Desember 2007

Love Your Job But Never Fall In Love With Your Company

Sebuah email masuk ke inbox saya... Inti dari email tersebut adalah :

Cintailah pekerjaanmu, tapi jangan pernah jatuh cinta kepada perusahaanmu, karena kamu tidak akan pernah tahu kapan perusahaanmu berhenti mencintaimu...

Setelah membaca email tersebut,saya jadi teringat perkataan Kucrit (sebut saja begitu) dan Brutus (sebut juga begitu). Kucrit pernah ngomong kalo dia bingung. "kayanya hidup gw kok cuma untuk company tempat kita kerja doang dan gw nggak pernah punya waktu untuk istirahat. Pagi jam 8 udah kerja, pulang gak tentu... kadang jam 7 malam, kadang 9 malang, dan gak jarang jam 10-11 malang. Minggu kadang kerja... Terus kapan istirahatnya??", begitu kira-kira katanya.

Sedangkan Brutus pernah memberi masukkan sebelum saya ke Malang. Dia ngemeng, "kalo lo kerja harus profesional, apapun yang lo kerjakan harus lo kerjakan dengan seprofesional mungkin. Tapi janganlah lo jadi pasukan berani mati untuk perusahaan. Kalo misalnya lo kecelakaan dalam pekerjaan, perusahaan belum tentu sepeduli yang lo kira!!!".

Saya sendiri setuju dengan pernyataan Brutus, dan kurang sepakat dengan apa yang Kacrut kerjakan. Karena saya pernah membaca kalo orang-orang yang bekerja 10-12 jam sehari sering membuat kesalahan karena faktor kelelahan. Padahal untuk memperbaiki kesalahan tersebut juga membutuhkan waktu. Akibatnya kita tidak dapat mempergunakan waktu kita secara efektif dan efisien...

Berangkat dari hal diatas, yang perlu saya kerjakan sekarang adalah bekerja secara normal, profesional dan mempertahankan hidup yang seimbang. Dan yang pasti...

Love my job but never fall in love with my company...